Presiden Rusia Vladimir Putin/TASS
Proses perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS) masih mengalami kebuntuan.
Presiden Rusia Vladimir Putin masih bersikukuh bahwa Rusia hanya akan menerima kesepakatan damai jika empat wilayah Ukraina; Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson - diakui sebagai bagian dari Rusia.
Putin sebelumnya sudah menyatakan keempat wilayah itu sebagai wilayah Rusia setelah menggelar referendum sepihak pada 2022, tak lama setelah invasi besar-besaran dimulai. Hasil referendum itu lalu dimasukkan ke dalam konstitusi Rusia, meskipun penguasaan lapangan masih sebagian.
Tuntutan tersebut jadi hambatan besar dalam upaya damai yang dipelopori oleh Presiden AS Donald Trump, yang mencoba mendorong gencatan senjata untuk mengakhiri perang.
Sumber anonim yang dikutip Bloomberg menyebut utusan Trump, Steve Witkoff, sudah mengadakan pembicaraan panjang dengan Putin di Kremlin, Jumat lalu, untuk membujuk Rusia menyetujui gencatan senjata di garis depan saat ini.
Namun, menurut sumber itu, Putin tetap teguh dengan tuntutan wilayahnya. Negosiasi pun dikatakan menemui jalan buntu, dan kemungkinan hanya bisa maju jika ada pembicaraan langsung antara Trump dan Putin.
“Kami tidak berkomentar soal negosiasi yang sedang berlangsung,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, James Hewitt. Ia menambahkan, AS tetap berupaya bersama Ukraina dan Rusia untuk mencari solusi damai.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam postingannya di X menyatakan bahwa pihaknya sedang menyiapkan pembicaraan dengan AS soal sanksi tambahan terhadap Rusia. Ia menyebut pihaknya telah mengidentifikasi cara-cara paling efektif untuk menekan Moskow agar bersedia berdiplomasi.
“Langkah pertama harus berupa gencatan senjata penuh dan tanpa syarat. Rusia harus memulainya,” tegas Zelensky.
Namun, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menolak usulan gencatan senjata selama 30 hari dari Ukraina, dengan alasan bahwa posisi Putin perlu dipertimbangkan terlebih dahulu.
Pemerintahan Trump juga mengusulkan agar Rusia mengembalikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia milik Ukraina, yang kini dikuasai Rusia, untuk dikelola oleh AS demi memenuhi kebutuhan energi kedua negara. Tapi Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menolak ide ini saat wawancara dengan CBS, menyebut usulan itu tidak realistis.
Dalam proposal damai AS yang dibagikan ke negara-negara Eropa awal bulan ini, Ukraina diminta untuk membatalkan keinginannya bergabung dengan NATO. Sebagai gantinya, Rusia akan menerima pencabutan sanksi bertahap, dan Ukraina akan memperoleh jaminan keamanan yang kuat.
Proposal itu juga mencakup pengakuan Rusia atas hak Ukraina untuk membangun kembali industri pertahanan dan militernya secara mandiri.