Berita

Sefdin Alamsyah/Ist

Publika

Hatta dan Danantara

Oleh: Sefdin Alamsyah*
SELASA, 22 APRIL 2025 | 15:53 WIB

SUATU hari di bulan November 1945. Bung Hatta berbincang dengan Bung Karno tentang sumber pembiayaan pembangunan Indonesia. Termasuk bagaimana menggerakkan perekonomian di dalam negeri. 
 
Sangat clear: Hatta menempatkan urut-urutan sumber pembiayaan. Urutan pertama, modal nasional (dari dalam negeri). Urutan kedua, utang atau pinjaman dari luar negeri. Dan urutan ketiga, penanaman modal asing, dengan mengundang investor asing masuk ke Indonesia (Hatta: 1970). 
 
Mengapa Hatta menempatkan modal nasional di urutan pertama? Karena amanat Pasal 33 UUD 1945 sangat jelas--perekonomian negara ini harus dijalankan dengan model ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan bukan pedagang kaki lima atau usaha mikro. Tetapi ekonomi kerakyatan adalah ruang bagi terlibatnya rakyat dalam produksi ekonomi nasional. Karena ekonomi kerakyatan Indonesia adalah koreksi atas struktur Ekonomi Kolonial yang menghisab dan mengeksploitasi rakyat. Sekaligus menempatkan pribumi di strata terbawah. (Baswir:2016)
 

 
Meski begitu, Hatta tetap menempatkan pinjaman luar negeri dan modal asing di urutan berikutnya. Yang artinya sistem perekonomian Indonesia tetap terbuka. Bukan perekonomian tertutup. Tetapi secara prinsip, modal nasional menjadi yang utama. Karena Konstitusi Indonesia menolak penempatan perekonomian Indonesia sebagai sub-ordinasi perekonomian asing. Sekaligus sebagai konsekuensi sikap untuk melakukan koreksi mendasar atas ekonomi kolonial di era penjajahan Belanda. 
 
Karena itu Hatta memberi syarat ketat untuk pinjaman luar negeri dan penaman modal asing. Syarat pinjaman luar negeri ada tiga. Pertama, negara pemberi pinjaman tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri. Kedua, suku bunga utang luar negeri tidak boleh lebih dari 3,5 persen setahun. Ketiga, jangka waktu utang luar negeri harus cukup lama. 
 
Sedangkan terhadap penanaman modal asing, Hatta menolak konsep turn key project. Di mana semua proses produksi dikendalikan dan diisi total oleh asing. Karena menurut Hatta, orang asing hanya boleh berada di jabatan dengan keahlian dan keterampilan. Untuk kemudian menularkan keahlian dan keterampilannya kepada bangsa Indonesia. 
 
Tetapi apa yang terjadi? Sejarah mencatat. Utang luar negeri yang ditawarkan Amerika Serikat tahun 1950 diberi embel-embel syarat yang terkait dengan kebijakan Indonesia. Saat itu AS menawarkan pinjaman 100 juta USD, dengan syarat Indonesia mengakui pemerintahan Bao Dai di Vietnam (pemerintah yang didukung AS). Indonesia menolak. Akibatnya: pinjaman batal cair. (Winstein: 1976)
 
Tahun 1952. AS kembali menawarkan pinjaman. Tetapi Indonesia harus mendukung embargo pengiriman bahan mentah strategis ke Cina. Termasuk karet mentah dari Indonesia yang dibeli Cina. Dan tahun 1964 memberi syarat pencairan pinjaman lagi. Kali itu Indonesia harus mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia yang terjadi sejak tahun 1963.      
 
Campur tangan dan semua syarat itu membuat Soekarno meneriakkan kalimat ‘go to hell with your aid’ ke AS. Yang kemudian disusul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 pada Agustus 1965. Yang isinya menolak segala bentuk keterlibatan asing dalam perekonomian Indonesia. Bahkan Soekarno menasionalisasi beberapa perusahaan AS di Indonesia. 
 
Tetapi kita semua tahu. Kemarahan Soekarno harus ia bayar mahal. Selain krisis ekonomi. Juga krisis politik yang berujung 11 Maret 1966: Soekarno harus menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto. 
 
Kembali ke pendirian Danantara. Ada prinsip dan pemikiran Hatta di situ. Karena Danantara adalah pintu untuk mengoptimalkan modal nasional dalam pembangunan di dalam negeri. Meskipun saya tidak tahu, apakah tokoh-tokoh yang duduk di kepengurusan lembaga itu mendalami taksonomi pemikiran Hatta atau belum. Tetapi kita harus dorong ke arah sana. 
 
Danantara harus secepatnya melakukan investasi pilihan yang memiliki dua orientasi. Pertama, orientasi ketahanan nasional bangsa ini. Kedua, orientasi membuka lapangan kerja bagi rakyat. 
 
Danantara juga harus menerapkan model pembangunan people-first atau dengan model 4P (public-private-people partnership). Jangan menggunakan anjuran SDG’s yang hanya 3P (public-private partnership), tanpa melibatkan people. 
 
Pembangunan atau proyek yang digagas Danantara wajib membawa serta rakyat. Sehingga sesuai dengan norma Pasal 33 Konstitusi kita. Ada usaha bersama. Ada asas kekeluargaan. Ada prioritas pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Ada tujuan untuk kemakmuran bersama. Dan ada keadilan ekonomi. 
 
Caranya adalah membawa serta rakyat melalui tiga pintu. (1) Co-ownership alias ikut serta dalam kepemilikan. (2) Co-determination alias ikut serta menentukan prosesnya. Dan (3) Co-responsibility alias ikut serta bertanggung jawab, sehingga ikut menjaga kelangsungan business process. (Swasono:2008) 
 
Dengan begitu, rakyat sebagai pemilik kedaulatan atas negara ini, terlibat dalam pelembagaan perekonomian nasional, melalui kepemilikan alat produksi nasional. Karena itulah hakikat ekonomi kerakyatan yang dirancang pendiri bangsa ini.
 
Jadi filosofi kerja Danantara seyogyanya harus berbeda dengan mazhab pemikiran ekonomi laissez-faire dan liberal. Yang menganut model tunggal pertumbuhan ekonomi. Yang kemudian didalilkan akan terjadi re-distribution from growth. Tetapi harus menggunakan model pemerataan ekonomi. Yang akan diikuti dengan re-distribution with growth.
 
*Penulis adalah pendiri Pusat Studi Pembangunan berbasis Pancasila. Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya