Berita

Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Rahmatika/Ist

Nusantara

Gapasdap:

Tak Benar Banyak Kapal Tua Beroperasi di Bawah Standar Keselamatan

RABU, 09 JULI 2025 | 22:00 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) membantah pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang menyebut banyak kapal tua beroperasi di bawah standar keselamatan. Pernyataan tersebut mencuat setelah insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.

“Kapal-kapal di Indonesia relatif masih cukup muda dibandingkan negara lain. Kapal yang paling tua rata-rata berusia antara 30 hingga 40 tahun dan semuanya memiliki standar kelayakan yang sama secara teknis,” kata Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Rahmatika dalam keterangan tertulisnya, Rabu 9 Juli 2025.

Menurut Rahmatika yang juga anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini, kapal-kapal di Tanah Air mengacu pada standar internasional (SOLAS) karena Indonesia telah meratifikasi aturan International Maritime Organization (IMO).


“Bisa dikatakan, kapal-kapal tersebut harus mengganti komponen konstruksi yang mengalami keausan sebesar 17 persen dengan konstruksi yang baru, sehingga setiap tahun kapal-kapal setelah menjalani pengedokan menjadi seperti baru kembali. Ini adalah aturan internasional secara teknis dan juga diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia,” kata Rahmatika.

Karena itulah, Rahmatika mendorong DPR RI ikut mendukung perbaikan angkutan penyeberangan, karena sangat strategis bagi negara kepulauan seperti Indonesia, bukan berspekulasi. Apalagi pemerintah tidak terlalu berpihak kepada pengusaha untuk bisa memberikan pelayanan terbaik.

Sebagai contoh, lanjut Rahmatika, kapal feri di Hong Kong–Kowloon yang beroperasi sejak 1888, kini berusia sekitar 137 tahun dan masih beroperasi. Di Kanada, kapal MV Chilcotin berusia hampir 100 tahun, beroperasi sejak 1927 hingga sekarang.

"Kapal-kapal di Indonesia yang masih relatif jauh lebih muda usianya dibandingkan negara lain, tetapi kapal-kapal tersebut tidak bisa melakukan peremajaan karena tarif yang berlaku tidak cukup untuk menutupi biaya operasional. Tarif yang berlaku saat ini masih di bawah standar yang dihitung oleh pemerintah," kata Rahmatika.

Rahmatika melanjutkan, tarif angkutan penyeberangan di Indonesia saat ini merupakan yang terendah di seluruh dunia, bahkan tarif kapal penumpang di Timor Leste lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Tarif penyeberangan di Indonesia saat ini rata-rata Rp1.033 per mil, sedangkan di Thailand Rp2.984 per mil, di Filipina Rp1.995 per mil, dan di Jepang untuk rute Kure–Hiroshima Rp14.135 per mil.

Rahmatika kembali menegaskan, jika ingin melakukan standarisasi keselamatan dan kenyamanan sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008, tentu tarifnya harus disesuaikan berdasarkan perhitungan dalam formulasi tarif yang ada.

"Besarannya saat ini masih di bawah 31,8 persen, sehingga tarif yang berlaku sekarang belum sesuai dengan perhitungan yang benar, masih kurang 31,8 persen. Akibatnya, pengusaha kesulitan menutupi biaya operasional dan banyak perusahaan yang bangkrut karena tarif di Indonesia tidak memadai," kata Rahmatika.

Demikian pula, KMP Tunu Pratama Jaya, menurut informasi, juga akan dijual sebelum tenggelam karena pengusahanya mengalami kesulitan dalam mengoperasikan kapal-kapalnya. Ini tentu sangat membahayakan transportasi penyeberangan dan pemerintah sudah seharusnya menerapkan tarif sesuai dengan perhitungan yang telah disepakati bersama antara pemerintah, YLKI, pengusaha, dan Kepelabuhanan ASDP.

Ditambahkan Rahmatika, hak angkutan penyeberangan saat ini juga belum terpenuhi dari sisi fasilitas pelabuhan, seperti minimnya jumlah infrastruktur dermaga sehingga kapal-kapal hanya bisa beroperasi 30 persen per bulan, kondisi dermaga yang tidak layak, bahkan masih ada dermaga LCM yang sebenarnya tidak layak untuk operasional kapal penyeberangan.

Kata Rahmatika, tidak bisa hanya operator saja yang disalahkan, apalagi dalam kasus tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya juga terdapat pengaruh dari cuaca.

“Jadi, pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR RI sangat prematur dan tidak berdasar," pungkas Rahmatika.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya