Berita

Tersangka korupsi diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/RMOL

Hukum

Memiskinkan Koruptor Lebih Efektif Ketimbang Pemberian Amnesti

SELASA, 15 APRIL 2025 | 10:06 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Usulan pemberian amnesti bagi koruptor demi pemulihan keuangan negara ditanggapi sejumlah pengamat politik dan ekonomi.

Analis komunikasi politik Hendri Satrio memandang, amnesti ini bisa digunakan untuk membangun kebersamaan dan tanggung jawab bersama, bukan sekadar memaafkan pelaku.

“Negara butuh dana, dan ini soal persatuan. Koruptor diberi kesempatan terakhir untuk bertanggung jawab, tapi setelah itu hukuman harus lebih keras,” ujar Hensat lewat keterangan resminya, Selasa 15 April 2025.


Selanjutnya pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kebijakan pemberian amnesti umum kepada koruptor ini berpotensi memperbaiki ekonomi.

Meski begitu, kata Wijayanto, tetap harus diterapkan dengan hati-hati karena korupsi termasuk extraordinary crime.

“Harus ada integritas dalam pelaksanaannya. Jika dipolitisasi atau melibatkan pihak korup, kebijakan ini hanya akan menguntungkan kelompok tertentu,” ujar Wijayanto.

Jika amnesti diberikan, aset koruptor beserta keluarganya harus disita. Namun, ia mengingatkan amnesti tidak boleh pragmatis semata-mata untuk menutupi defisit anggaran.

“Integritas hukum tidak boleh dikorbankan demi penerimaan negara,” tegasnya.

Di sisi lain, pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meragukan efektivitas amnesti untuk mengurangi korupsi. Ia menyebut banyak koruptor menyiasati hukuman dengan menyembunyikan aset di luar negeri.

“Dalam praktik, pengembalian kerugian negara sering nol besar, seolah-olah koruptor sudah pailit. Padahal, harta disimpan dan dialihkan ke luar negeri untuk diinvestasikan dan dinikmati setelah keluar dengan remisi yang jumlahnya besar,” katanya.

Fickar menyoroti fenomena matematika korupsi, di mana pelaku tak gentar dengan hukuman karena bisa membeli keringanan. Ia mengusulkan hukuman memiskinkan koruptor hingga ke akar-akarnya sebagai solusi lebih efektif.

"Meski terlihat bertujuan kemanusiaan dan usaha pengembalian harta negara, dalam praktiknya pengembalian itu nol besar," pungkas Fickar.



Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya