Ilustrasi/Ist
Ilustrasi/Ist
BELUM lama ini, Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei yang memuat satu pertanyaan kontroversial: “Apakah Anda percaya Jokowi memalsukan ijazah?” Pilihan jawabannya: "sangat percaya” atau “tidak percaya sama sekali.” Format seperti ini mengundang kecurigaan apakah survei ini benar-benar bertujuan untuk menangkap opini publik secara objektif, atau justru menggiring opini ke arah tertentu?
Secara logika maupun akademik, pertanyaan tersebut bermasalah. Yang dipersoalkan publik bukan soal Jokowi memalsukan ijazah, tetapi soal keaslian ijazah itu sendiri, apakah ijazah yang diajukan sebagai syarat pencalonan benar-benar sah atau tidak. Kalimat “memalsukan ijazah” menyiratkan tindakan aktif dari subjek (Jokowi), sementara “ijazah palsu” berfokus pada objek yang dari awal tidak valid, tanpa menuding siapa pelakunya. Dua hal ini berbeda secara semantik maupun yuridis.
Survei yang mencampuradukkan konsep ini bisa menyesatkan dan memperkeruh pemahaman publik. Alih-alih menjernihkan wacana, survei semacam ini justru memperkuat krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga survei yang selama ini dianggap dekat dengan kekuasaan.
Populer
Senin, 01 Desember 2025 | 02:29
Minggu, 30 November 2025 | 02:12
Jumat, 28 November 2025 | 00:32
Kamis, 27 November 2025 | 05:59
Jumat, 28 November 2025 | 02:08
Jumat, 28 November 2025 | 04:14
Kamis, 27 November 2025 | 03:45
UPDATE
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08
Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57
Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48
Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39