Berita

Representative Image/Net

Dunia

Tambang China Diduga Menyebar Racun di Serbia dan Tajikistan

MINGGU, 08 JUNI 2025 | 08:44 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Warga desa di dekat lokasi tambang yang dioperasikan oleh perusahaan tambang raksasa asal China, Zijin Mining Group, menyuarakan keprihatinan mendalam tentang dampak lingkungan yang mereka hadapi sehari-hari. 

Dari Bor di Serbia timur hingga Panjakent di Tajikistan barat, cerita mereka senada yakni udara penuh polusi, lahan pertanian rusak, dan relokasi yang tak kunjung datang.

Zijin, yang mengoperasikan tambang tembaga di Serbia dan tambang emas di Tajikistan, dituding mencemari udara dan merusak ekosistem sekitar. 


Namun perusahaan membantah tuduhan tersebut, dan mengklaim telah berinvestasi ratusan juta dolar untuk perbaikan lingkungan.

"Bau itu menusuk hidung Anda, membuat Anda pusing. Itu racun," kata Asadulo Rahmonov, warga Khumgaron, Tajikistan, seperti dimuat RFE/RL pada Minggu, 8 Juni 2025. 

"Persik tidak tumbuh. Bunga mentimun rontok. Sungainya beracun. Zijin mungkin bawa uang, tapi kami yang bayar harganya dengan tanah, udara, dan hidup kami," tambahnya.

Ia menambahkan bahwa sungai dan udara di desanya kini tak lagi layak untuk mendukung kehidupan.

Di Krivelj, Serbia, Milos Bozic mengeluhkan bahwa lahan pertaniannya kini tidak lagi produktif. 

"Dengan debu ini, mustahil untuk menanam sesuatu yang sehat," ujarnya.

Zijin mengambil alih tambang negara di Serbia pada 2018, lalu membuka tambang Cukaru Peki sepenuhnya milik China pada 2021. 

Meski perusahaan menyebut telah mengucurkan lebih dari 250 juta dolar AS untuk pengurangan emisi seperti sulfur dioksida, warga dan para ahli menyebut polusi masih parah.

"Partikel PM dan arsenik masih ada. Orang-orang di Bor menghirupnya setiap hari," kata Snezana Serbula, profesor di Fakultas Teknik Bor.

Sejumlah warga menyatakan keengganan mereka untuk menjual rumah atau tanah kepada perusahaan. 

"Menjual properti saya? Apa yang seharusnya saya lakukan, menjual harga diri saya?" ungkap Dragoslav Stanculovic, kepala dewan lokal Ostrelj, Serbia.

Pemerintah Serbia sendiri tetap memuji kehadiran investasi China, terutama dari Zijin, sebagai pendorong utama ekspor negara yang menembus lebih dari 1 miliar dolar AS pada 2024. 

Namun bagi warga seperti Vlada, yang tinggal di Bor, hal itu tak sebanding dengan penderitaan sehari-hari. 

"Apa gunanya uang jika Anda kehilangan kesehatan?" tanyanya.

Di Tajikistan, situasi tak jauh berbeda. Penduduk di sekitar tambang emas Zarafshon, yang 70 persen sahamnya dikuasai Zijin, juga mengeluhkan polusi berat dan intimidasi terhadap aktivis. 

"Di pagi hari, asap tebal menutupi desa. Anda tidak bisa bernapas," kata Abutolib Mukhtorov dari desa Shing.

Sementara itu, Firuza Kahorova, seorang perempuan yang ikut demonstrasi di Panjakent pada 2023, menceritakan pengalamannya saat ditahan

"Kami bertanya kejahatan apa yang kami lakukan. Mereka mengejek kami. Ketika saya pingsan, mereka berkata, Jangan beri dia air; beri dia tanah," ujarnya.

Zijin bersikukuh bahwa semua kegiatan mereka mematuhi hukum yang berlaku dan menyatakan komitmennya untuk tetap beroperasi di Tajikistan selama dua dekade mendatang.

Di Serbia, perusahaan itu juga menyebut sedang mengembangkan tambang hijau pertama di negara tersebut.

Namun warga tetap skeptis. Miodrag Zivkovic, yang kehilangan lahan pertaniannya, mengaku hanya bisa bertahan dengan uang pensiun. 

"Sekarang saya hidup dengan uang pensiun sebesar 200 euro. Anda yang tahu caranya," kata dia.

Di balik statistik pertumbuhan dan laporan keuntungan, suara-suara dari desa-desa di Serbia dan Tajikistan memberikan gambaran suram tentang dampak lingkungan dari investasi besar, terutama ketika mereka merasa ditinggalkan oleh negara mereka sendiri.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya