Berita

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar/RMOL

Politik

Putusan MK Diharapkan jadi Solusi Perbaikan Demokrasi

RABU, 02 JULI 2025 | 17:46 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Putusan uji materiil Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan menjadi sebuah solusi yang komprehensif bagi perbaikan demokrasi di Indonesia.

Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Zainal Arifin Mochtar menjelaskan, kewenangan MK menguji UU terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memang selalu bersifat spesifik.

Sebagai contoh, dia mengulas Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menguji pasal keserentakan pemilu di UU Pemilu dan Pilkada dan isi amar putusannya memuat sejumlah persoalan.


"Jadi yang diuji ke MK itu soal keserentakan saja. Jadi memang jangan berharap ada banyak yang dijawab oleh MK, karena yang diuji pasal yang berkaitan dengan keserentak saja," ujar Zainal dalam diskusi daring Kementerian Dalam Negeri, dikutip dalam tayangan ulang Youtube pada Rabu, 2 Juli 2025.

Menurut sosok yang kerap disapa Uceng itu, dampak dari Putusan MK 135/2024 yang mengemuka belakangan ini sudah dipertimbangkan secara matang.

Sebab, dia menjelaskan, sifat dari pengujian UU oleh MK sering disebut sebagai positif legislasi, yang berarti hanya berfokus pada dalil-dalil permohonan Pemohon perkara, seperti dalam Putusan 135/2024 yang perkaranya dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Kalau kita lihat permohonannya itu argumentasinya ada 5 sebenarnya, dan ini yang dibahas oleh MK dalam Putusan 135," tuturnya.

Dengan begitu, Uceng menganggap wajar apabila muncul wacana mengenai dampak Putusan MK 135/2024, seperti soal kosongnya jabatan kepala daerah karena pelaksanaan pilkada dilakukan 2 atau 2,5 tahun setelah pelaksanaan pemilu nasional, atau praktisnya baru dilaksanakan pada tahun 2031.

Padahal, kontestasi pilkada terakhir adalah 2024 yang berarti masa jabatan terakhir dari para calon terpilih adalah tahun 2029. 

"Jadi Putusan (MK Nomor) 135 yang terdapat berbasis pada argumentasi Permohonan Pemohon, dan yang dia analisis yang berbasis pada Permohonan pemohon-pemohon saja," demikian pakar HTN dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menambahkan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya