Ribuan guru honorer di Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengancam akan melakukan mogok mengajar selama satu bulan penuh. Ancaman ini bukan gertakan kosong, melainkan bentuk perlawanan atas ketidakjelasan status kepegawaian dan pengabaian hak-hak dasar mereka oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
Ketua Forum Guru Honorer KBB, Ahmad Jafar menyatakan, aksi mogok besar-besaran itu akan digelar jika Pemkab tidak kunjung memberikan kepastian terhadap nasib mereka yang telah bertahun-tahun mengabdi tanpa kepastian status dan upah layak.
Dalam audiensi bersama Wakil Ketua DPRD KBB, Dadan Supardan, pada Senin, 26 Mei 2025 lalu, Ketua Forum Guru Honorer KBB, Ahmad Jafar menyuarakan keluh kesah para guru dan tenaga kependidikan (tendik) kategori R2 dan R3.
Mereka adalah peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 1 tahun 2024 dan tahap 2 tahun 2025 yang hingga kini belum mendapatkan SK pengangkatan resmi.
"Padahal secara aturan, mereka telah memenuhi syarat untuk diangkat sebagai PPPK paruh waktu sebagaimana diatur dalam KepmenpanRB No. 16 Tahun 2025," kata Ahmad saat kembali dihubungi
RMOLJabar, Senin, 2 Juni 2025.
Menurutnya, guru honorer berhak mendapatkan status yang jelas serta penghasilan setidaknya setara Upah Minimum Kabupaten (UMK). Jika tak kunjung ada kejelasan, mogok mengajar akan menjadi langkah terakhir.
"Jika tidak ada kepastian dalam waktu dekat, kami akan mogok mengajar selama sebulan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan," ujarnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan adanya dugaan intimidasi terhadap sejumlah guru honorer oleh oknum pejabat sekolah ketika hendak menyampaikan aspirasi. Ia menyebut tindakan semacam ini mencederai dunia pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan.
"Pemerintah seharusnya menunjukkan integritas, bukan bersikap represif. Dunia pendidikan bukan tempat bagi praktik intimidasi," singgungnya.
Forum Guru Honorer KBB juga mendesak agar Pemkab segera menyusun regulasi, baik berupa peraturan bupati (perbup) maupun peraturan daerah (perda), yang mengatur standar penggajian guru honorer secara adil. Langkah ini dinilai penting untuk menghindari kesenjangan penghasilan antarsekolah maupun antarjenjang pendidikan.
Kegelisahan para guru honorer semakin terasa menjelang tahun ajaran baru pada Juli 2025. Mereka berharap ada langkah konkret dari pemerintah daerah agar proses belajar mengajar tidak terganggu akibat aksi mogok massal.
Menanggapi kegelisahan itu, Wakil Ketua DPRD KBB, Dadan Supardan menyatakan, komitmennya untuk memperjuangkan anggaran khusus bagi para guru honorer.
"Kami akan segera mengusulkan penganggaran gaji bagi 2.300 guru honorer melalui surat resmi kepada Bupati. Gajinya setara UMK KBB yaitu sekitar Rp3,3 juta per bulan. Total kebutuhannya sekitar Rp80 miliar per tahun," beber Dadan.
Dadan menilai, dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) KBB yang mencapai Rp3,3 triliun, alokasi untuk kesejahteraan guru honorer bukanlah hal yang mustahil.
"Tahun 2025 adalah kesempatan terakhir menyelesaikan masalah honorer. Kalau tidak tuntas, jangan salahkan DPRD," tegasnya.
Namun, hingga berita ini diunggah, Dinas Pendidikan (Disdik) KBB masih memilih bungkam. Upaya konfirmasi yang dilakukan
RMOLJabar tidak membuahkan hasil. Telepon dan pesan yang dikirim tak mendapat respons.
Kebisuan Kadisdik KBB, Asep Dendih, di tengah gelombang kekecewaan guru honorer kini menjadi bom waktu yang siap meledak. Jika tak ada langkah cepat dan tegas, ancaman mogok bisa berubah menjadi krisis pendidikan massal di wilayah yang masih bergelut dengan ketimpangan distribusi guru dan fasilitas pendidikan ini.