Para pembicara diskusi publik terkait Pembukaan Moratorium PMI ke Arab Saudi di Bandung, beberapa waktu lalu/Ist
Rencana pemerintah membuka moratorium penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi disambut beragam oleh masyarakat.
Kabar rencana pencabutan moratorium tersebut disampaikan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding sesaat setelah bertemu Presiden Prabowo pada 14 Maret 2025 lalu.
Ketua Harian Purna Pekerja Migran Indonesia Paryanto turut menyambut rencana pemerintah membuka kembali penempatan PMI ke Arab Saudi tersebut dengan beberapa catatan. Misalnya seperti peningkatan kapasitas CPMI yang perlu disiapkan sebaik mungkin sebelum berangkat ke luar negeri.
"Sebagai pegiat pekerja migran Indonesia (PMI) dan purna PMI saya sangat setuju dengan dibukanya peluang kerja dan dicabutnya moratorium ke Arab Saudi, kita tentu tahu bahwa ada plus minusnya iya, tetapi dengan catatan harus disiapkan terlebih dahulu dari hulu hingga hilirnya dari desa, kecamatan hingga Disnaker harus disiapkan pelatihanya," jelas Paryanto dalam keterangannya, Sabtu malam, 22 Maret 2025.
Ia meminta semua pihak ikut dilibatkan dalam mempersiapkan pekerja yang hendak bekerja ke luar negeri sebagai upaya untuk memaksimalkan pelindungan PMI saat sudah bekerja ke luar negeri.
"Ditutup pun seperti sekarang yang berangkat secara unprosedural tetap banyak, kita tidak bisa melarang orang mau pergi, mau kerja. Penekananya jika dibuka pemerintah desa mesti dilibatkan," jelasnya.
Sementara, salah satu pelaku usaha penempatan PMI, Ahmad Faisol mengaku senang dengan rencana pemerintah membuka peluang untuk mencabut moratorium penempatan ke Arab Saudi. Ia berharap bisa mempersiapkan sebaik mungkin, sehingga yang diharapkan pemerintah bisa terwujud.
"Kami mengucapkan terimakasih kepada presiden Prabowo dan pak menteri Karding, pencabutan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi akan memberikan peluang para pekerja kita yang memang hari ini mungkin sulit mendapatkan pekerjaan di dalam negeri bisa bekerja ke Arab Saudi, peluang itu tentu harus disambut oleh semua stakeholder dengan mempersiapkan sebaik mungkin termasuk skema peningkatan kapasitas dan pelindunganya," tegas Ahmad Faisol.
Ia yang saat ini juga menjabat sebagai Wasekjen DPP Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga kerja Indonesia (APJATI) mengaku sepakat bahwa penempatan PMI secara prosedural akan memberikan pelindungan lebih baik dibanding dengan praktik unprosedural seperti yang saat ini marak karena adanya moratorium.
"Dengan dibuka maka semua penempatan PMI nantinya akan menjadi resmi, terdata siapa yang akan berangkat kerja, sedang bekerja dan yang sudah purna PMI, nah itu akan memudahkan jika ada masalah yang dialami oleh pekerja di sana, saat ini kami mendengar ada beberapa yang tetap berangkat dan karena unprosedural tentu tidak terdata jika ada masalah sulit untuk mencari yang bersangkutan," bebernya.
Sedangkan Kepala Bidang penempatan perluasan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disnakertrans Provinsi Jawa Barat Hendra Kusuma Sumantri mengatakan pihaknya sudah jauh-jauh hari bersiap dalam meningkatkan pelindungan PMI ke Arab Saudi melalui program dan peraturan daerah terkait dengan penempatan PMI.
"Sebetulnya kami di pemerintah daerah di Jabar sudah siap mungkin sejak lima tahun atau bahkan lebih, sejak era gubernur Ahmad Heryawan mungkin kita pernah mendengar Jabar Membara, itu maksudnya Jabar mengembara cari penghidupan salah satunya mungkin menjadi pekerja migran Indonesia, namun kami lebih menekankan mungkin dalam hal pelindunganya, Jabar itu secara penempatan PMI nomor tiga jumlahnya tetapi kasus nomor satu, nah kami mendorong supaya bekerja sesui dengan prosedurnya," jelas Hendra
Menurut dia beberapa negara Timur Tengah seperti Arab Saudi memang menjadi pilihan masyarakat Jawa Barat yang bekerja ke luar negeri.
"Secara tipologi pekerja migran Indonesia, Jabar memang lebih dominan bekerja ke Timur Tengah jika dibanding dengan Jatim dan Jateng yang menurut informasi lebih memilih ke aspak seperti Taiwan, Hong Kong makanya kami lebih hati-hati," pungkasnya.