Berita

Ilustrasi/Ist

Bisnis

Pemerintah Perlu Buat Skala Prioritas di Tengah Defisit APBN

SENIN, 23 JUNI 2025 | 18:50 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Ekonom Pusat Kajian Keuangan, Ekonomi dan Pembangunan Universitas Binawan, Farouk Abdullah Alwyni, menyebut defisit APBN sebesar 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau defisit Rp21 triliun sampai Mei 2025 relatif masih aman. 

Defisit ini masih jauh dari target yang ditetapkan dalam UU  APBN, yakni sebesar Rp616.2 triliun atau 2,53 persen terhadap PDB. Negara-negara maju umumnya, seperti di Uni Eropa misalnya, menggunakan ambang batas 3 persen dari PDB untuk batas maksimum defisit Anggaran. 

Meski begitu Farouk mengingatkan bawah batas 3 persen bukanlah aturan yang baku, batas yang dapat diterima akan tergantung dari beberapa faktor di antaranya situasi ekonomi sebuah negara, level hutangnya, kondisi-kondisi khusus sebuah negara seperti bencana alam, krisis ekonomi dan pertimbangan politik.


"Walaupun kondisi yang ada sekarang masih relatif aman, tetapi pemerintah tetap tidak bisa 'complancent' mempertimbangkan kondisi 'geo-political economy' yang ada sekarang ini. 

Pemerintah perlu berupaya agar defisit bisa terkendali dengan cara menerapkan disiplin fiskal dan memastikan prioritas pengeluaran di sektor-sektor yang memiliki dampak pembangunan yang signifikan. Pemerintah perlu mengedepankan program yang berperan untuk pengentasan kemiskinan serta peningkatan dan penguatan kelas menengah. 

Dan dalam waktu yang sama memangkas pemborosan-pemborosan di birokrasi pemerintahan," ujar Mantan Pejabat Senior Islamic Development Bank ini.

Ekonom jebolan New York University ini khawatir defisit yang tidak terkendali dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk pemerintah dan konsekuensi lanjutannya adalah membuat biaya pinjaman menjadi semakin mahal untuk baik bagi bisnis maupun individu.

"Dampak lain dari defisit yang yang tinggi adalah terjadinya inflasi jika pemerintah melakukan cetak uang dalam meng-'cover' gap antara pengeluaran dan pendapatan.  

Terakhir, defisit yang diluar batas aman dapat memaksa pemerintah untuk terus berhutang yang akibatnya adalah menciptakan level utang publik yang tidak 'sustainable', yang berpotensi membahayakan stabilitas ekonomi jangka panjang, yang tentunya akan berimplikasi tidak baik bagi masyarakat kebanyakan," tegas mantan Direksi Bank Muamalat ini.  

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya