Berita

Sidang tanggapan JPU KPK atas eksepsi Hasto Kristiyanto/RMOL

Hukum

JPU KPK:

Hasto Kristiyanto Layak Disidangkan

KAMIS, 27 MARET 2025 | 14:40 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan mempunyai kewenangan absolut untuk memproses hukum dugaan perintangan penyidikan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.

Apalagi sebelumnya sudah ada delapan orang yang disidangkan dalam perkara yang sama.

Hal itu ditegaskan tim JPU KPK dalam agenda sidang tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 27 Maret 2025.


Dalam eksepsinya, Hasto dan penasihat hukum menyebut bahwa KPK dan Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan absolut dalam memeriksa dan mengadili perkara perintangan penyidikan karena tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor merupakan tindak pidana umum.

"Terhadap dalih yang dikemukakan oleh penasihat hukum tersebut, penuntut umum tidak sependapat karena disusun tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan atas penafsiran hukum yang keliru. Berdasarkan Pasal 6 huruf e Jo Pasal 11 UU 30/2002 tentang KPK sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2019, KPK mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi," kata JPU KPK.

JPU KPK menilai, penasihat hukum terdakwa Hasto keliru memaknai definisi Tipikor menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU KPK yang menyebutkan bahwa Tipikor adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai Pemberantasan Tipikor.

"Dalam praktiknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memeriksa dan mengadili beberapa perkara pidana yang melanggar ketentuan pidana pada Bab III UU Tipikor termasuk melanggar Pasal 21 UU Tipikor," kata JPU KPK.

Beberapa pihak yang dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor, yakni perkara atas nama terdakwa Muhtar Ependy yang terbukti melanggar Pasal 21 UU Tipikor dan Pasal 22 UU Tipikor berdasarkan putusan nomor 112/Pid.Sus/TPK/2014/PN Jkt.Pst tanggal 5 Maret 2015 Jo putusan nomor 14/PID/TPK/2015/PT.DKI tanggal 10 Juni 2015.

Selanjutnya, perkara atas nama terdakwa Romi Herton yang terbukti melanggar Pasal 22 UU Tipikor berdasarkan putusan nomor 111/Pid.Sus/TPK/2014/PN Jkt.Pst tanggal 9 Maret 2015 jo putusan nomor 15/PID/TPK/2015/PT.DKI tanggal 17 Juni 2015.

Kemudian perkara atas nama terdakwa Said Faisal yang terbukti melanggar Pasal 22 UU Tipikor berdasarkan putusan nomor 27/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Pbr tanggal 7 Juli 2014. Perkara atas nama terdakwa Miryam S Haryani yang terbukti bersalah melanggar Pasal 22 UU Tipikor berdasarkan putusan nomor 89/Pid.Sus/TPK/2017/PN Jkt.Pst tanggal 13 November 2017 Jo Putusan nomor 1/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI tanggal 19 Februari 2018.

Lalu perkara atas nama Markus Nari yang terbukti melanggar Pasal 21 UU Tipikor berdasarkan putusan nomor 80/Pid.Sus.TPK/2019/PN Jkt.Pst tanggal 11 November 2019 Jo Putusan nomor: 3/PID.SUS-TPK/2020/PT.DKI tanggal 17 Februari 2020 Jo Putusan nomor 1998 K/Pid.Sus/2020 tanggal 13 Juli 2020.

Selanjutnya, perkara atas nama terdakwa Fredrich Yunadi yang berdasarkan putusan nomor 9/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst tanggal 28 Juni 2018 dinyatakan bersalah melanggar Pasal 21 UU Tipikor. Perkara atas nama terdakwa Ferdy Yuman yang terbukti melanggar Pasal 21 UU Tipikor berdasarkan putusan nomor 36/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst. tanggal 11 Oktober 2021 Jo Putusan nomor 40/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI tanggal 29 Desember 2021.

Terakhir, perkara atas nama terdakwa Stefanus Roy Rening yang terbukti melanggar Pasal 21 UU Tipikor berdasarkan Putusan nomor 84/Pid.Sus.TPK/2023/PN Jkt.Pst tanggal 07 Februari 2024 Jo putusan nomor 12/PID.SUS-TPK/2024/PT.DKI tanggal 23 April 2024 Jo Putusan nomor 6897 K/Pid.Sus/2024 tanggal 9 Oktober 2024.

"Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo," kata JPU.

Demikian pula KPK juga berwenang untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap seluruh tindak pidana yang diatur dalam UU Tipikor. Oleh karena itu dalih penasihat hukum terdakwa tersebut merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak.

JPU KPK juga menanggapi terkait eksepsi Hasto dan penasihat hukum yang menyebut bahwa dakwaan telah salah karena menguraikan perbuatan Hasto pada saat proses penyelidikan terhadap Harun Masiku.

"Terhadap dalih yang dikemukakan oleh penasihat hukum tersebut, penuntut umum tidak sependapat karena tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan, jurisprudensi dan atas penafsiran hukum yang keliru. Unsur Pasal 21 mengandung elemen yang sifatnya alternatif yaitu dalam pembuktiannya cukup dibuktikan salah satu elemen dari unsur tersebut," kata JPU.

JPU menjelaskan, meskipun Sprindik atas nama tersangka Harun Masiku belum diterbitkan, namun perbuatan Hasto telah mencegah akan dilakukannya penyidikan, sehingga tidak menjadi halangan bagi penyidik maupun JPU untuk memproses seseorang dengan perbuatan obstruction of justice.

"Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada atau tidak adanya akibat dari perbuatan pelaku pidana Pasal 21, perbuatan tersebut telah masuk dalam kualifikasi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor. Oleh karena itu dalih penasihat hukum terdakwa tersebut diatas merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak," terang JPU.

Kemudian, JPU juga menanggapi terkait eksepsi yang menyebut bahwa JPU keliru menafsirkan Pasal 21 UU Tipikor karena Hasto dilindungi asas non self incrimination.

"Bahwa terhadap alasan keberatan tersebut, penuntut umum berpendapat bahwa alasan keberatan tersebut bukan merupakan ruang lingkup keberatan/eksepsi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 156 Ayat 1 KUHAP, namun demikian perlu kami sampaikan bahwa dari sudut cara melakukan perbuatan, obstruction of justice bisa dilakukan secara langsung oleh pelaku tindak pidana sendiri sebagaimana pendapat dari R. Wiyono, SH," jelas JPU.

Dalam praktik peradilan pidana, kata JPU, kerap kali ditemukan, misalnya dalam kasus yang menjerat Markus Nari selaku aggota DPR periode 2009-2014 yang duduk sebagai anggota Badan Anggaran didakwa bersama-sama dengan Irman, Sugiharto, Diah Anggraini, Setya Novanto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Isnu Edhi Wijaya, Anang Sugiana Sudihardjo, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan Drajat Wisnu Setyawan turut menerima fee dalam pengurusan anggaran proyek KTP Elektronik juga didakwa melakukan tindak pidana mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan, penuntutan dan sidang pengadilan (obstruction of justice).

"Berdasarkan uraian tersebut, alasan keberatan dan dalih penasihat hukum dan terdakwa tersebut haruslah ditolak," pungkas JPU KPK.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya