Ilustrasi (Foto: The Standard)
Gedung Putih memastikan bahwa kesepakatan penjualan operasi TikTok di Amerika Serikat dari induk perusahaan asal Tiongkok akan menghasilkan pembentukan dewan direksi yang didominasi oleh warga Amerika.
“Akan ada tujuh kursi di dewan yang mengendalikan aplikasi di Amerika Serikat, dan enam dari kursi tersebut akan diisi oleh orang Amerika,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, seperti dikutip dari Fox News, Minggu, 21 September 2025.
Leavitt menyebut kesepakatan itu bisa saja ditandatangani dalam beberapa hari mendatang.
Pernyataan tersebut muncul sehari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menggelar pembicaraan untuk memfinalisasi kesepakatan yang memungkinkan TikTok tetap beroperasi di AS di tengah ancaman pelarangan.
Trump dalam platform media sosialnya, Truth Social, menggambarkan percakapan itu berjalan dengan sangat baik.
Namun pihak Tiongkok hingga kini belum mengonfirmasi adanya kesepakatan dengan Washington.
Sementara itu, miliarder pendiri Oracle, Larry Ellison, dilaporkan menjadi bagian dari konsorsium investor yang berupaya membeli TikTok. Leavitt pun tampak mengonfirmasi hal itu.
“Data dan privasi akan dipimpin oleh salah satu perusahaan teknologi terbesar Amerika, Oracle, dan algoritmanya juga akan dikendalikan oleh Amerika,” jelas Leavitt.
“Semua detail itu sudah disepakati. Sekarang kita hanya menunggu kesepakatan ini ditandatangani," tambahnya.
TikTok memiliki sekitar 175 juta pengguna di AS, menjadikannya salah satu dari lima besar aplikasi media sosial di negara itu.
Namun platform ini terus menuai sorotan setelah pemerintahan Joe Biden bersama Kongres meloloskan undang-undang yang mewajibkan ByteDance melepas kepemilikan TikTok di AS karena alasan keamanan nasional.
Baik Partai Demokrat maupun Republik mendukung aturan tersebut, dengan alasan Beijing berpotensi mengakses data pengguna dan memengaruhi algoritma aplikasi untuk menyebarkan propaganda.
Trump sendiri pada periode pertamanya sempat mengusulkan pelarangan TikTok melalui dua perintah eksekutif pada Agustus 2020.
Namun, ia kemudian melakukan manuver balik dengan berjanji akan menyelamatkan aplikasi populer itu dalam kampanye pemilihan ulang 2024.
Tiongkok secara konsisten membantah tuduhan bahwa pemerintahannya menekan perusahaan seperti TikTok untuk mengumpulkan data pribadi demi kepentingan negara.