PRESIDEN Prabowo Subianto di Istana Merdeka pada Senin, 24 Februari 2025 menandatangani tiga produk hukum berkaitan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Prabowo menandatangani UU 1/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain itu, Presiden juga menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) 10/2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dan juga Keputusan Presiden (Keppres) 30/2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, Danantara Indonesia.
Agak tidak lazim dalam penerbitan perundangan, baik UU 1/2025, PP 10/2025, dan Keppres 30/2025 yang saling berkaitan diundangkan pada hari yang sama.
UU 1/2025 diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 2025 Nomor 25 pada tanggal 24 Februari 2025, sedangkan PP 10/2025 diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 2025 Nomor 26 juga pada tanggal 24 Februari 2025.
Sedangkan Keppres 30/2025 karena merupakan penetapan (
beschikking), bersifat individual, nyata, dan sekali-selesai (
einmahlig) tidak memerlukan adanya Lembaran Negara.
Dan sesuai dengan Pasal 87 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, baik UU dan PP mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Danantara sebagaimana dimaksud dalam PP 10/2025 adalah lembaga investasi kekayaan negara (
sovereign wealth fund) dengan total dana kelolaan lebih dari 900 miliar Dolar AS (Rp 14,68 triliun) untuk menjalankan investasi berdampak tinggi.
Tugas yang dibebankan Presiden kepada Danantara adalah mengelola semua aset BUMN, termasuk dividen yang selama ini menjadi penerimaan negara bukan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan diundangkannya UU 1/2025 terjadi konstruksi baru hukum korporasi yang menggunakan kekayaan negara. Revisi UU BUMN yang baru ini juga menandai kemenangan teori transformasi hukum dalam hukum keuangan Negara, sebuah konsep yang dipopulerkan Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, dalam perdebatan panjang melawan aliran pemikiran “Teori Aliran/Sumber” yang selama ini biasa dipakai aparat penegak hukum.
Teori transformasi hakikatnya menegaskan perubahan status hukum keuangan dari keuangan negara menjadi keuangan suatu badan hukum setelah negara menyuntikkan modal ke BUMN (
inbreng).
Karena telah terjadi transformasi atau pengalihan kepemilikan maka perusahaan tersebut beroperasi sebagai badan hukum yang terpisah, seperti halnya perusahaan swasta, dengan otonomi keuangan dan operasionalnya sendiri.
Tujuan pemisahan kekayaan negara tersebut adalah untuk membuat batas yang jelas antara tanggung jawab publik dan tanggung jawab korporasi (privat) dan memisahkan keuangan BUMN dari rezim keuangan negara dan sepenuhnya tunduk pada UU Perseroan Terbatas (UU 40/2007).
Meski teori transformasi ini pernah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menguji UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dalam perkara No 48/PUU-XI/2013 dan kemudian ditolak oleh MK, namun pembuat undang-undang menggunakan teori ini dalam revisi UU BUMN yang baru dan secara tegas mengatakan bahwa BUMN adalah badan hukum privat (
privatrecht).
Sifat privat dari BUMN ini terlihat dalam Pasal 3H ayat (2) dan Pasal 4B UU 1/2025 ini menjelaskan bahwa keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN.
Selain itu dalam Pasal 3X ayat (1), Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) yang mengatur bahwa organ dan pegawai Danantara serta pejabat dan karyawan BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Sebaliknya Teori Aliran/Sumber menyatakan bahwa karena BUMN menerima modalnya dari negara, asetnya harus dianggap sebagai dana publik, sehingga tunduk pada pengawasan negara dan pemeriksaan hukum yang ketat seperti halnya lembaga pemerintah.
Inilah yang membuat banyak pejabat BUMN terjerat perkara tipikor ketika ada tuduhan kerugian negara meski telah menjalankan perusahaan secara profesional.
Teori Aliran/Sumber ini berasal dari hukum keuangan publik yang digunakan dalam pengelolaan keuangan negara. Teori ini menganggap bahwa keuangan negara merupakan sumber atau asal dari aliran uang.
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Keuangan negara juga meliputi segala sesuatu yang dapat dijadikan milik negara, baik berupa uang maupun barang.
UU BUMN yang baru dengan pendekatan teori transformasi menekankan bahwa selama direksi perusahaan bertindak dengan itikad baik, melakukan
due diligence, dan demi kepentingan terbaik perusahaan, mereka dilindungi berdasarkan prinsip
business judgement rule.
Ini artinya direksi BUMN tidak dimintai pertanggungjawaban pribadi atas kerugian finansial yang diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat dengan cara yang jujur dan hati-hati sesuai dengan dimaksud dalam Pasal 3Y UU 1/2025.
Dengan digunakannya teori transformasi dalam UU BUMN, maka “zona nyaman” aparat penegak hukum untuk membawa kerugian BUMN sebagai kerugian negara kemudian menghadapi tembok tebal, karena meskipun direksi melakukan tindakan yang merugikan korporasi dia tidak bisa lagi dijerat pasal korupsi sebagaimana yang dimaksud oleh rezim keuangan negara.
Senin malam tanggal 24 Februari 2025, Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mengatakan telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan 7 tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 sampai 2023.
Pertamina sejak 2018 telah membentuk 6 subholding dimulai dengan memasukkan Perusahaan Gas Negara sebagai subholding yang pertama dengan melakukan peralihan saham seri B milik negara.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik menggunakan UU Tipikor sebagai dasar hukum (
rechtelijke grond) untuk menjerat para tersangka dalam kasus Pertamina ini dimana kerugian keuangan negara ditafsirkan sebagai kerugian BUMN, dimana dalam Pasal 2 Huruf i dan g UU 17/2003 tentang Keuangan Negara yang memasukkan keuangan BUMN sebagai bagian dari rezim keuangan negara.
Mengingat UU BUMN 1/2025 telah diundangkan pada tanggal 24 Februari sepertinya meneruskan penyidikan terhadap beberapa pimpinan dari sub-holding Pertamina dan “cucu” dari Danantara yang merupakan badan hukum privat, akan membuat ketidakpastian hukum baru penegakan hukum di Indonesia.
*Penulis aktif di Energy Investment & PPP Specialist ENRI Indonesia