Ekspor China ke Amerika Serikat tercatat anjlok 34,5 persen secara tahunan (yoy) pada Mei 2025.
Ini menjadi penurunan paling tajam dalam lima tahun terakhir imbas memburuknya ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Dikutip dari Reuters, Senin 9 Juni 2025, angka ini melanjutkan tren pelemahan setelah pada April 2025 ekspor China ke AS juga merosot 21 persen.
"Kemungkinan besar data bulan Mei terus terbebani oleh periode tarif puncak," kata kepala ekonom untuk China Raya di ING, Lynn Song.
Meski ekspor ke Negeri Paman Sam melemah, Negeri Tirai Bambu masih mencatat pertumbuhan ekspor secara keseluruhan sebesar 4,8 persen pada Mei 2025.
Hal ini ditopang peningkatan pengiriman ke kawasan lain, terutama ASEAN yang melonjak 15 persen, Uni Eropa 12 persen, dan Afrika 33 persen.
Sementara itu, impor China ikut mengalami penurunan 3,4 persen, sehingga surplus perdagangan negeri tersebut melebar menjadi 103,2 miliar Dolar AS, melampaui proyeksi ekonom yang memperkirakan surplus di angka 101,3 miliar Dolar AS.
Di tengah dinamika ini, Beijing dan Washington dijadwalkan kembali duduk bersama dalam putaran kedua pembicaraan perdagangan di London, Inggris.
Agenda utama dalam pertemuan tersebut adalah kebijakan pembatasan ekspor mineral langka yang diberlakukan China.
Pada pertemuan pertama yang digelar di Jenewa bulan lalu, kedua negara sepakat untuk meredakan ketegangan dagang dengan memangkas tarif selama 90 hari. AS sepakat menurunkan tarif dari 145 persen menjadi 30 persen, sementara China menurunkan bea masuknya dari 125 persen menjadi 10 persen.
Namun, tensi kembali meningkat setelah AS mengecam kebijakan pembatasan ekspor tanah jarang yang diberlakukan China.
Mineral tersebut menjadi komponen krusial dalam industri teknologi tinggi, dan pembatasan dari Beijing disebut-sebut sebagai respons atas tarif tinggi yang sebelumnya diberlakukan AS.