Perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dilakukan dua karyawan PT Nusa Sinar Perkasa (NSP) berlanjut ke persidangan.
Kemarin Rabu 30 April 2025, dua terdakwa yakni HNR alias Hermin dan DPP alias Dian dikenakan tujuh dakwaan.
Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Kun Tri Haryanto,Jaksa penuntut umum Heriyanto membacakan dakwaan kepada kedua terdakwa.
Dalam dakwaannya, JPU menyampaikan tujuh alternatif pasal. Meliputi Pasal 2, 4, dan 10 UU 21/2007 tentang TPPO.
Kemudian ada Pasal 81, 83, 85 huruf C dan D Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Seluruh pasal tersebut dikenakan juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Ancaman hukumannya di atas sembilan tahun penjara.
Menanggapi dakwaan itu, Kuasa Hukum Terdakwa, M. Zainul Arifin, mengatakan terdakwa adalah bekerja sebagai staf di perwakilan kantor cabang PT NSP sebagai kepala cabang dan marketing.
"Sehingga segala kegiatan yang dilakukan terdakwa selalu melaporkan dan diketahui oleh kantor pusat PT NSP," ujar Zainul dalam keterangan tertulis, Kamis 1 Mei 2025.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 53 ayat 2 UU 18/2017 tentang Perlindungan PMI bahwa segala kegiatan cabang adalah tanggung jawab dari kantor pusat dalam hal ini PT NSP.
Dia mengatakan kegiatan cabang PT NSP adalah merupakan kegiatan yang sah, legal dan telah diketahui oleh Dinas tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas No. 500.15/KPTS/DU/108.3/2024 tanggal 5 Februari 2024, tentang Daftar Ulang Izin Operasional Kantor cabang pelaksana penempatan Pekerja Migran Indonesia PT NSP.
"Yang mana sangat jelas menyebutkan bahwa ijin operasional kantor cabang PT NSP mulai berlaku dari tanggal 1 Juli 2024 sampai 1 Juli 2025. Berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan tersebut sehingga segala kegiatan cabang adalah sah dan legal," bebernya.
Dia menegaskan setiap orang yang mau bekerja ke luar negeri harus memenuhi tahapan-tahapan yang dilalui berdasarkan UU.
"Jadi waktu mereka punya ID, Paspor, Visa dan PK telah terverifikasi oleh instansi yang membidanginya, sementara kegiatan cabang adalah pelatihan bukan perekrutan CPMI," katanya.
Lanjutnya, pelatihan merupakan hal yang bisa diberikan oleh setiap orang, dan setiap orang berhak untuk mendapatkan pelatihan, penampungan di dalam pelatihan merupakan bagian dari fasilitas LPK.
"Terkait tuduhan yang menyatakan adanya penyiksaan dan penganiayaan terhadap CPMI itu tidak benar bahkan CPMI diberikan fasilitas penginapan dan makan gratis selama tinggal di cabang tanpa ada paksaan untuk tinggal sementara di tempat perwakilan kantor cabang, sembari menunggu proses keberangkatan penempatan ke negara penempatan," urainya.
Dia mengatakan tuduhan TPPO yang dialamatkan kepada kliennya sangat jelas tidak berdasar terlihat dari dakwaan jaksa yang menguraikan bahwa telah dilakukan proses prosedur penempatan CPMI melalui tahapan-tahapan sesuai peraturan.
"Sehingga dakwaan jaksa lemah mendakwa dengan pasal TPPO," katanya.
Dikatakan bahwa jika CPMI telah sesuai prosedur dan perusahaannya sah dan legal.
"Lalu dimana dugaan TPPO yang dituduhkan ke klien kami?" tandasnya.