Berita

Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)

Publika

Memahami Konsep ESG

OLEH: DR. DAYAN HAKIM NS
MINGGU, 21 SEPTEMBER 2025 | 04:08 WIB

ISTILAH ESG (Environmental, Social, and Governance) saat ini sedang ramai diperbincangkan di berbagai bidang keilmuan di seluruh dunia. Perhatian yang terus-menerus terhadap isu-isu lingkungan dan sosial di kalangan ekonom, investor, aktivis lingkungan, dan masyarakat umum telah menjadikan prinsip baru ini populer dan penting. Berdasarkan pengamatan dan penelitian, perusahaan di berbagai negara, termasuk Indonesia, telah menunjukkan korelasi positif dengan citra investor yang positif di pasar modal.

Para ahli umumnya mendefinisikan Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola atau ESG, sebagai prinsip dan standar bagi bisnis dan manajemen perusahaan yang mematuhi kriteria tertentu untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan, masyarakat, dan tata kelola. Oleh karena itu, Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (ESG), merupakan standar bagi perusahaan dalam praktiknya yang mengintegrasikan tiga konsep atau kriteria ke dalam praktik bisnisnya: Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola.

Kriteria lingkungan (environment) akan menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan untuk mencapai kinerja keuangan dan operasional yang tinggi sekaligus tetap berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kriteria sosial (social) akan berupaya mengeksplorasi hubungan positif antara komunitas eksternal dan perusahaan, serta antara pekerja, pemasok produk, pelanggan, komunitas, dan sebagainya. Kriteria tata kelola perusahaan (governance) membahas kapasitas dan legitimasi perusahaan, hubungan internal, pengendalian internal, hak investor, dan sebagainya.


Perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip ESG dalam praktik bisnis dan investasinya akan mengintegrasikan dan menerapkan kebijakan perusahaan, memastikan kebijakan tersebut selaras dengan keberlanjutan ketiga konsep tersebut. ESG merupakan inisiatif sektor swasta yang merespons tuntutan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang terus meningkat.

Perusahaan yang menganut dan menerapkan kriteria ESG telah menjadi pertimbangan mendasar bagi investor ketika memutuskan untuk berinvestasi pada suatu bisnis atau perusahaan. Penggunaan konsep Tata Kelola Lingkungan dan Sosial (ESG) mencakup konsep-konsep terkait dan serupa, termasuk Lingkungan, Sosial, Tata Kelola dan Perusahaan (Environment Social and Corporate Governance/ESCG), Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab (Responsible Business Conduct/RBC), Nilai Bersama (Co-Shared Value/CSV), dan Investasi Berdampak (Impact Investing).

Meskipun definisi ESG mirip dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), kedua praktik ini memiliki perbedaan yang mencolok, mulai dari tujuan hingga penerapan prinsip-prinsipnya. Berbeda dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) yang dicirikan oleh kenyataan bahwa usaha dan upaya perusahaan tidak selalu selaras, dalam penerapan ESG, perusahaan menerapkan konsep keberlanjutan sejak awal proses bisnis hingga keseluruhan operasinya.

Dalam banyak kasus, perilaku konsumen telah bergeser ke arah praktik yang lebih berkelanjutan. Masyarakat semakin memperhatikan daur ulang, meminimalkan limbah, dan membuat pilihan produk yang lebih ramah lingkungan, sekaligus memberi penghargaan kepada bisnis yang bertindak secara bertanggung jawab. Dalam investasi ESG, tujuan-tujuan ini juga memengaruhi keputusan investasi. Pertimbangan investor dalam keputusan investasi telah penulis bahas secara mendalam dalam buku Manajemen Investasi dan Teori Portofolio terbitan CV Andi, Yogyakarta.

Saat ini, investor individu dan institusi sudah mengalihkan proses Keputusan investasi dengan mempertimbangkan isu-isu ESG sehingga pihak yang menggunakan dana mereka diarahkan untuk mendukung perusahaan yang sejalan dengan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial mereka. Lebih lanjut, perusahaan-perusahaan ini dapat memiliki kinerja keuangan jangka panjang yang lebih baik daripada organisasi lain karena biaya yang lebih rendah, risiko bisnis yang berkurang, dan peluang pemasaran baru, yang berpotensi mendorong mereka untuk mengungguli pasar saham. Investasi ESG telah mengalami pertumbuhan yang kuat sebagai hasilnya.

Proses ini melibatkan beberapa langkah untuk menyediakan data ESG yang relevan kepada investor. Perusahaan melacak metrik ESG internal, yang dapat bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lainnya berdasarkan industri, struktur bisnis, dan prioritas. Mereka kemudian dapat menggunakan berbagai kerangka kerja pelaporan ESG untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan hasilnya. Selanjutnya, berbagai lembaga pemeringkat ESG menganalisis laporan-laporan ini dan memberikan skor ESG kepada perusahaan. 

Investor ESG dapat mempertimbangkan semua informasi ini dalam keputusan investasi mereka. Dalam praktiknya, reksa dana ESG bersifat non-tradisional karena berfokus pada, antara lain: 1) Memantau kinerja untuk mengevaluasi keberlanjutan bisnis; 2) Mengambil pandangan jangka panjang yang dapat membantu meningkatkan stabilitas keuangan perusahaan; dan 3) Berinvestasi pada perusahaan atau industri yang memenuhi kriteria berbasis ESG tertentu.

Sejak diberlakukannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan, implementasinya secara luas masih sangat lambat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendapat yang cukup besar di antara para ahli mengenai konsep ESG itu sendiri. Para pendukung konsep ESG telah menguraikan beberapa manfaat penerapan ESG dalam perilaku bisnis. Pertama, imbal hasil investasi dan keberlanjutan dapat dipadukan. Reksa dana berkelanjutan dapat mencapai imbal hasil yang serupa atau lebih baik daripada reksadana tradisional, menurut data kinerja tahun 2022 dari Morningstar, sebuah perusahaan riset investasi, manajemen, dan teknologi.

Manfaat kedua adalah ESG dapat menarik klien baru untuk pertumbuhan tambahan. Konsumen dan klien bisnis yang mempertimbangkan ESG dalam keputusan pembelian mereka lebih cenderung mencari produk atau layanan yang disediakan oleh perusahaan yang berfokus pada ESG. Manfaat lainnya adalah investasi ESG mendorong perusahaan untuk membuat keputusan investasi positif lainnya. Organisasi dengan inisiatif ESG cenderung berfokus pada berbagai isu lingkungan dan praktik etis. Misalnya, ESG selaras dengan Tiga Pilar Keberlanjutan, sebuah kerangka kerja akuntansi yang berfokus pada keberlanjutan yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur nilai ekonomi keseluruhan yang mereka ciptakan serta dampak sosial dan lingkungannya.

Manfaat keempat adalah ESG membantu perusahaan menarik dan mempertahankan karyawan berkualitas tinggi. ESG dapat meningkatkan motivasi karyawan dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan dengan memberikan rasa tujuan bagi karyawan. Manfaat terakhir adalah ESG dapat mengurangi biaya. Ketika praktik ESG terintegrasi ke dalam struktur organisasi, biaya operasional, tagihan energi, dan pengeluaran lainnya dapat dikurangi seiring waktu.

Namun, implementasi ESG memiliki banyak kelemahan. Pertama, ESG tidak mengikuti pendekatan satu ukuran untuk semua. Pendekatan ESG yang berhasil untuk satu perusahaan mungkin tidak berhasil untuk perusahaan lain, sehingga mempersulit manajemen inisiatif ESG dan investasi ESG. Kebutuhan untuk mengintegrasikan upaya ESG ke dalam praktik bisnis sehari-hari dan strategi jangka panjang menambah kompleksitas.

Kedua, strategi ESG yang tidak autentik dapat menjadi bumerang. Organisasi yang berfokus pada ESG secara tidak konsisten, menggunakannya sebagai strategi pencitraan merek, atau memisahkannya dari strategi bisnis mereka kemungkinan besar akan gagal. Misalnya, perusahaan yang terlibat dalam greenwashing–istilah untuk membuat klaim palsu atau menyesatkan tentang tindakan lingkungan–dapat menghadapi reaksi keras dari pelanggan yang berdampak pada pendapatan dan nilai saham mereka.

Ketiga, kinerja pasar saham yang kuat tidak dijamin. Terlepas dari kisah sukses, berfokus pada ESG tidak menjamin kinerja saham yang kuat. Selain faktor internal lainnya, perubahan kondisi pasar, tren bisnis, dan perekonomian secara keseluruhan dapat berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan dan dana ESG.

Kelemahan lain dari implementasi ESG adalah sulitnya menciptakan portofolio investasi yang terdiversifikasi. Bagi investor yang berfokus pada strategi investasi berbasis ESG, mungkin lebih sulit untuk menciptakan portofolio yang seimbang dan selaras dengan tujuan jangka panjang. Kelemahan terakhir adalah pelaporan kinerja yang terperinci di berbagai kriteria ESG dapat menjadi tantangan. Sebagian besar faktor ESG tidak terkait langsung dengan data keuangan, sehingga membutuhkan upaya tambahan untuk memberikan hasil kinerja yang nyata. Lebih lanjut, terdapat kesenjangan pengetahuan antara informasi ESG dan rantai pasokan karena standar dan kerangka kerja pelaporan tidak diterapkan secara konsisten.

Seiring meningkatnya jumlah dana ESG yang mengelola investasi, para pemimpin bisnis dan pengelola Teknologi Informasi di berbagai perusahaan semakin mempertimbangkan ESG sebagai pendekatan fungsional dalam menjalankan bisnis. Setiap aspek ESG memainkan peran penting dalam meningkatkan fokus perusahaan pada praktik berkelanjutan dan etis.

Faktor tata kelola mengkaji bagaimana perusahaan mengelola dirinya sendiri, dengan fokus pada pengendalian dan praktik internal untuk menjaga kepatuhan terhadap regulasi, praktik terbaik industri, dan kebijakan perusahaan. Contohnya meliputi: Kepemimpinan dan manajemen perusahaan; Komposisi dewan direksi, termasuk keragaman dan strukturnya; Kebijakan kompensasi eksekutif; Transparansi keuangan dan integritas bisnis; Kepatuhan terhadap regulasi dan inisiatif manajemen risiko; Praktik bisnis yang etis; Regulasi tentang korupsi, penyuapan, konflik kepentingan, donasi dan lobi politik; serta program whistleblower.

Pada dasarnya, implementasi ESG merupakan jenis pendekatan investasi yang dapat diadopsi di berbagai kegiatan dan entitas. Hal ini tidak terbatas pada investor; para pemangku kepentingan, aktivis masyarakat, dan pembuat kebijakan dapat menggunakan kriteria Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola sebagai model manajemen. Investasi berbasis Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (ESG) dapat dipermudah dengan mengeliminasi perusahaan yang memiliki sentimen negatif dan memilih perusahaan yang memiliki nilai lingkungan dan sosial yang positif.

Konsep investasi hijau dan berkelanjutan, yang menggabungkan ESG, tidak hanya tentang keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan manfaat perusahaan bagi lingkungan, masyarakat, dan pemerintah, yang dapat meningkatkan nilai perusahaan secara signifikan dalam jangka panjang. Berinvestasi di perusahaan berbasis ESG membutuhkan penerapan strategi untuk memastikan investasi berjalan sesuai rencana.

Konsep investasi hijau dan berkelanjutan telah mulai memengaruhi perusahaan investasi dan pendanaan dalam proses pengambilan keputusan mereka. Terdapat tujuh strategi investasi hijau dan berkelanjutan bagi perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip ESG, yang umum digunakan oleh investor dalam investasi dan pendanaan mereka. Strategi pertama adalah Eksklusif. Strategi eksklusif ini dapat memastikan investasi ESG yang tepat sasaran. Calon investor sebaiknya membuat daftar perusahaan yang dianggap negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Perusahaan yang sebaiknya dimasukkan dalam daftar hitam antara lain perusahaan yang secara sembrono mengeksploitasi sumber daya alam atau bisnis yang terlibat dalam perjudian. Perusahaan-perusahaan ini cenderung mengabaikan penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Strategi kedua adalah Best in Class. Investasi hijau dengan memilih perusahaan yang menerapkan prinsip Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola didasarkan pada strategi best-in-class (terbaik di bidang atau industrinya). Hal ini akan membantu calon investor memahami bahwa tidak semua perusahaan yang dianggap mendukung lingkungan atau sosial merupakan target yang baik untuk investasi ESG. Investor sebaiknya memilih perusahaan dengan peringkat dan rekam jejak yang kuat dalam hal kepedulian dan penerapan kriteria ESG. Perusahaan-perusahaan ini dapat dinilai berdasarkan dampak lingkungan, reputasi publik, dan kepatuhan terhadap tata kelola dan peraturan.

Strategi lain yang saat ini diterapkan oleh perusahaan investasi dan dana kelas dunia adalah integrasi ESG. Integrasi ESG adalah analisis aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola suatu perusahaan oleh manajer investasi, yang kemudian disesuaikan sebelum mengambil keputusan investasi. Manajer investasi umumnya berupaya menyesuaikan estimasi penjualan dan biaya untuk mengintegrasikan faktor-faktor ESG ke dalam perusahaan. Melalui penyesuaian ini, mereka dapat menentukan apakah valuasi perusahaan tepat dan menjanjikan.

Lebih lanjut, investor telah menerapkan strategi Investasi Tema Keberlanjutan (sustainability). Melalui strategi ini, investor tidak perlu lagi menargetkan berbagai perusahaan dan menilai keseluruhan aspek lingkungan dan sosial mereka. Calon investor hanya perlu membidik perusahaan-perusahaan di sektor tertentu yang menunjukkan sentimen lingkungan dan sosial yang positif. Misalnya, investor dapat memilih berinvestasi pada perusahaan yang berbasis atau mengelola energi terbarukan. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk keuntungan finansial jangka panjang, tetapi juga dukungan perusahaan terhadap lingkungan, yang dapat memberikan dampak positif.

Strategi kelima yang telah diterapkan adalah strategi Obligasi Hijau (green obligation). Serupa dengan strategi Investasi Bertema Keberlanjutan, strategi investasi ESG ini mengarahkan investasi kepada perusahaan sejenis yang ramah lingkungan dan sosial. Perbedaannya terletak pada bentuk investasinya. Dalam Investasi Bertema Keberlanjutan, investor biasanya membeli saham perusahaan tercatat, dan hasilnya digunakan untuk operasional perusahaan secara keseluruhan. Sementara itu, dalam strategi obligasi hijau, investor hanya membeli surat utang atau obligasi dari perusahaan yang terkait dengan proyek lingkungan atau berbasis sosial yang sedang mereka garap.

Strategi keenam dalam proses pengambilan keputusan investasi dan pendanaan adalah penilaian Investasi Berdampak. Investor dapat melakukan investasi hijau dengan secara khusus memeriksa persyaratan dan nilai dampak sosial dan lingkungan suatu perusahaan. Sebelum berinvestasi pada perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip ESG, calon investor harus terlebih dahulu memahami sejauh mana dampak manajemen perusahaan terhadap pengurangan polusi air dan udara. Setelah itu, pemilik modal dapat berinvestasi pada perusahaan hijau dan berkelanjutan tersebut melalui surat utang atau pembelian saham.

Strategi terakhir melibatkan penerapan Stewardship and Engagement dalam implementasi investasi. Strategi ini melibatkan pengarahan dan pengawasan terhadap manajer investasi di perusahaan-perusahaan yang ditargetkan untuk investasi hijau. Pembinaan dan pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya dengan cara yang ramah lingkungan, sosial, dan sesuai peraturan. Strategi ini melibatkan interaksi antara manajer investasi dan manajemen perusahaan, dengan fokus pada penerapan aspek-aspek ESG.

Dengan memahami konsep ESG sebagaimana dijelaskan, pentingnya penerapan ESG dalam perilaku bisnis sehari-hari menjadi semakin jelas. Permasalahan yang timbul dari implementasi ESG dapat diatasi dengan menerapkan tujuh strategi investasi hijau dan berkelanjutan. Hal ini secara bertahap akan menggeser dan memperdalam perilaku bisnis menuju ketiga konsep ESG tersebut. Diharapkan kode etik bisnis juga akan bergeser ke arah investasi hijau dan berkelanjutan.
 
*Penulis adalah dosen tetap di Program MM Universitas Jayabaya

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya