Indeks kerawanan pemilihan umum (pemilu) diperkirakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan berubah signifikan seiring model keserentakan pemilu yang dianulir Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan, indeks kerawanan yang sebelumnya disusun berdasarkan praktik keserentakan lima jenis pemilu, potensi tidak sama lagi mengingat pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah.
"Indeks kerawanannya akan lebih menarik. Kerawanannya pun akan menarik lagi," ujar Bagja kepada RMOL, Jumat, 4 Juli 2025.
Sebagai contoh, dia menyebutkan kerawanan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan berubah, karena dibarengi pelaksanaannya dengan pemilihan legislatif (pileg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
"Karena kalau di Pilkada misalnya meningkatkan pergerakan ASN dan kawan-kawannya. Kan (pemetaan kerawanan) ASN-nya akan berdasarkan lokal," tutur Bagja.
Oleh karena itu, lulusan sarjana hukum Universitas Indonesia itu meyakini peningkatan potensi pelanggaran akan lebih meningkat dengan perubahan model pemilu akibat Putusan MK Nokor 135/PUU-XXII/2025.
"Iya bakal berubah total indeks kerawanannya. Di Pilkada naik sepertinya, kemungkinan naik ada," demikian Anggota Bawaslu dua periode itu menambahkan.
Diketahui, MK memutuskan mulai 2029 keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota (pemilu daerah atau lokal).
Putusan tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 atas uji materil yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar Kamis 26 Juni 2025.
Dengan putusan itu, Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku. Penentuan keserentakan untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra.