Berita

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan/RMOL

Hukum

Hakim Terjerat Suap Bukti Kinerja Komisi Yudisial Nol Besar

SELASA, 15 APRIL 2025 | 19:30 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Keterlibatan hakim pengadilan dalam kasus korupsi dan suap ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng menjadi tamparan keras bagi Komisi Yudisial (KY).

Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan menegaskan, KY telah gagal menjalankan sistem pengawasan terhadap para pengadil. 

"Tegas saya katakan bahwa pengawasan di lingkungan peradilan nol besar. Sudah saatnya kita mengevaluasi kelembagaan KY atau pahitnya, kita bubarkan saja," kata Hinca, Selasa, 15 April 2025.


"Kalau KY tak mampu memantau hakim, buat apa dipertahankan? Lebih jujur rasanya kita mengakui bahwa mereka gagal," tegas Hinca.

Menurut politisi Demokrat ini, maraknya praktik suap di dunia peradilan tidak lepas dari integritas yang lemah dan minimnya efek jera dalam sistem hukum. Banyak hakim terjebak pada naluri "dagang", menjadikan keadilan sebagai komoditas yang bisa dibeli.

"Suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko. Mereka berangkat dari kalkulasi: 'Kalau tertangkap, sanksinya relatif ringan, atau bisa dilobi agar ringan'. Ketika ada kekosongan moralitas atau setidaknya longgarnya pengawasan, terjadilah pergeseran nilai. Putusan hukum diperdagangkan atas nama kepentingan," jelasnya.

Lebih lanjut, Hinca juga mengkritik paradigma peningkatan gaji dan tunjangan bisa menghapus praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lembaga peradilan.

"Perbaikan penghasilan hanya salah satu variabel. Jika mentalitas dan sistem pengawasan tetap rapuh, maka godaan suap tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan 'rasional’," kata Hinca.

Atas dasar itu, ia menegaskan pentingnya memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal terhadap para hakim. Sebab saat ini, ia melihat pengawasan di lingkungan peradilan sangat lemah. 

"Kita perlu memperkuat mekanisme pengawasan. Bila KY tak sanggup, setidaknya kita tahu mana lembaga yang patut digantungkan harapan dan mana yang sudah waktunya ditutup kisahnya," pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya