Berita

DPO KPK Paulus Tannos/Istimewa

Hukum

Sidang Ekstradisi Paulus Tannos di Pengadilan Singapura Ternyata Belum Tuntas

RABU, 25 JUNI 2025 | 19:19 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Sidang atau committal hearing ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el), Paulus Tannos selaku Direktur Utama (Dirut) PT Sandipala Arthaputra ternyata belum selesai, dan akan dilanjutkan pada awal Agustus 2025.

Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo mengatakan, tiga hari belakangan ini pada Senin, 23 Juni 2025 hingga Rabu, 25 Juni 2025, persidangan belum tuntas karena baru membahas keberatan dari pihak Paulus karena masih menolak untuk diekstradisi.

"Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan, termasuk soal perjanjian ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura," kata pria yang akrab disapa Tommy itu kepada wartawan, Rabu, 25 Juni 2025.


Setelah tiga hari sidang ini kata Tommy, Hakim Pengadilan Singapura akan melanjutkan sidang pada 7 Agustus 2025 untuk mendengarkan saksi yang diajukan pihak Paulus.

"Pihak pengacara PT akan mengajukan saksi yang memperkuat keberatan mereka dan sidang akan dilanjutkan tanggal 7 Agustus dan hakim meminta nama-nama saksi yang akan diajukan oleh PT," terang Tommy.

Permintaan ekstradisi merupakan tindak lanjut atas permintaan penahanan sementara atau provisional arrest (PA) yang sebelumnya disampaikan Polri atas nama pemerintah RI melalui Interpol channel pada 18 Desember 2018.

Pengajuan permintaan ekstradisi Paulus Tannos kepada pemerintah Singapura diterima Kemenkum selaku otoritas pusat dari Kepala Divisi Hubungan Internasional, Polri melalui surat R/863/XII/HUM.4.4.9./Divhubinter tanggal 18 Desember 2024. Pengajuan tersebut disampaikan Polri atas dasar permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan melalui surat Pimpinan KPK nomor R/427/Dik.01.00/20-23/11/2024 tanggal 20 November 2024.

Atas permintaan PA tersebut, pada 17 Januari 2025 sekitar pukul 14.30 waktu Singapura, Paulus Tannos ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai competent authority dalam penanganan tindak pidana korupsi di Singapura. Sampai saat ini Paulus Tannos berada dalam tahanan di Changi Prison.

Permintaan ekstradisi Paulus Tannos kepada pemerintah Singapura selanjutnya disampaikan secara resmi pemerintah RI pada 22 Februari 2025, dan telah secara resmi diterima pemerintah Singapura pada 24 Februari 2025.

Pada perkembangannya, pada 18 Maret 2025, Minister for Law Singapura mengeluarkan notifikasi kepada Magistrate terkait permintaan ekstradisi Paulus Tannos dari pemerintah RI tersebut.

Berdasarkan koordinasi dan komunikasi dengan AGC Singapura, berdasarkan hukum yang berlaku di Singapura, Paulus Tannos memiliki hak untuk mengajukan baik kembali kepada Pengadilan Singapura, sepanjang Paulus Tannos memiliki alasan dan bukti lain yang dapat mendukung pengajuan bail tersebut.

Setelah committal hearing diselenggarakan pada 23-25 Juni 2025, Pengadilan Singapura akan memutuskan diterima atau ditolaknya permintaan ekstradisi Paulus Tannos yang disampaikan pemerintah RI. Baik Paulus Tannos maupun pemerintah Singapura memiliki hak untuk mengajukan banding sebanyak satu kali jika keberatan dengan putusan pengadilan dimaksud.

Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 lalu bersama 3 orang lainnya, yakni Miryam S. Haryani selaku anggota DPR periode 2009-2014, Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik.

Pada 13 November 2017 lalu, Miryam telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus yang berbeda, yakni kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi KTP-el.

Sementara itu, untuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya masing-masing divonis penjara 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 31 Oktober 2022.

Dalam kasus korupsi KTP-el, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar, Miryam Haryani diduga diperkaya sebesar 1,2 juta Dolar AS, manajemen bersama konsorsium PNRI diduga diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diduga diperkaya sebesar Rp107,71 miliar, serta Husni Fahmi diduga diperkaya sebesar 20 ribu Dolar AS dan Rp10 juta.

Dalam perkembangan perkaranya, KPK telah mencegah Miryam agar tidak bepergian ke luar negeri selama 6 bulan pertama sejak 9 Februari 2025.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya