Menteri Eropa dan Luar Negeri Prancis Jean Noel Barrot di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu, 26 Maret 2025/RMOL
Hubungan bilateral antara Prancis dan Aljazair kembali memasuki masa suram setelah Paris mengumumkan pengusiran 12 staf diplomatik dan konsuler Aljazair serta penarikan duta besarnya dari Aljir.
Menurut Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, langkah ini merupakan balasan langsung atas tindakan Aljazair sehari sebelumnya yang memerintahkan 12 diplomat Prancis meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam.
"Pengusiran ini merupakan tanggapan yang proporsional dan diperlukan mengingat tindakan tidak bersahabat yang dilakukan pihak Aljazair," ujarnha dalam pernyataan pers, seperti dimuat Al Jazeera pada Rabu, 16 April 2025.
"Kami tidak bisa membiarkan pelanggaran terhadap hukum dan norma diplomatik internasional," tegasnya lagi.
Ketegangan bermula setelah pihak berwenang Prancis menahan tiga warga negara Aljazair, termasuk seorang pejabat konsuler, atas dugaan keterlibatan dalam penculikan aktivis dan influencer media sosial, Amir Boukhors, lebih dikenal sebagai "Amir DZ".
Boukhors, yang telah mendapat suaka politik di Prancis sejak 2023, diculik di pinggiran Paris pada April tahun lalu dan dibebaskan sehari kemudian. Ketiganya kini menghadapi dakwaan konspirasi penculikan dan "tindakan teroris".
Bagi Aljazair, penangkapan seorang karyawan konsulat oleh Prancis merupakan pelanggaran besar terhadap kekebalan diplomatik.
Pemerintah Aljazair menyebut tindakan Prancis sebagai "provokasi yang tidak dapat diterima" dan mendesak pembebasan serta pemulangan segera terhadap pejabat tersebut.
Seorang pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri Aljazair, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa pengusiran diplomat Prancis merupakan bentuk protes terhadap pelanggaran serius terhadap Konvensi Wina.
Tindakan ini menandai eskalasi tajam dalam hubungan antara kedua negara, yang sempat menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Padahal seminggu sebelumnya, Barrot melakukan kunjungan ke Aljir dan bertemu dengan Presiden Abdelmadjid Tebboune. Saat itu, ia menyatakan bahwa hubungan bilateral telah kembali ke jalur yang konstruktif.
Namun, rangkaian peristiwa terbaru menunjukkan bahwa ketegangan historis dan politis masih membayangi relasi kedua negara.
Dari dukungan Presiden Emmanuel Macron terhadap otonomi Maroko di Sahara Barat hingga pemenjaraan penulis Boualem Sansal oleh pengadilan Aljazair, ketidakpercayaan di antara kedua ibu kota tampaknya belum sepenuhnya surut.
Kementerian Luar Negeri Prancis juga mencatat bahwa jika pengusiran ini benar-benar dilakukan, maka ini akan menjadi kali pertama diplomat Prancis diusir dari Aljazair sejak kemerdekaan negara itu pada tahun 1962.
Sementara itu, Aljazair tetap menuntut ekstradisi Boukhors, yang saat ini dilindungi oleh status suaka politik. Ia telah menjadi sorotan otoritas Aljazair karena kontennya yang mengkritik tajam pemerintah melalui platform media sosial, terutama TikTok.
Krisis diplomatik ini bisa berimbas panjang tidak hanya pada kerja sama politik dan keamanan, tetapi juga pada hubungan ekonomi dan migrasi antara dua negara yang memiliki sejarah panjang dan kompleks.