Inspektur Jenderal Mukti Juharsa (tengah)/Ist
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Mukti Juharsa resmi menerima kenaikan pangkat dari Brigadir Jenderal menjadi Inspektur Jenderal usai Upacara Korps Raport, pada Minggu, 30 Maret 2025.
Irjen Mukti jadi satu dari 38 Perwira Menengah (Pamen) dan Perwira Tinggi (Pati) Polri yang menerima kenaikan pangkat dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Upacara Korps Raport tersebut dilakukan berdasarkan Surat Telegram nomor STR/818/III/KEP./2025 tertanggal 27 Maret 2025.
"Iya hari ini Bapak Kapolri memimpin upacara Korps Raport 38 Pati, terdiri dua Komjen, 10 Irjen, dan 26 Brigjen," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, Minggu 30 Maret 2025.
Irjen Sandi mengatakan, Korps Raport ini sebagaimana komitmen reward kepada jajaran yang selalu disampaikan Kapolri. Sehingga, diharapkan dapat menjadi motivasi anggota lainnya untuk selalu bekerja maksimal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Kenaikan pangkat ini juga menunjukkan komitmen Polri dalam memberikan apresiasi kepada anggota yang telah berprestasi," kata Irjen Sandi.
Nantinya, Mukti yang juga mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya akan menempati posisi baru sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat 1 Sespim Lemdiklat Polri.
Posisinya sebagai Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri pun digantikan oleh Brigjen Eko Hadi Santoso.
Selama masa kepemimpinannya, Mukti kerap mengungkap dan membongkar bandar-bandar narkotika baik yang ada di dalam negeri maupun jaringan internasional.
Pertama dimulai dari membongkar jaringan Internasional terkait bandar besar narkotika Fredy Pratama alias Miming alias Cassanova.
Pada September 2023, Mukti dan jajarannya berhasil menyita total 10,2 ton sabu yang terafiliasi jaringan Fredy di Indonesia selama periode 2020-2023.
Fredy diketahui merupakan gembong utama narkoba yang terkenal licin dalam pergerakan dan mengendalikan peredaran narkoba di 14 provinsi dari Negara Thailand.
Meski sudah menangkap kaki tangannya, hingga Mei 2024, Bareskrim Polri berhasil menyita sejumlah aset milik jaringan Fredy Pratama senilai Rp432,2 miliar yang terdiri dari uang tunai, aset tanah, dan bangunan hingga perhiasan dan kendaraan mewah.
Kedua, jaringan internasional Hydra di Bali yang diungkap pada periode Mei 2024.
Pengungkapan dilakukan pada sebuah clandestine lab jaringan 'Hydra' yang dioperasikan oleh Warga Negara Asing (WNA) dengan modus pembuatan lab pabrik produksi ganja hidroponik di sebuah basement vila di wilayah Canggu, Kuta Utara, Badung, Bali.
Hasilnya, Bareskrim Polri berhasil menangkap seluruh pelaku termasuk aktor intelektual Roman Nazrenco yang sempat melarikan diri ke Thailand.
Ketiga, membongkar jaringan Helen Bersaudara pada Oktober 2024. Polri melalui Satgas Penanggulangan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P3GN) menangkap kakak-adik Helen bersaudara yang merupakan bandar besar di wilayah Jambi dengan kepemilikan 7 lapak.
Dari ketujuh lapak yang ada di tengah masyarakat itu, Helen dan jaringannya mampu menjual sabu sebanyak 500 gram hingga 1 kilogram dengan penghasilan Rp500 juta hingga Rp1 miliar per minggu.
Polri pun berhasil menyita total aset sebesar Rp10,8 miliar dari jaringan milik Helen.
Keempat, Mukti membongkar jaringan bandar sabu dengan menetapkan Direktur klub sepakbola Persiba Balikpapan, Catur Adi Prianto sebagai tersangka pada Maret 2025.
Catur Adi juga merupakan pengendali jaringan narkotika di Lapas Klas IIA Balikpapan dengan total perputaran uang jaringan ini dalam dua tahun mencapai Rp241 miliar.
Mukti menjelaskan untuk menyamarkan hasil transaksi barang haramnya, Catur juga melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) lewat setoran dan usaha tempat tinggal kos.
Bahkan, Catur juga menggunakan uang transaksinya untuk membeli mobil, tanah, bangunan, serta membeli saham di PT Malang Indah Perkasa untuk menjabat sebagai Wakil Direktur.
Dari kasus ini, penyidik telah berhasil menyita sejumlah barang bukti berupa uang ratusan miliar hingga kendaraan mewah, seperti 1 unit Lexus, 1 unit Honda Civic hitam, serta mobil Mustang GT dan Alphard.