Berita

Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Ronald Loblobly, didampingi Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, dan Carrel Ticualu dari Peradi Pergerakan, usai diperiksa Inspektur Jamwas di Jakarta, Senin 26 Mei 2025/Istimewa

Hukum

Kasus Suap Zarof Ricar

Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi Beberkan Empat Fakta Dugaan Keterlibatan Jampidsus

SENIN, 26 MEI 2025 | 19:58 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi meminta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk mendalami empat fakta penting bukti dugaan unprofessional conduct dan/atau penyalahgunaan kewenangan dan/atau merintangi penyidikan (obstruction of justice), yang diduga dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah dalam penanganan penyidikan kasus korupsi Zarof Ricar. 

Sebab hingga kini, tidak pernah dilakukan penggeledahan terhadap rumah dan kantor pihak penyuap usai Zarof Ricar memberi pengakuan di hadapan penyidik telah menerima suap sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari pemilik Sugar Group Companies, Purwati Lee, sejak 26 Oktober 2024. 

Setelah dikritisi, enam bulan kemudian baru penyidik melakukan pemanggilan terhadap Purwati Lee selaku Vice President PT Sweet Indolampung (SIL) pada 23 April 2025, dan Gunawan Yusuf selaku Direktur Utama PT Sweet Indolampung pada 24 April 2025. Pengakuan telah menerima uang suap itu diulang kembali oleh Zarof Ricar di muka persidangan pada 7 Mei 2025. 


Menurut Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Ronald Loblobly, terdapat meeting of minds antara Zarof Ricar sebagai perantara hakim agung penerima suap, dengan Sugar Group selaku pemberi suap yang ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni Corporation di tingkat Kasasi dan PK.

“Atas ditemukannya barang bukti uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram, alih-alih memerintahkan penyidik mendalami, kepada pers Jampidsus Febrie Adriansyah malah berdalih, 'penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A'. Sebuah argumen yang tidak logis, sekaligus mencurigakan," ujar Ronald Loblobly, usai diperiksa Inspektur Jamwas di Jakarta, Senin 26 Mei 2025.

"Ini fakta pertama yang mengindikasikan dalam kasus korupsi Zarof Ricar sejak awal terjadi penyalahgunaan kewenangan dan/atau merintangi penyidikan yang justru dilakukan oleh Febrie Adriansyah selaku penanggung jawab penyidikan dan penuntutan pada Jampidsus Kejagung,” sambungnya

Ronald bertemu Inspektur Jamwas dengan didampingi Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso; Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus; dan Carrel Ticualu dari Peradi Pergerakan.

Fakta penting kedua, lanjut Ronald Loblobly, terkait temuan barang bukti uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, di mana Zarof Ricar hanya dikenakan pasal gratifikasi dan bukan pasal suap, sebagaimana tertuang dalam dalam Surat Dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin, 10 Februari 2025. 

Menurut Ronald, itu merupakan strategi penyimpangan penegakan hukum, sekaligus modus untuk merintangi penyidikan yang dikualifikasi melanggar Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER–014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa jo  pasal 3 huruf b, pasal 4 huruf d, pasal 7 ayat 1 huruf f Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER–014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa, pasal 2 huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 4 Tahun 2024, poin 15 pasal 10 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 dan/atau  Pasal 421 KUHP dan/atau Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
“Selaku penanggung jawab di bidang penyidikan dan penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Jampidsus Febrie Adriansyah seharusnya memerintahkan JPU M. Nurachman Adikusumo untuk melekatkan pasal suap terhadap terdakwa Zarof Ricar," timpal Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW.

"Tidak dilekatkannya pasal suap dalam surat dakwaan Zarof Ricar dengan dalih apapun dapat dipandang sebagai bentuk kejahatan serius yang diduga memiliki motif dan mens rea  untuk ‘mengamankan’ pemberi suap, termasuk Sugar Group Companies dan melindungi hakim pemutus perkara, yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut, sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan. Sekaligus, diduga untuk kepentingan menyandera Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto, yang diduga sebagai salah seorang hakim agung yang menerima suap, dengan maksud agar dapat dikendalikan untuk mengamankan tuntutan kasus-kasus korupsi tertentu yang kontroversial,” paparnya.

Menurut Sugeng, dalam dakwaan JPU mencantumkan temuan mengenai bukti berupa uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, serta catatan tertulis antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur: 1466/Pid.2024”, 
“Pak Kuatkan PN” dan “Perkara Sugar Group Rp200 miliar”. 

"Seharusnya, bukan gratifikasi melainkan pasal suap. Apalagi diksi yang digunakan jaksa dalam dakwaannya menyebutkan 'pegawai negeri', 'jabatan', 'mempengaruhi putusan', 'mempengaruhi hakim'. Terdakwa Zarof Ricar lebih tepat diposisikan sebagai Gate Keeper atau penyimpan uang suap, bukan sebagai penerima akhir dari uang tunai sebesar Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas tersebut,” jelas Sugeng.

Hal ini diperlukan, agar dapat diketahui bagaimana peran terdakwa Zarof Ricar dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan. Apakah sebagai pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger), atau hanya sebagai pembantu (medeplichtige). 

“Seluruh dakwaan harus dirumuskan secara jelas agar terhindar dari terjadinya kekaburan (obscuur libel). Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 pada bab IV halaman 3 dan Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-845/F/Fjp/05/2018 tertanggal 24 Mei 2018 poin 7 halaman 16,” tambah Sugeng.

Fakta penting ketiga, kesaksian Ronny Bara Pratama, anak Zarof Ricar di muka persidangan pada Senin, 28 April 2025, yang pada pokoknya menyatakan jumlah uang yang disita sebenarnya sebesar Rp1,2 triliun, sesuai dengan BAP yang ditandatangani. Jadi, bukan Rp915 miliar. 

“Sehingga patut dipertanyakan, ke mana sisa uang Rp285 miliar hasil penyitaan tersebut?“ tegas Sugeng.

Sedangkan fakta keempat, ditambahkan Ronald Loblobly, dalam pembuktian dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar terdapat keganjilan. Karena ternyata JPU tidak memakai alat bukti dan barang bukti elektronik yang berisi data elektronik (email, riwayat browsing, file, foto, video, dan lain-lain) yang ditemukan saat penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar. Baik berupa ponsel, laptop, maupun email milik Zarof Ricar, anak-anak dan istrinya. 

“Usai melakukan penggeledahan, Kejagung seperti ingin menyembunyikan fakta, dengan tidak pernah mengumumkan perihal ditemukannya handphone, laptop, maupun email milik Zarof Ricar, anak-anak dan istrinya tersebut,” ungkap Ronald.

Ditambahkan Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi ingin menegaskan dukungan penuh terhadap langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dan Kejaksaan Agung RI. Namun untuk menjamin keberhasilan pemberantasan korupsi, Kepala Negara diminta mengevaluasi kinerja Jampidsus Febrie Adriansyah. 

Niat mulia Presiden Prabowo yang ingin menyejahterakan rakyat dengan mendorong kuat pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah niscaya akan sulit dicapai apabila penyalahgunaan kewenangan dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dibiarkan terus berlanjut. 

“Jampidsus Febrie Adriansyah dapat dikualifikasi selama ini telah mengelabui Kepala Negara dan publik, dengan  seolah-olah menegakkan hukum, memberantas korupsi, mengumumkan tersangka dengan kerugian negara bernilai fantastis, hingga mencapai ratusan triliun rupiah, tanpa metodologi ilmiah dan menyesatkan, dengan tujuan diduga untuk kepentingan membangun sensasi dan popularitas,” papar Petrus Selestinus.

Rencananya, pada Rabu, 28 Mei 2025, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi akan menyerahkan Surat Terbuka untuk Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta,  dengan melampirkan buku yang berjudul “Memberantas Korupsi Sembari Korupsi”, yang merupakan Himpunan Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan/atau Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, yang diduga dilakukan oleh Febrie Adriansyah.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya