Berita

Ilustrasi Reformasi. (Foto: ANTARA)

Publika

Reformasi Reborn

MINGGU, 21 SEPTEMBER 2025 | 06:19 WIB | OLEH: JIMMY H SIAHAAN

INDONESIA sedang dihinggapi dengan sebuah peristiwa baru-baru ini lewat "Kemarahan Sakral". Ada amok di daerah, ada chaos di ibu kota pada akhir bulan Agustus 2025. Pepatah Belanda mengatakan "wie wind zaat zal strom oogsten", siapa menanam angin akan memanen prahara.

Ekonom senior Mari Elka Pangestu menyebut demonstrasi besar pada Agustus 2025 bukan akibat 10 bulan pemerintahan Prabowo, melainkan warisan kebijakan ekonomi sedekade terakhir. Ia mengatakan Indonesia saat ini menghadapi lingkungan eksternal yang paling tidak bersahabat dan tidak pasti, yang dinilai terburuk dalam ingatan hidup. 

Hal ini akhirnya memperparah tantangan struktural domestik dan ketidakpuasan ekonomi, yang terlihat dalam demonstrasi belakangan. Ketidakpuasan tersebut telah berkembang secara bertahap. "Ketidakpuasan yang ada bukanlah sesuatu yang muncul dalam protes-protes terbaru, tetapi telah berkembang secara bertahap. Inilah kondisi yang kita hadapi saat ini," kata Eka dalam agenda 42nd Indonesia Update Conference yang disiarkan melalui YouTube ANU Indonesia Project pada Jumat, 12 September 2025. 


Dalam paparannya, Mari Elka menyampaikan evaluasi perkembangan ekonomi Indonesia. Pertama, terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada kuartal II 2025. Ia mengatakan angka ini memang lebih tinggi dibandingkan perkiraan di angka 4,8 persen. 

Namun, alasan dari pertumbuhan ekonomi 5,12 persen ini juga sudah disampaikan, termasuk peningkatan konsumsi, terutama di sektor rekreasi. "Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan sebesar 4,8 persen, serta proyeksi Kementerian Keuangan sendiri,” ungkapnya. 

Namun, ia menekankan persoalan utama terletak pada kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19. “Secara global, perlambatan ekonomi pasca-Covid masih kita rasakan,” ujarnya.

Pulihkan Kepercayaan Publik

Usai rentetan demo di berbagai daerah, LPEM UI mendorong pemerintah lebih membuka diri dan memahami kondisi masyarakat. LPEM UI merekomendasikan sembilan langkah kepada pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan publik setelah rentetan demonstrasi di berbagai daerah. 

Unjuk rasa masyarakat dianggap muncul akibat akumulasi masalah sosial ekonomi, seperti terhimpitnya kelas menengah, minimnya lapangan kerja, serta lonjakan harga kebutuhan pokok.

LPEM UI menilai penurunan suku bunga acuan tidak sesuai mandat BI. Para akademisi dalam LPEM UI juga menyoroti program prioritas pemerintah yang tidak direncanakan dengan baik. Kondisi ini menyebabkan minimnya keterlibatan masyarakat sipil dan pelaku ekonomi kerakyatan dalam implementasi kebijakan. Akibatnya, kualitas pelaksanaan program regulator justru rendah, dan bahkan berdampak negatif.

Darurat Ekonomi Akibat Program Populis Prabowo


Rekomendasi pertama LPEM UI menyangkut penanganan program yang memerlukan anggaran besar seperti Makan Bergizi Gratis dan Koperasi Desa Merah Putih. Program ini dianggap harus melalui proses pembentukan kebijakan yang benar, mulai dari peta jalan, uji coba, evaluasi, serta penetapan prioritas.

Kedua, pemerintah diminta membatalkan dana transfer ke daerah. Berbagai kebijakan dan program pemerintah daerah yang bersinggungan langsung dengan masyarakat akan terdampak. Hal ini disebabkan kapasitas pendapatan asli daerah yang tidak merata sehingga penurunan kapasitas anggaran akan langsung terasa di masyarakat.

Ketiga, menyangkut perampingan birokrasi, bisa berupa penghentian pembentukan kementerian atau badan baru. Perampingan ini dibutuhkan bukan hanya untuk efisiensi anggaran tetapi juga untuk efektivitas pengambilan kebijakan. Keempat menyarankan pemerintah kembali stabilisator harga dalam tata niaga beras, tak sekadar mengejar cadangan pangan.

Kelima, LPEM UI merekomendasikan peluncuran program padat karya jangka pendek yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Saran ini juga menyasar perbaikan fasilitas umum, seperti pengairan dan jalan. 

Keenam, pembuatan kebijakan yang menyasar kelompok kelas menengah, seperti akses terhadap kredit, pendidikan, transportasi publik, dan kesehatan.

Ketujuh, pemerintah harus mengevaluasi sistem remunerasi pejabat negara. Para akademisi juga mengingatkan regulator soal urgensi transparansi data ekonomi dan diseminasi perubahan metode yang terjadi. Transparansi ini agar pelaku ekonomi dapat mengambil keputusan secara tepat tanpa mengabaikan validitas data statistik yang selama ini digunakan.

Kedelapan, menyangkut perbaikan komunikasi kebijakan publik. Pemerintah juga mesti memiliki empati dan mau untuk mendengarkan masukan yang disampaikan oleh masyarakat.

Tuntutan Rakyat 17+8


Sebelumnya, Andovi dan Jovial da Lopez membentangkan tuntutan aksi pada unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 1 September 2025. 

Tuntutan tersebut merangkum desakan yang datang dari 211 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam YLBHI, serta siaran pers yang dikeluarkan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Pentingnya Transparasi, Reformasi, dan Empati.

17+8 Tuntutan Rakyat adalah berbagai aspirasi dan desakan rakyat yang beredar pada unjuk rasa dan kerusuhan Indonesia Agustus 2025 di media sosial. Tuntutan tersebut terdiri dari 17 poin tuntutan jangka pendek dan delapan tuntutan jangka panjang yang dilayangkan kepada pemerintahan Presiden Indonesia Prabowo Subianto.

Pemerintah Indonesia memberikan respons terhadap '17+8 Tuntutan Rakyat' melalui sejumlah kebijakan, salah satunya adalah paket stimulus ekonomi 8+4+5 yang dirilis untuk mendorong pemerataan kesejahteraan dan

Pemerintah merilis paket stimulus ekonomi yang melibatkan kebijakan fiskal, program sosial, dan penciptaan lapangan kerja untuk menjawab tuntutan rakyat dan mendorong kesejahteraan. 

Pemerintah sedang menyusun lima pilar utama reformasi pajak, termasuk digitalisasi sistem dan basis data yang kuat, sebagai upaya untuk membuat sistem perpajakan lebih inklusif dan transparan. 

Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan hukum secara adil, tegas terhadap pelaku pelanggaran hukum dan HAM, serta menjamin hak-hak masyarakat dalam menyuarakan aspirasi. 

Paket stimulus ekonomi ini dianggap sebagai peta jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045, menunjukkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. 

Reshuffle Kabinet

Presiden Prabowo Subianto kembali melakukan reshuffle kabinet hanya sepekan setelah mengganti lima menteri pascademonstrasi besar-besaran yang terjadi pada Agustus lalu dan menelan korban jiwa. Hal ini pun menjadi sorotan media asing.

"Presiden Indonesia melakukan perombakan Kabinet kedua yang mengejutkan pada hari Rabu, hanya seminggu setelah memecat lima menteri menyusul protes anti-pemerintah yang mematikan," demikian laporan media Arab News dalam tajuk 'Indonesian president reshuffles Cabinet again in wake of deadly protests' pada Rabu, 18 September 2025.

Prabowo menunjuk 11 pejabat baru, termasuk dua menteri dan tiga wakil menteri. Di antara nama yang diangkat yakni Letjen (Purn) Djamari Chaniago sebagai Menko Polhukam, mantan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, serta Komjen (Purn) Ahmad Dofiri sebagai penasihat khusus presiden bidang keamanan publik dan reformasi kepolisian.

Langkah reshuffle ini menambah panjang perombakan Kabinet Merah Putih 2024-2029 yang sebelumnya mengganti Sri Mulyani Indrawati dari posisi Menteri Keuangan.

Namun, sejumlah pihak menilai reshuffle tersebut tidak menjawab tuntutan masyarakat. Media tersebut mengutip Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang menegaskan perombakan Kabinet seakan jauh dari isu substansial yang memicu demonstrasi.

"Publik menuntut supremasi sipil dan agar militer kembali ke barak, tetapi pilihan Menko Polhukam justru mencerminkan paradigma lama dengan latar belakang militer," kata Usman, dikutip Arab News.

Lebih lanjut, Usman menilai penunjukan penasihat khusus bidang keamanan juga tidak menyentuh persoalan mendasar. "Itu tidak menjawab tuntutan rakyat yang berharap pemerintah dan DPR segera membentuk komisi independen untuk menyelidiki kematian 11 orang serta pelanggaran HAM lain selama aksi," tegasnya.

Arab News juga menyoroti bahwa gelombang protes ini menjadi tantangan terbesar kepemimpinan Prabowo sejak dilantik Oktober 2024. Para pengunjuk rasa tidak hanya menuntut keadilan atas korban, tetapi juga mendorong reformasi menyeluruh terhadap kepolisian, militer, hingga parlemen.

Reformasi Kepolisian


Presiden Prabowo Subianto disebut tengah membentuk Tim Reformasi Polri. Komjen (Purn) Ahmad Dofiri disebut bakal masuk ke dalam tim tersebut. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan, Ahmad Dofiri sekarang menjabat Penasehat Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dan Reformasi Kepolisian. Maka, keberadaanya di Tim Reformasi Polri dinilai dibutuhkan.

Presiden Prabowo Subianto disebut sedang menyiapkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pembentukan Tim Reformasi Polri. Tim tersebut rencananya dilantik dalam waktu dekat. 

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Tugas Tim Reformasi Polri mengkaji ulang kedudukan hingga kewenangan kepolisian. 

Wacana Reformasi Kepolisian diketahui mencuat usai pertemuan Prabowo dengan Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang terdiri dari tokoh bangsa dan tokoh lintas agama. Dalam salah satu tuntutannya, GNB meminta Prabowo segera membentuk komisi untuk mengevaluasi dan mereformasi Polri. Usulan itu kemudian disebut disetujui dan tengah dirumuskan oleh Prabowo.

Reformasi Berlanjut?

Dulu "Reformasi Total" yang pernah terdengar, mendekati hampir tiga dekade, apakah akan lanjut? Ada juga "Revolusi Mental" yang terdengar lebih dari satu dekade, apakah istilah kini sebagai, omon-omon? 

Saat ini bangsa Indonesia "D itepi Jurang Revolusi Identitas": krisis demi krisis melanda karena ada erosi moral dan etika.  Seandainya saat ini reformasi berlanjut maka artinya "reformasi lahir kembali". Semoga!


*Penulis adalah Eksponen Gema 77/78

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya