Berita

Pakar Hukum Tata Negara, Profesor Susi Dwi Harijanti/Rep

Politik

Pakar Sarankan Pembahasan RKUHAP Dilakukan Bersama Revisi UU Polri dan Kejaksaan

SELASA, 29 APRIL 2025 | 11:47 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), RUU Polri, dan RUU Kejaksaan adalah satu kesatuan produk hukum yang harus dibahas bersama. Pasalnya, tiga UU itu merupakan satu rangkaian dalam criminal justice system

"Kalau kita ingat kepada criminal justice system, maka tiga rancangan Undang-undang itu adalah rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan criminal justice system,” kata pakar Hukum Tata Negara, Profesor Susi Dwi Harijanti, dalam webinar bertajuk “Urgensi Amandemen Kelima UUD 1945” yang digelar Senin malam, 28 April 2025. 

Oleh sebab itu, tiga RUU tersebut, menurut Gurubesar Universitas Padjadjaran ini, pembahasannya harus dilakukan secara paralel. 


“Untuk melihat dari ketiga RUU tersebut bagian mana yang perlu ada perbaikan dan saling terkait satu sama lain untuk penguatan, karena namanya sebuah sistem pasti ada kaitannya," tutur Susi.
 
Susi menambahkan, sebagai undang-undang yang mengatur criminal justice system, utamanya KUHAP, harus diatur secara detail dan mampu mengakomodir semua pihak.

Lantaran KUHAP adalah undang-undang atau hukum formil untuk menegakkan hukum materil. 

"Maka itu akan berkaitan dengan warga negara, berkaitan dengan individu yang berkaitan dengan hak. Jadi di situlah mengapa hukum acara itu harus diatur dengan sangat baik, dengan sangat detail,” ujarnya.

“Karena apa? Karena hukum acara itu menyangkut apa yang disebut sebagai prosedur tadi. Dan prosedur itu ada yang namanya hak-hak prosedural," sambungnya.

Lebih lanjut, Susi juga menjelaskan bagaimana proses pembuatan undang-undang yang baik agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

Dia menyebut syarat utamanya yakni proses pembuatan Undang-undang harus dilakukan sematang mungkin. Salah satunya dengan mengakomodir seluruh pihak yang akan diatur dalam undang-undang tersebut.

"Prosedur menjadi penting. Saya sering mengatakan prosedur is the heart of the law. Prosedur itu adalah jantungnya hukum. Makanya kenapa dalam peraturan pembuatan undang-undang itu dijelaskan dengan jelas supaya jangan sampai pembentuk Undang-undang itu hanya memperlihatkan legitimasi saja dan validity," tuturnya.

"Jadi jangan kemudian semata-mata saya punya wewenang untuk membuat undang-undang. Tetapi justru yang mereka harus buktikan kepada kita adalah, mereka membuat undang-undang yang berkualitas," imbuh Susi.

Sebab, kata Susi, pada dasarnya negara sebagai organisasi kekuasaan pada prinsipnya memiliki daya paksa luar biasa terhadap pihak yang diatur dalam undang-undang.

"Jadi tidak boleh hanya dengan semata-mata berlandaskan pada legitimasi. Oleh karena itu, mengapa prosedur pembentukan sebuah UU itu harus diperlambat? Karena untuk memberikan kesempatan kepada rakyat sampai sejauh mana undang-undang yang dihasilkan itu memiliki tingkat daya paksanya," jelasnya.

Oleh karena itu, Susi meminta publik untuk ikut mengawasi tiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah, termasuk dalam hal pembahasan revisi undang-undang.

"Menjadi sangat penting bagi publik sekarang aktif ikut mengawasi, keep on mind pada berbagai rancangan yang sekarang akan didiskusikan atau dibahas oleh pembentuk undang-undang," tandasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya