Berita

Ilustrasi/Ist

Bisnis

Kopdes Merah Putih Dinilai Masih Kental Aroma Oligarki

SABTU, 03 MEI 2025 | 02:40 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang digagas pemerintah untuk menghidupkan perekonomian rakyat berdasar pasal 33 UUD 1945 tak luput dari kritikan.

Ketua Umum Koperasi Forum Silaturahmi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (Fospem NKRI), Agustian Jamaludin menilai kopdes belum sesuai dengan apa yang dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 karena bentuknya masih sektoral.

“Dan terlalu boros biaya, di mana semua memiliki akta masing-masing, nilai yang dikeluarkan dana akan banyak tapi hasil tetap tidak bermakna buat semua rakyat. Rp5 juta dikali 80.000 sama dengan Rp400 miliar, itu baru dana yang akan dikeluarkan untuk notaris saja. Berbeda dengan FoSPEM, akta notaris cukup satu di pusat selebihnya cuma pakai SK di setiap unit perwakilan,” jelas Agus kepada RMOL, Jumat malam, 2 Mei 2025.


Lanjut dia, koperasi intinya harus mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Modal itu bersumber dari hasil kekayaan alam, baik di bumi, air (laut) maupun yang terkandung di dalamnya yakni pertambangan, minyak, emas, timah, batu bara dan sebagainya. 

“Semua rakyat bisa menikmati hasilnya sebagai kemakmuran tentu harus menjadi pemodal atau investornya, bukan perorangan, bukan kelompok tertentu atau oligarki dan bukan asing, di mana rakyat menjadi pemodal dengan cara bergotong-royong kekeluargaan dalam bentuk koperasi,” ungkapnya.

“Sehingga di sini harus tercipta satu wadah koperasi yang mewadahi seluruh rakyat sebagai anggotanya. Kalau dibentuk sektoral dengan memiliki Anggaran Dasar masing-masing dan Anggaran Rumah Tangga sendiri-sendiri dalam bentuk sektoral tentu akan sulit menyatukan karena memiliki aturan masing-masing, akhirnya tidak akan tercapai kekuatan modal,” tambah dia.

Agus dan Fospem NKRI yang turut memperjuangkan kembalinya UUD 1945 asli itu menilai pembentukan Kopdes Merah Putih banyak salah kaprah. Sehingga ia mengendus pembentukan ini nantinya hanya akan menguntungkan segelintir elite. 

Lanjut dia, sedangkan dengan pola Fospem NKRI yang terpusat sedangkan di daerah bersifat kepanjangan tangan, maka nuansa gotong royongnya lebih kental tanpa meninggalkan karakteristik masing-masing daerah. 

“Semua akan memiliki aturan yang sama, namun usaha kemandirian yang digerakan di masing-masing unit itu sesuai karakteristik, adat, dan sosial budayanya. Ada yang cocok pertanian, perikanan, industri dan sebagainya. Namun bila itu menjadi satu kesatuan dari setiap kegiatan akan menjadi hasil kesejahteraan dan kemakmuran bersama seluruh rakyat, karena semua modal berasal dari semua rakyat sebagai anggota satu wadah koperasi,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya