SEPASANG muda-mudi dikabarkan tertangkap kamera sedang duduk berpakuan di Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lewat tengah malam. Hal itu terjadi setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuka taman itu selama 24 jam.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta resmi membuka lima taman selama 24 jam pada Jumat 16 Mei 2025. Lima taman itu adalah Taman Menteng, Taman Lapangan Banteng, Taman Langsat, Taman Ayodya, dan Taman Literasi Martha Tiahahu. Sayangnya, ada saja pihak yang menyalahgunakan kebijakan tersebut.
Pemberitaan tersebut memunculkan persepsi publik yang mengesankan seolah-olah kebijakan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang membuka sejumlah taman kota selama 24 jam telah disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.
Padahal, kebijakan ini bertujuan mulia, yakni mendorong interaksi sosial, mendukung aktivitas kreatif, serta menyediakan ruang publik yang sehat dan positif bagi warga Jakarta.
Demi mengetahui kebenaran dari pemberitaan tersebut, pada Jumat malam, 13 Juni 2025 sekitar pukul 21.30 WIB saya langsung mendatangi Taman Langsat.
Saya masuk melalui pintu samping dekat musala. Saya melihat banyak kendaraan, baik mobil maupun motor yang terparkir rapi di sekitar taman.
Suasana taman pada malam itu cukup ramai. Banyak warga yang menikmati keindahan malam di bawah rindangnya pepohonan dan kehadiran danau kecil yang mempercantik lanskap Taman Langsat.
Di lokasi saya melihat kehadiran banyak personel Satpol PP. Di sana juga terlihat hadir Kasatpol PP DKI Jakarta Rizki Adhari Jusal, Kasatpol PP Jakarta Selatan Nanto Dwi Subekti serta sejumlah personel dari kepolisian setempat.
Mereka sedang melakukan monitoring langsung untuk memastikan bahwa kebijakan Pemprov DKI Jakarta berjalan sesuai dengan tujuannya.
Setelah berbincang sejenak mengenai pemberitaan yang beredar, saya mendatangi lokasi yang disebut-sebut sebagai tempat mesum -- yakni spot lokasi sepasang muda-mudi tertangkap kamera sedang duduk berpakuan di Taman Langsat.
Hasil pengamatan saya menunjukkan bahwa lokasi tersebut berada tepat di bawah lampu taman yang terang dan persis menghadap ke Jalan Barito II, Blok M. Penerangan di area tersebut cukup memadai dengan jajaran lampu yang menyala terang.
Dengan pencahayaan seterang itu dan letaknya yang terbuka, menurut analisis logis saya, sangat kecil kemungkinan ada yang nekat melakukan tindakan asusila di sana. Apalagi pada malam hari ketika lalu lintas di sekitar Barito II masih cukup aktif. Fakta ini menimbulkan dugaan bahwa informasi yang beredar tidak disampaikan secara utuh.
Saya telusuri lebih lanjut dan menemukan bahwa pemberitaan awal berasal dari satu media online yang tampaknya memang sedang memberi perhatian khusus pada kebijakan taman 24 jam ini.
Foto yang menampilkan sepasang pria dan wanita di Taman Langsat disebut diambil pada Selasa 10 Juni 2025. Foto ini kemudian menyebar luas dan mungkin dijadikan dasar pemberitaan oleh media lain, bahkan muncul pula dalam sejumlah konten YouTube pada 12 dan 13 Juni 2025.
Atas dasar itu, saya menduga terdapat unsur politis di balik isu ini.
Beberapa akun YouTube mempublikasikan judul-judul mencolok seperti, ‘Dedi Mulyadi Sudah Mengingatkan! Buka 24 Jam, Taman Langsat di DKI Jakarta Jadi Tempat Mesum Para Remaja’ dan ‘Taman Langsat Mesum?! | Gubernur Jakarta Diminta Bertindak!’
Apabila dugaan politisasi terhadap tuduhan praktik asusila di Taman Langsat benar terjadi, maka hal ini berpotensi besar merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat Jakarta secara keseluruhan.
Meski bisa menjadi masukan positif bagi Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakannya, informasi semacam ini tetap harus dikaji dengan prinsip jurnalistik yang berimbang.
Dalam hal ini, asas praduga tak bersalah serta prinsip
cover both sides (menghadirkan semua sisi cerita) menjadi penting agar tidak timbul kesimpulan prematur yang dapat merugikan kebijakan publik yang progresif.
Lebih jauh, perlu diwaspadai bahwa pemberitaan seperti ini bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk membentuk opini negatif di masyarakat dan mendiskreditkan Gubernur DKI Pramono Anung.
Padahal, pembukaan taman selama 24 jam merupakan bagian dari kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam menyediakan ruang terbuka hijau yang inklusif, aman, dan mendukung aktivitas produktif warga ibu kota.
Perlu dipahami bahwa jika benar terjadi tindakan asusila di ruang publik seperti taman, maka hal tersebut merupakan pelanggaran hukum yang masuk ke dalam kategori tindak pidana.
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, perbuatan asusila di tempat umum dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 281 KUHP serta Pasal 406 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Selain itu, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi juga dapat diberlakukan, tergantung pada unsur perbuatan dan buktinya.
Oleh karena itu, apabila ada masyarakat yang melihat atau mengetahui adanya tindakan asusila di taman, maka menjadi kewajiban moral dan hukum sebagai warga negara yang baik untuk segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian.
Jika kita menyebarluaskan isu tanpa disertai bukti yang kuat dan tanpa membuat laporan resmi kepada pihak kepolisian maka justru berpotensi merugikan banyak pihak. Tindakan tersebut dapat mencemarkan nama baik ruang publik serta menimbulkan stigma negatif terhadap masyarakat yang menggunakan taman secara sehat, aman, dan bertanggung jawab.
Karena itu, dugaan bahwa Taman Langsat telah berubah menjadi tempat mesum perlu diuji secara kritis, objektif, dan bebas dari emosi.
Tanpa adanya laporan resmi maupun fakta yang dapat diverifikasi secara sah, tuduhan semacam itu justru berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap kebijakan yang sebenarnya ditujukan untuk kepentingan bersama.
Mari kita jaga ruang publik seperti Taman Langsat agar tetap menjadi tempat yang nyaman, bersih, dan aman bagi semua kalangan.
Dalam konteks ini, kolaborasi antara masyarakat, Satpol PP, Dinas Pertamanan dan Kehutanan serta aparat kepolisian merupakan kunci dalam menjaga moralitas, ketertiban, dan keamanan taman kota.
Namun, jangan sampai ada tuduhan yang dilontarkan tanpa bukti dan tanpa laporan resmi kepada pihak kepolisian.
Jika memang terjadi pelanggaran hukum, khususnya tindakan asusila di taman yang dibuka 24 jam di Jakarta, segera laporkan kepada aparat yang berwenang dan pihak terkait, Satpol PP dan lainnya.
Menjaga ruang publik adalah tanggung jawab kita bersama, bukan semata-mata urusan pemerintah.
Di sisi lain, saya meyakini bahwa Pemprov DKI Jakarta -- dalam hal ini Gubernur DKI Pramono Anung -- juga terbuka dan akan senang menerima kritik dari masyarakat Jakarta.
Sebab, pada dasarnya kritik adalah “vitamin” untuk mengoreksi dan memperbaiki kebijakan yang perlu disempurnakan. Namun, tentu saja kritik harus disampaikan secara proporsional, rasional, dan disertai solusi yang konstruktif demi kebaikan pemerintah dan masyarakat Jakarta.
Penulis adalah Ketua Umum Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru