Berita

Massa penjarah rumah Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio di Jalan Karang Asem I, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu 30 Agustus 2025. (Foto: RMOL/Faisal Aristama)

Publika

Penjarahan dan Pengkhianatan Intelektual

OLEH: MUCHAMAD ANDI SOFIYAN*
KAMIS, 04 SEPTEMBER 2025 | 05:54 WIB

PENJARAHAN tetaplah penjarahan. Ia adalah perampasan, kezaliman, dan tindak kriminal. Namun yang lebih berbahaya dari penjarahan itu sendiri adalah suara-suara dari kalangan akademisi yang berani menyebutnya “wajar” karena politisi dianggap telah menyakiti hati rakyat. 

Pernyataan semacam ini bukan sekadar keliru, melainkan bentuk pengkhianatan intelektual.
 
Tugas seorang akademisi adalah menuntun masyarakat dengan akal sehat, bukan menjustifikasi tindakan brutal. Saat kaum intelektual ikut melabeli penjarahan sebagai konsekuensi dari ketidakpekaan politikus, sejatinya mereka sedang meniupkan api provokasi dengan jubah ilmu pengetahuan. Rakyat yang seharusnya diarahkan pada jalan konstitusi, justru didorong untuk percaya bahwa kekerasan adalah solusi.
 

 
Inilah bahaya justifikasi: ia mengubah tindak kriminal menjadi tampak heroik. Ia menjadikan perusakan dan penjarahan seolah-olah sah, karena dilakukan atas nama “rasa sakit hati rakyat”. 

Padahal, perasaan tidak pernah bisa menjadi dasar hukum. Bila setiap kekecewaan dibalas dengan anarki, maka yang runtuh bukan hanya rumah pejabat, tetapi juga kewibawaan negara.
 
Lebih jauh, legitimasi akademisi memperkuat provokasi di media sosial. Potongan pernyataan yang seolah ilmiah akan beredar luas, membenarkan amarah massa, dan mengajarkan publik bahwa jalan pintas lebih mulia daripada hukum. 

Jika hal ini dibiarkan, kampus akan kehilangan martabatnya. Akademisi bukan lagi penjaga akal sehat bangsa, melainkan corong anarki yang merusak sendi-sendi negara.
 
Membela rakyat tidak berarti menghalalkan kekerasan. Menjadi akademisi tidak berarti bebas menebar bensin ke atas api. Justru, di tengah gejolak, suara intelektual seharusnya menjadi rem, bukan pedal gas. Mereka yang memilih menjadi provokator dengan menyebut penjarahan “wajar” harus diingatkan: itu bukan keberpihakan pada rakyat, melainkan pengkhianatan pada ilmu pengetahuan dan pada bangsa.

*Penulis adalah penggiat literasi dari Republikein StudieClub

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya