Berita

Ilustrasi (Foto: flyingmag.com)

Bisnis

China Runtuhkan Boeing, IHSG-Rupiah Kompak Jatuh

KAMIS, 17 APRIL 2025 | 00:47 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

TERHENTINYA gerak positif indeks Wall Street akhirnya menjadi bekal buruk bagi sesi perdagangan pertengahan pekan ini di Asia, Rabu 16 April 2025. Laporan sebelumnya dari sesi perdagangan di Wall Street menunjukkan, seluruh Indeks yang jatuh dalam zona koreksi meski cenderung dalam rentang moderat. Sentimen perkembangan terkini dari kebijakan tarif Trump, terutama menyangkut produk asal China masih menjadi pusat perhatian investor.

Laporan terkini yang berkembang menyebutkan, pihak pemerintahan China yang secara mengejutkan melakukan aksi balas dengan menghentikan pesanan pesawat pabrikan Boeing, yang selama ini disebut sebagai pabrikan pesawat terbesar Dunia. Langkah balasan yang mengejutkan tersebut kini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan perusahaan terkemuka AS tersebut mengingat sejumlah laporan menyebut pesanan tiga perusahaan maskapai penerbangan China terbesar yang mencapai ratusan unit. 

Kehilangan pesanan dari China, yang kini menjadi pasar industri penerbangan terbesar dunia, tentu mengancam keruntuhan pasar Boeing di tengah tekanan persaingan sengit dari raksasa pabrik pesawat Eropa, Airbus. Sentimen suram dari ancaman runtuhnya Boeing ini kemudian berpadu dengan sentimen lain dari rilis data perekonomian terkini China. 


Kinerja pemerintahan Presiden Xi Jinping dilaporkan lumayan dengan mampu mencetak pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen di kuartal pertama 2025. Otoritas China juga merilis pertumbuhan produksi industri sebesar 7,7 persen pada Maret lalu, serta pertumbuhan penjualan ritel sebesar 5,9 persen.

Keseluruhan data China tersebut, untuk sementara mampu sedikit menepis kekhawatiran pelaku pasar terkait rawannya kemerosotan perekonomian China, terlebih dalam menghadapi tensi dagang dengan AS.

Namun rangkaian rilis data perekonomian terkini China yang cenderung positif tersebut gagal menepis dengan sempurna sentimen pesimis yang sebelumnya datang dari sesi perdagangan di Wall Street.

Pelaku pasar di Asia terlihat masih terjebak dalam keraguan untuk merespon positif laporan dari China sembari menantikan rilis data penjualan ritel AS yang diagendakan Rabu malam nanti waktu Indonesia Barat. Tekanan jual akhirnya mampu bertahan dominan untuk menghempaskan Indeks dalam zona merah.

Hingga sesi perdagangan sore berakhir, Indeks Nikkei (Jepang) terhenti di 33.920,4 setelah merosot 1,01 persen, sementara Indeks KOSPI (Korea Selatan) terpangkas signifikan 1,21 persen dengan menutup sesi di 2.447,43 dan Indeks ASX 200 (Australia) yang memungkasi sesi di 7.758,9 atau melemah sangat tipis 0,04 persen.

Secara keseluruhan, sentimen yang berkembang di Asia gagal menghadirkan optimisme bagi pelaku pasar di Jakarta. Tinjauan RMOL memperlihatkan, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berupaya membuka sesi pagi dengan gerak positif namun kurang dari empat menit berselang berbalik terdampar di zona penurunan tipis. IHSG selanjutnya konsisten menapak di rentang terbatas hingga sesi perdagangan pagi berakhir. 

Situasi lebih suram  terjadi pada sepanjang sesi perdagangan sore, yang sekaligus mencerminkan keraguan pelaku pasar yang beralih pesimis dalam mengantisipasi rangkaian sentimen eksternal dari rilis data penjualan ritel AS. Kemerosotan IHSG terlihat semakin dalam dan tajam. IHSG akhirnya menutup sesi perdagangan pertengahan pekan dengan merosot signifikan 0,65 persen di 6.400,05.

Pantauan dari jalannya sesi perdagangan di Jakarta juga memperlihatkan, sikap pelaku pasar yang sempat mencoba memberikan porsi perhatian pada sentimen domestik dari rilis data penjualan ritel. Laporan terkait menyebutkan, pertumbuhan penjualan ritel pada Februari lalu yang diklaim mencapai 2,0 persen atau meningkat signifikan dibanding bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,5 persen. Namun sentimen domestik yang lumayan positif tersebut gagal menaklukkan sentimen keraguan dan kehati-hatian yang sedang menjalar di Asia.

