Berita

Kuasa hukum korban pelecehan seksual mantan Rektor UP, Amanda Mantovani dan Yansen Ohoirat/RMOL

Hukum

Korban Pelecehan Minta Gelar Profesor Mantan Rektor UP Dicabut

RABU, 23 APRIL 2025 | 19:41 WIB | LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA

Korban pelecehan seksual mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno mendatangi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, Kemendikti Saintek pada Rabu, 23 April 2025.

Melalui pengacaranya, Amanda Mantovani dan Yansen Ohoirat, korban meminta agar Kemendikti mencabut gelar pendidikan Profesor bagi Edie karena diduga terlibat dalam sejumlah kasus.

“Pada prinsipnya kami meminta agar Kemendikti mencabut gelar profesor, SK mengajar, jabatan akademik, hak mengajar serta dibatasi masuk dalam lingkungan akademik,” kata Amanda.


Tak hanya itu, pengacara korban juga membuat laporan terkait intimidasi yang diduga dilakukan oleh dua orang dosen kepada korban yakni DT dan YP.

Tepatnya, pada 12 Februari 2024, DT memanggil korban RZ dan memintanya untuk mencabut laporan. 

“Disampaikan di situ ini berdasarkan perintah dari rektor (saat itu) berarti kan relasi kuasa masih ada sampai dengan tahun 2024,” kata Yansen.

Lalu, intimidasi kedua dialami RZ pada 20 Januari 2025. Diduga YP menyampaikan bahwa atas perintah yayasan, korban bakal dipindahkan dari rektorat ke fakultas. 

“Kalau kita lihat dari kedua kejadian intimidasi tersebut itu semua atas dasar perintah berarti ini tidak terlepas dari relasi kuasa yang memang selama ini sudah kita duga,” jelas Yansen. 

Setelah itu, pengacara korban juga meminta agar Kemendikti agar menyelidiki beberapa dosen dan staf UP yang hadir dalam pertemuan mediasi di Pondok Indah Mall (PIM) 2 pada 1 Februari 2024.

Diduga hadir saat itu adalah sekretaris yayasan sekaligus dosen berinisial YS, Wakil Rektor II yakmi NY, Kabiro SDM yakni JH, Kabiro Umum inisial G dan staf khusus rektor berinisial G. 

“Ketika mereka keluar dari tempat bekerja mereka, apakah ada agenda khusus atau adakah syarat-syarat administratif yang telah dilewati oleh mereka, kemudian ketika mereka keluar melakukan mediasi tersebut itu untuk operasional itu dibiayai oleh siapa, apakah dibiayai oleh ETH ataukah dibiayai oleh kampus?” bebernya.

Untuk itu, korban berharap agar Kemendikti memberikan sanksi administratif.

“Korban RZ ini sedang dalam perlindungan lembaga saksi dan korban. Jadi segala macam bentuk intimidasi dan sebagainya itu, harap agar tidak dilakukan. Karena negara sedang melindungi seorang korban,” pungkas Yansen.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya