Berita

Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa/Ist

Tekno

Perkuat Pertahanan Maritim, Indonesia Butuh Kapal Induk Otonom

SENIN, 24 MARET 2025 | 06:16 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menghadapi tantangan unik dalam menjaga keamanan maritimnya. Dengan luas wilayah yurisdiksi nasional sekitar 7,81 juta km persegi, memiliki 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang sekitar 99.000 km, kebutuhan akan strategi pertahanan yang efektif menjadi sangat mendesak. 

Dalam konteks ini, pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, menekankan pentingnya pengembangan kapal induk otonom sebagai solusi modern untuk menjaga keamanan laut Nusantara.

"Dalam dinamika geopolitik saat ini, keberadaan kapal induk sering dianggap sebagai simbol kekuatan dan penggentar bagi negara lain," ujar Capt. Hakeng dalam keterangannya, Senin, 24 Maret 2025. 


Namun, ia juga menekankan bahwa karakteristik perairan Indonesia yang unik, dengan kedalaman terbatas dan alur pelayaran yang sempit, menjadi tantangan tersendiri bagi pengoperasian kapal induk konvensional.

Capt. Hakeng juga menyoroti ancaman militer yang dihadapi Indonesia, termasuk potensi konflik wilayah dengan negara tetangga dan ancaman di jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). 

"Dalam konteks seperti itulah Indonesia memerlukan kapal induk helikopter, bukan kapal induk pesawat tempur seperti milik AS, Inggris, Prancis, ataupun China," jelasnya. 

Ia juga mencontohkan konsep kapal induk drone yang dikembangkan oleh Iran sebagai alternatif yang lebih efektif.

"Kita membutuhkan strategi pertahanan yang kuat. Namun, kita juga harus mempertimbangkan kondisi geografis kita yang unik. Banyak wilayah perairan Indonesia yang memiliki kedalaman terbatas, alur pelayaran yang sempit, serta terumbu karang yang dapat menjadi hambatan bagi kapal perang berukuran besar dalam melakukan manuver," ungkap dia.

"Sebagai contoh, kapal induk sekelas USS Gerald Ford milik AS memiliki harga lebih dari Rp210 triliun, sedangkan kapal induk helikopter yang lebih sesuai untuk Indonesia memiliki harga sekitar Rp15,9 triliun. Selain itu, biaya operasional kapal induk konvensional juga sangat tinggi, bisa mencapai lebih dari Rp5 miliar per hari untuk bahan bakar saja. Oleh karena itu, kita perlu mencari solusi yang lebih efisien dan efektif," bebernya.

Sebagai solusi, Capt. Hakeng mengusulkan pengembangan kapal induk yang lebih kecil dan fleksibel, dengan tonase sekitar 20.000 hingga 30.000 ton, serta mengadopsi teknologi kapal induk otonom dan berbasis drone. 

"Dengan konsep ini, kapal induk tidak perlu bergantung pada pesawat tempur berawak yang membutuhkan landasan pacu besar, melainkan dapat mengerahkan armada drone udara dan laut yang lebih fleksibel," jelasnya lagi.

Ia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek ekonomi dan industri dalam negeri dalam pembangunan kapal induk. 

"Dengan mengadopsi kapal induk yang lebih kecil dan berbasis drone, Indonesia dapat menghemat anggaran pertahanan dan mengalokasikan sumber daya untuk penguatan sektor pertahanan lainnya," tutur dia. 

Pengamat maritim yang dikenal kritis ini mendorong kerja sama dengan perusahaan galangan kapal lokal dan industri pertahanan dalam negeri untuk mendorong kemandirian.

Ia menekankan bahwa Indonesia membutuhkan kapal induk sebagai alat strategis dalam menjaga kedaulatan dan keamanan maritimnya. 

"Namun, pembangunan kapal induk tidak boleh hanya mengikuti tren global tanpa mempertimbangkan kondisi geografis dan kebutuhan operasional nasional," tegasnya. 

Ia merekomendasikan pengembangan kapal induk yang lebih kecil, fleksibel, dan mampu beroperasi di perairan dangkal dan sempit, serta mengadopsi konsep kapal induk drone sebagai solusi modern dan efisien.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya