Perlu dibedakan antara kasino yang menyasar kalangan atas dengan judi online ilegal yang banyak menyasar masyarakat menengah bawah.
Begitu dikatakan pengamat ekonomi nasional Benny Batara, terkait wacana legalisasi kasino di Indonesia.
"Kalau kita legalkan kasino, itu beda dengan judi online seperti yang marak di Kamboja," ujar Benni dalam keterangan tertulis, Kamis 12 Juni 2025.
"Judi online bisa diakses siapapun dengan handphone—tukang ojek, tukang sayur, semua bisa ikut. Tapi kasino itu fisik. Harus beli tiket pesawat, sewa kamar hotel. Artinya, segmen pasarnya jelas," imbuhnya.
Dia menyebut bahwa legalisasi kasino secara strategis bisa memberi pemasukan besar ke negara dan mengalihkan aliran uang yang selama ini bocor ke luar negeri.
“Kalau judi itu legal, duit masuk ke kas negara lewat Direktorat Jenderal Pajak. Kalau ilegal, duit masuk ke oknum aparat. Pilihannya, kita mau perkaya siapa hari ini?” tegasnya.
Bennix mencontohkan Singapura yang hanya berpenduduk sekitar 6 juta orang, namun berhasil mencetak pendapatan hingga Rp109 triliun dari dua kasino ternama Marina Bay Sands dan Resorts World Sentosa.
Ia juga menyoroti bahwa kalangan atas berjudi bukan untuk menjadi kaya, tetapi sebagai bentuk hiburan berisiko tinggi. Hal ini berbeda dengan motif masyarakat bawah yang berjudi karena ingin cepat kaya.
“Mereka tahu mereka bisa rugi miliaran, dan mereka datang dengan target kerugian itu. Tapi itu hiburan buat mereka. Mereka gak ngopi di pinggir jalan. Bukan ke Dufan. Mereka cari sensasi yang beda,” ujar Bennix.
Menurutnya, selama Indonesia tidak mampu menyediakan sarana hiburan semacam itu, maka uang akan terus mengalir ke luar negeri.
Bahkan ia menyebut Indonesia kehilangan potensi ratusan triliun rupiah tiap tahun karena tak mengelola potensi industri kasino secara sah.
“Selama 10 tahun ini, sudah lebih dari 1.000 triliun rupiah uang orang Indonesia terbang ke luar negeri buat judi,” pungkasnya.