Berita

Pakar hukum tata negara Refly Harun/Repro

Politik

Perusahaan Penambangan Pasir Laut Gagal Dapat Duit Gede Akibat Putusan MA

KAMIS, 26 JUNI 2025 | 00:10 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Puluhan perusahaan penambangan pasir laut dipastikan gigit jari menyusul dilarangnya ekspor pasir laut oleh Mahkamah Agung (MA).

Diketahui, MA mengabulkan gugatan Muhammad Taufiq terhadap Presiden Republik Indonesia terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, khususnya pasal yang mengatur kebijakan ekspor pasir laut.

Sebelumnya, di ujung kekuasaannya, Pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi resmi membuka kembali keran ekspor pasir laut seluas-luasnya setelah 20 tahun dilarang, melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 yang diteken Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.


"Banyak yang rebutan mengelola ekspor pasir laut karena uangnya aduhai," kata pakar hukum tata negara Refly Harun dalam kanal dalam kanal YouTube pribadinya, Rabu 25 Juni 2025.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dikutip pada Selasa 17 September 2024 menyebutkan, usai dibukanya keran ekspor secara resmi, sudah ada 66 perusahaaan yang mendaftar untuk mengeruk pasir pantai dan mengekspornya ke luar negeri. 

MA menyatakan PP Nomor 26 Tahun 2023 tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan).

Lewat putusan tersebut pemerintah tidak boleh lagi melakukan ekspor pasir laut. 

Taufiq selaku pemohon dalam perkara ini menyampaikan bahwa kebijakan ekspor pasir laut telah mengabaikan aspek lingkungan serta berpotensi merusak ekosistem laut Indonesia yang sangat rentan. 

Taufiq menilai keputusan ini sebagai kemenangan rakyat yang peduli terhadap kelestarian sumber daya alam Indonesia.

Putusan ini juga menjadi preseden penting dalam upaya pengawasan publik terhadap kebijakan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. 

Pemerintah diminta meninjau kembali kebijakan ekspor pasir laut dan memastikan bahwa segala bentuk pemanfaatan hasil laut dilakukan secara berkelanjutan serta sesuai dengan prinsip keadilan ekologis. 

Dengan putusan ini, MA kembali menegaskan peran lembaga yudikatif sebagai pengawal konstitusi dan pelindung hak-hak warga negara dalam menghadapi kebijakan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan umum.

“Menyatakan Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu pasal 56 UU Kelautan,” kata majelis hakim dalam salinan Putusan MA Nomor 5/P/HUM/2025 yang dikeluarkan pada Senin, 2 Juni 2025. "Dan karenanya tidak berlaku untuk umum." 

Majelis hakim kemudian memerintahkan termohon yaitu presiden untuk mencabut PP 26/2023. Dalam pertimbangan hakim, PP 26/2023 dibentuk tanpa dasar perintah undang-undang atau tidak diperintahkan secara eksplisit oleh undang-undang. "PP itu dibentuk atas dasar keperluan sesuai dengan kebutuhan yang timbul dalam praktik," tulis putusan itu.

Majelis hakim menyatakan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut perlu dilakukan untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Salah satu upaya pelestarian lingkungan laut tersebut dilakukan dengan pengendalian proses-proses alamiah berupa pengelolaan hasil sedimentasi laut.

Ekspor pasir laut diketahui sudah dilarang Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.

Megawati melarang ekspor pasir laut demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil.

        




Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya