SEBUAH karya film, David Mamet, bercerita tentang seekor Rusa Bambi yang sedang merumput dengan tenang, tiba-tiba setelah itu ia mendongak untuk melihat kaki Godzilla turun, meremukkannya rata (diatur ke akord terakhir dari “A Day in the Life" milik The Beatles).
Cuplikan di atas menggambarkan pertemuan AS dan Rusia di Alaska, belum lama ini. Prof John Mearsheimer, dari Universitas Chicago, menganggap Presiden Trump dalam kesulitan.
Pertemuan Alaska adalah "game changer". Kali ini Trump balik arah. Dia berkata "Kalau mau damai, Ukraina tak boleh gabung NATO."
Jika sesuatu merupakan pengubah permainan, hal tersebut memiliki efek yang besar dan penting pada sesuatu, biasanya membuat perbedaan antara satu hal yang terjadi dan hal lainnya.
Motto pertemuan dengan tema "Pursuing Peace", artinya "Mengejar Perdamaian" berarti secara aktif berupaya menciptakan dan memelihara hubungan yang harmonis serta ketenangan dalam hidup seseorang dan dengan orang lain
Hal ini melibatkan lebih dari sekadar ketiadaan konflik; hal ini membutuhkan upaya yang disengaja, termasuk mengupayakan semangat rekonsiliasi, mempraktekkan pengampunan, dan memilih kebaikan daripada perang. Keinginan Nato dan Ukraina adalah segera adanya "Gencatan Senjata" kini berubah menjadi "Perdamaian Permanen" sesuai yang diinginkan Rusia.
Diplomasi Amerika Mengakomodir Keinginan Rusia
Bahwa seruan Eropa untuk gencatan senjata di Ukraina bisa menjadi langkah strategis yang ditujukan kepada Rusia, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi para pembuat kebijakan AS. Komentar tersebut muncul sehari setelah perundingan antara Presiden Rusia dan AS di Alaska mengenai perang Ukraina.
Ekonom Amerika Jeffrey Sachs dari Universitas Columbia, mengecam Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, mempertanyakan otoritasnya setelah Kyiv menolak rencana perdamaian yang diusulkan Donald Trump. Sachs mengatakan perang bisa "segera berakhir" jika negosiasi dilanjutkan, dan menambahkan, "saya tidak melihat alasan bagi AS untuk memveto Zelensky”.
Siapakah dia? Apa yang diwakilinya? Rakyat Ukraina menginginkan perdamaian, itulah yang ditunjukkan oleh jajak pendapat Gallup terbaru.
Presiden AS Donald Trump menegaskan Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO sebagai bagian dari kesepakatan damai dengan Rusia. Hal ini disampaikan menjelang pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih, Senin, 18 Agustus 2025.
"Presiden Zelensky dapat segera mengakhiri perang dengan Rusia jika ia mau. Tidak akan ada masuk ke NATO oleh Ukraina. Beberapa hal tidak pernah berubah," tulis Trump di platform Truth Social, seperti dikutip BBC.
Trump juga menegaskan tidak ada jalan kembali terkait Krimea, wilayah yang dianeksasi Rusia pada 2014. Pernyataan ini muncul usai pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska, yang menghasilkan pembatalan tuntutan gencatan senjata dan dorongan untuk kesepakatan damai permanen.
Sementara itu, Zelensky menegaskan kembali perlunya jaminan keamanan dari sekutu. "Kami semua memiliki keinginan kuat untuk mengakhiri perang ini dengan cepat dan andal," ujarnya di media sosial, seraya menekankan bahwa Ukraina membutuhkan perlindungan yang efektif.
Utusan AS Steve Witkoff menyebut Rusia telah menyetujui kemungkinan pakta keamanan ala NATO bagi Ukraina.
"Kami berhasil memenangkan konsesi berikut: Amerika Serikat dapat menawarkan perlindungan ala Pasal 5," kata Witkoff kepada CNN.
Namun, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio meredam ekspektasi. "Kita masih jauh dari itu," ujarnya kepada CBS. Rubio juga menyebut anggapan bahwa Zelensky ditekan Trump untuk menerima kesepakatan damai adalah "narasi media yang bodoh".
Para pemimpin Eropa juga tiba di Washington untuk membahas masa depan Ukraina bersama Zelensky, termasuk Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, hingga Kanselir Jerman Friedrich Merz.
"Rencana kami adalah menyajikan front persatuan," kata Macron.
Meski begitu, perundingan berlangsung di tengah kemajuan pasukan Rusia yang kini menduduki hampir 20 persen wilayah Ukraina sejak invasi penuh pada 2022. Zelensky menegaskan konstitusi negaranya tidak memungkinkan penyerahan wilayah.
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan sekutu-sekutu Eropa untuk tidak begitu saja mempercayai Presiden Rusia Vladimir Putin. Macron menyebut Putin sebagai "predator dan raksasa yang ada di gerbang kita".
Pernyataan Macron ini, seperti dilansir AFP, Selasa, 19 Agustus 2025, disampaikan ketika Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tampaknya akan melakukan pertemuan puncak beberapa waktu ke depan, setelah pembicaraan antara Presiden Trump dan para pemimpin Eropa berlangsung pada Senin, 18 Agustus 2025 waktu setempat.
Pembicaraan yang melibatkan Trump, Zelensky dan tujuh pemimpin Eropa di Gedung Putih itu fokus membahas isu kunci mengenai jaminan keamanan jangka panjang untuk Kyiv.
Pembicaraan itu dilakukan setelah pertemuan puncak antara sang Presiden AS dan sang pemimpin Kremlin di Alaska pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Prof Jeffrey Sachs, melihat Rusia melakukan langkah bak papan catur sebagai sebuah strategi, sementara Amerika digambarkan sedang bermain kartu poker, sebuah permainan jangka pendek. Jika kalah, lanjut, penuh strategi yang ribet, dan suka menggertak. Bahkan jika dibandingkan China dengan play go. Papan strategik abstrak.
Selanjutnya Sachs, mempunyai pendapat yang hampir sama dengan John Mearsheimer, bahwa perang Ukraina dan Rusia sangat sulit untuk berdamai.
Bahwa jika perundingan gagal, maka menurut Sachs jam kiamat mendekati '89 detik' ke arah pukul 12 malam. Hal yang sama untuk Mearsheimer mengatakan perang nuklir semakin dekat.
Trump mengungkapkan alasan mau damaikan Rusia-Ukraina karena ingin masuk surga.
Sebelumnya First Lady, menitipkan surat kepada Putin, isinya untuk menghentikan perang, karena penderitaan anak2 karena dampak pertempuran. Bahwa sudah waktunya untuk memiliki titik temu sebagai 'orangtua'.
Trump resmi diundang ke Moskow dalam dua minggu ke depan. Menlu Rusia Lavrov mengatakan pembicaraan keamanan tanpa Rusia adalah sebuah utopia, “a road to nowhere".
*Penulis adalah Eksponen Gema 77/78