Berita

Tahanan KPK mengenakan Jaket Oranye. (Foto: RMOL/Jamaludin Akmal)

Hukum

Perampasan Aset Koruptor Tidak Menghapus Hukuman Pidana

SELASA, 16 SEPTEMBER 2025 | 10:06 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menegaskan bahwa prinsip mengembalikan aset negara dari tangan koruptor tidak bisa dimaknai sebagai penghapusan hukuman pidana.

Mahfud memberi contoh sejumlah kasus yang sempat menimbulkan salah tafsir di masyarakat. Salah satunya putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam perkara itu, aset negara memang dikembalikan, namun bukan berarti pelaku korupsi lolos dari jerat hukum.

“Enggak lah (hilangkan pidana). Kan ada praktik hukum begini, taruhlah seperti putusan MA tentang BLBI yang penting orangnya tidak harus dihukum tapi asetnya harus kembali. Itu bukan begitu,” ujar Mahfud lewat kanal Youtube miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Selasa, 16 September 2025.


Ia juga menyinggung kasus korupsi hakim berjamaah yang sempat mendapat putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan. Menurut Mahfud, fakta di balik perkara tersebut justru menunjukkan adanya praktik suap besar-besaran terhadap hakim, pengacara, dan panitera.

“Sehingga pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung naik ke kasasi atas itu dan yang bersangkutan hakim ditangkap semua beserta pengacara dan paniteranya. Kemudian perkara kasasinya terus berjalan sebagai perkara pidana,” jelasnya.

Karena itu, Mahfud menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset yang saat ini dibahas tidak akan memberi celah bagi koruptor untuk sekadar mengembalikan aset lalu bebas dari hukuman.

“Jadi jangan berpikir siapapun bahwa wah kalau mengembalikan aset nanti tidak dipidanakan. Nanti semua orang korupsi lalu sudah ketahuan dikembalikan, ya nggak bisa,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mahfud menyebut ada dua manfaat besar dari pengesahan RUU ini. Pertama, Indonesia akan menuntaskan “utang” hukum karena sudah meratifikasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) lewat UU Nomor 7 Tahun 2006. Kedua, koruptor akan semakin gentar karena ancaman hukuman pidana tetap berjalan bersamaan dengan perampasan aset.

“Orang akan takut melakukan korupsi karena ini akan dilakukan upaya pemiskinan terhadap koruptor dengan tetap pidananya dikejar. Bukan lalu berpikir kalau aset dirampas lalu pidananya dibebaskan,” pungkas Mahfud.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya