Ekonom Ichsanuddin Noorsy/Ist
Perang dagang yang dimulai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akibat kebijakan tarif perdagangan, mendorong sejumlah pihak mendorong pemerintah Indonesia merespons dengan memperbaiki struktur dasar ekonomi nasional.
Ekonom Ichsanuddin Noorsy memandang, penetapan tarif 32 persen barang Indonesia oleh Trump saat ini memang ingin dinegosiasikan pemerintahan Indonesia.
Namun menurutnya, ada sejumlah hal yang patut dilihat dalam perspektif risiko dan manfaat bagi perekonomian Indonesia.
"Belajar dari 40 tahun terakhir, jatuhnya nilai tukar (rupiah) dan merupakan nilai tukar terlemah kelima di dunia, memberikan pembelajaran bahwa ada yang salah dalam pemilihan dan pemilahan kebijakan," ujar Ichsan kepada
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL pada Rabu, 9 April 2025.
Menurutnya, ada sejumlah aspek ekonomi yang dapat dijadikan tolak ukur dalam memperhatikan adanya ketidakberesan dalam struktur dasar perekonomian dalam negeri.
"Defisit neraca pembayaran bersamaan dengan defisit anggaran, menunjukkan surplus neraca perdagangan tidak identik dengan membaiknya makroprudensial (nilai tukar, suku bunga, dan inflasi)," tuturnya.
Dia memandang, rentannya makroprudensial tersebut membuat mikroprudensial juga selalu berhadapan dengan rendahnya kepastian struktur biaya produksi.
"Pasar barang terutama pada barang dan jasa hajat hidup orang banyak, serta pasar uang akan memengaruhi pasar tenaga kerja," urai Ichsan.
Sebagai contoh, Ichsan menyebut fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi dalam beberapa waktu lalu dan menurutnya terjadi karena disebabkan oleh kebijakan pemerintah.
"Sementara, membaiknya nilai ekspor terhadap utang luar negeri dari 123 persen pada 2013 menjadi 130 persen pada 2024 malah menunjukkan ada yang salah dengan struktural perekonomian Indonesia," ucapnya.
Di balik perang dagang yang dipicu kebijakan Trump, Ichsan meyakini ada satu hal yang bisa dijadikan mengajarkan kaum teknokrat dan intelektual ultra pembelajaran oleh teknokrat maupun intelektual ekonomi di Indonesia.
"Bahwa melihat ke dalam, mengutamakan kepentingan nasional merupakan hal sangat penting untuk memelihara dan menjaga kedaulatan ekonomi," ungkap dia.
Oleh karena itu, ada aspek mendasar yang mesti dilakukan pemerintah Presiden Prabowo dalam mengantisipasi tekanan ekonomi global.
"Penyelamatan ini harus dilakukan bukan hanya dengan menganekaragamkan pasar, atau memperluas pasar. Ada yang lebih penting lagi, yakni memperbaiki kepercayaan sosial, politik dan ekonomi bersamaan dengan mendorong terjadinya inovasi. Sehingga, bangsa ini tidak melulu dijadikan konsumen, atau menjadi budak dan operator atas kemajuan teknologi informasi dan komunikasi," jelasnya.
"Bangsa Indonesia tetap mempunyai harapan besar untuk bangkit sepanjang bangsa ini setia, tangguh dan teguh mempertahankan janji suci para pendiri republik. Mari berhenti menjadi penjilat dan penghianat karena kita mempunyai kiblat ekonomi sendiri," pungkas Ichsan.