Kinerja lemas IHSG tercermin pada tertekan ya sejumlah besar saham unggulan. Pantauan lebih jauh menunjukkan, sejumlah kecil saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan masih mampu menutup di zona penguatan, seperti: TLKM, INDF, BBTN, CPIN, JPFA dan ISAT. Namun sejumlah saham besar saham unggulan lain kembali terhuyung di zona merah, seperti: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI, ASII, ICBP, ITMG, UNTR, PGAS, PTBA, INTP, SMGR dan UNVR.

Rupiah Kembali Terhempas


Kinerja lemas IHSG terlihat berseiring dengan gerak nilai tukar Rupiah di pasar uang. Pantauan menunjukkan, kinerja Rupiah yang cenderung konsisten menjejak zona pelemahan moderat di sepanjang sesi perdagangan. Rupiah memang terpantau sempat menginjak zona penguatan tipis dalam mengawali sesi pagi, namun dengan segera kesulitan bertahan dari terjangan tekanan jual.

Tekanan jual yang mendera Rupiah bahkan tak surut oleh sentimen positif domestik dari rilis data penjualan ritel. Pelaku pasar terkesan masih belum menemukan pijakan optimisme yang meyakinkan untuk mengangkat Rupiah. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah masih bertengger di kisaran Rp16.820 per Dolar AS atau melemah sangat tipis 0,07 persen.

Sementara pantauan di pasar Asia memperlihatkan, kinerja bervariasi yang masih bertahan dengan sebagian mata uang Asia mampu bertahan di zona penguatan. Pantauan lebih jauh memperlihatkan, mata uang Baht Thailand yang mampu menahbiskan diri sebagai mata uang terkuat di Asia setelah sempat melambung signifikan hingga kisaran 1,07 persen. 

Sedang mata uang Rupee India terpantau kian kukuh menjejak zona penguatan moderat di tengah suntikan sentimen rilis data inflasi. Laporan lebih jauh menyebutkan, inflasi bulanan India yang sebesar 3,34 persen pada Maret lalu yang dinilai lebih jinak dari ekspektasi investor.

Selebihnya, Dolar Singapura dan Peso Filipina masih tertahan di zona penguatan moderat. Sedang Ringgit Malaysia, Dolar Hong Kong serta Yuan China terpantau betah di zona merah. 

Secara keseluruhan, sikap pelaku pasar di Asia masih terseret kecenderungan sentimen global dalam menantikan rilis data penjualan ritel AS pada malam nanti, meski sentimen perkembangan terkini dari tensi dagang AS-China tetap berpotensi menghadirkan kejutan.

Populer

Kejagung dan KPK Didesak Usut Dugaan Pemerasan Kajari Tolitoli

Rabu, 07 Mei 2025 | 12:30

Arsjad Rasjid Cs Kalah di MA, Pemegang Saham PT Krama Yudha Bebas dari Tuduhan

Minggu, 11 Mei 2025 | 12:26

5 Pati AU Digeser Jadi Staf Khusus KSAU, Ada Bekas Ajudan Wapres dan Dokter Gigi

Jumat, 02 Mei 2025 | 02:38

Karir Politik Jokowi dan Keluarga akan Hancur

Jumat, 02 Mei 2025 | 10:32

Gufroni Jadikan Muhammadiyah Sarang Mafia Berideologi Ekstrem

Senin, 12 Mei 2025 | 16:27

Kejati Jakarta Bongkar Pengadaan Fiktif di Telkom Periode 2016-2018

Kamis, 08 Mei 2025 | 05:19

Kejagung Tetapkan Pengelola Buzzer Tersangka Perintangan Penyidikan

Kamis, 08 Mei 2025 | 06:25

UPDATE

Bobotoh Diajak Rayakan Persib Juara dengan Tertib

Senin, 12 Mei 2025 | 23:59

Cooling Down Cara Anwar Usman Cuci Muka

Senin, 12 Mei 2025 | 23:40

PP Himmah Apresiasi Polri Tangguhkan Penahanan Mahasiswi ITB

Senin, 12 Mei 2025 | 23:17

Peran Oposisi Nonparlemen

Senin, 12 Mei 2025 | 22:50

Harga Minyak Dunia Melejit Setelah Ketegangan AS-China Mereda

Senin, 12 Mei 2025 | 22:33

Kejagung Tegaskan Pengamanan dari TNI Tidak Terkait Kasus Satelit Kemhan

Senin, 12 Mei 2025 | 22:18

BRI Peduli Salurkan Ribuan Paket Sembako ke Umat Buddha

Senin, 12 Mei 2025 | 21:47

Penugasan TNI di Kantor Kejaksaan Melenceng karena Bukan Darurat Perang

Senin, 12 Mei 2025 | 21:34

Sidang Perdana PUIC 2025 Angkat Tantangan Global Dunia Islam

Senin, 12 Mei 2025 | 21:12

Harga Emas Merosot Usai AS-China Pangkas Tarif Dagang

Senin, 12 Mei 2025 | 20:51

Selengkapnya