Berita

Menpar Widiyanti Putri Wardhana

Nusantara

Menpar Widiyanti Dikritik Bela Investor Wisata Pelanggar Hukum

SABTU, 22 MARET 2025 | 04:44 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Pernyataan Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana dikritik. Menpar Widiyanti melarang penyegelan dan pembongkaran objek wisata di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat dilakukan secara sepihak. 

"Pernyataan Menpar bertendensi memprioritaskan sektor pariwisata di atas aturan hukum dan lingkungan," kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus kepada RMOL, Sabtu, 22 Maret 2025. 

Dia menyampaikan pembongkaran objek wisata yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Deddy Mulyadi berdasarkan temuan terjadi pelanggaran tata ruang dan alih fungsi lahan sebagaimana juga menjadi temuan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) adalah sah secara hukum. Mengacu pada UU Penataan Ruang dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


"Pemda Kabupaten Bogor juga mendukung pembongkaran karena melihat dampak langsungnya, termasuk potensi bencana dan kerugian bagi masyarakat. KLHK malah mengungkap ada 33 lokasi yang melanggar izin dan alih fungsi lahan. Ini memperkuat fakta hukum bahwa banyak kawasan Puncak dijarah demi proyek wisata," tuturnya.

Pernyataan Menteri Widyanti, sebut dia, jelas menempatkan sektor pariwisata sebagai prioritas Utama sekalipun tidak ramah lingkungan dan melanggar tata ruang.

"Pandangan ini berbahaya karena mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang seharusnya menyeimbangkan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seakan-akan yang penting investasi jalan dulu namun soal pelanggaran hukum urusan belakangan. Bertentangan dengan prinsip rule of law yang seharusnya tidak pandang bulu," masih kata Iskandar.

Paling berbahaya, katanya lagi, pandangan Menteri Widyanti menghilangkan kewenangan Pemda dalam menegakkan hukum. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jelas memberi hak kepada Pemda untuk menertibkan bangunan yang melanggar izin dan merusak lingkungan.

Mestinya, Menteri Widyanti ikut mendorong dan bahkan terlibat bersama Pemprov Jabar dan KLHK memperkuat penertiban dengan dasar hukum yang lebih tegas agar publik tahu bahwa hukum harus lebih utama daripada investasi liar.

"Menpar seharusnya bisa memahami upaya penegakan hukum bukan malah membentuk opini untuk menyingkirkan hukum hanya demi ikutan bicara objek wisata padahal pendapatnya sangat salah dan berbahaya," tegas Iskandar Sitorus.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya