Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto/RMOL
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah ada kendala anggaran sehingga belum membawa motor gede (Moge) milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) ke Jakarta.
Menurut Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, belum dibawanya moge Royal Enfield milik Ridwan Kamil yang sudah disita hanya persoalan teknis.
"Ya saya pikir masalah teknis aja itulah, kalau kendala teknisnya nanti terselesaikan nanti ya pasti akan dilakukan sama dengan barang bukti yang lain," kata Fitroh kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin sore, 21 April 2025.
Fitroh pun membantah jika disebut belum dibawanya barang bukti tersebut ke Jakarta karena adanya kendala anggaran.
"Nggak, nggak ada kendala anggaran. Kalau kendala anggaran saya pikir nggak terlalu ini lah, mungkin kalau operasional ke luar daerah ya mungkin ada pembatasan, tapi kendala anggaran soal ini nggak kok," pungkas Fitroh.
Sebelumnya, Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tim penyidik sudah membawa motor Royal Enfield yang disita dari kediaman Ridwan Kamil.
"Untuk motor RK masih diamankan penyidik di wilayah hukum Polda Jabar. Jadi belum ke Rupbasan. Masih di Bandung," kata Tessa kepada wartawan, Senin, 21 April 2025.
Pada Senin, 10 Maret 2025, tim penyidik telah menggeledah rumah Ridwan Kamil di Kota Bandung, Jawa Barat. Dari sana, penyidik mengamankan barang bukti berupa dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) dan 1 unit kendaraan sepeda motor merek Royal Enfield.
Selain rumah Ridwan Kamil, tim penyidik juga menggeledah 11 tempat lainnya. Dari semua tempat, KPK mengamankan dan menyita berbagai barang bukti, seperti dokumen, catatan, uang dalam bentuk deposito sebesar Rp70 miliar, kendaraan roda dua dan roda empat, serta aset tanah dan bangunan atau rumah.
Pada Kamis, 13 Maret 2025, KPK resmi mengumumkan 5 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 27 Februari 2025 dalam kasus dugaan korupsi berupa markup iklan pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bank bjb) tahun 2021-2023.
Kelima orang yang ditetapkan tersangka, yakni Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama (Dirut) bank bjb, Widi Hartono selaku Pimpinan Divisi Corsec bank bjb, Ikin Asikin Dulmanan selaku pemilik agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Suhendrik selaku pemilik agensi BSC dan Wahana Semesta Bandung Ekspres WSBE), serta Sophan Jaya Kusuma selaku pemilik agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).
Dalam perkaranya, pada 2021-pertengahan 2023, bank bjb merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online via kerja sama dengan 6 agensi yang ditunjuk tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal bank bjb terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
Keenam agensi tersebut, yakni PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB sebesar Rp105 miliar, PT AM sebesar Rp99 miliar, PT CKM sebesar Rp81 miliar, PT BSCA sebesar Rp33 miliar, dan PT WSBE sebesar Rp49 miliar.
Selain itu, penunjukan agensi tersebut dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa. Bahkan, pemakaian uang tidak sesuai antara pembayaran yang dilakukan bank bjb ke agensi, dan dari agensi kepada media yang ditempatkan iklan.
Dari Rp409 miliar yang digelontorkan, hanya sekitar Rp100 miliar anggaran yang sesuai pekerjaan yang dilakukan. Sehingga, anggaran yang tidak real setelah dikurangi pajak adalah sebesar Rp222 miliar sebagai kerugian keuangan negara.
Uang markup sebesar Rp222 miliar itu digunakan untuk kebutuhan dana non-budgeter bank bjb sesuai kesepakatan tersangka Yuddy, Widi dan para agensi.