Berita

Uskup Keuskupan Agung Ende Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD beserta jajaran menerima kunjungan sejumlah utusan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT PLN/Ist

Nusantara

Keuskupan Agung Ende Tolak Proyek Geothermal di Flores

SELASA, 18 MARET 2025 | 05:27 WIB | LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA

Keuskupan Agung Ende (KAE) tegas menolak proyek pembangunan panas bumi (geothermal) di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT),

Hal ini disampaikan usai pihak Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD (Societas Verbi Divini) beserta jajaran menerima kunjungan utusan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (ESDM-EBTKE), PT PLN, serta beberapa pihak terkait lainnya pada Sabtu 15 Maret 2025.

Pertemuan tersebut bertujuan untuk membicarakan proyek pembangunan pembangkit listrik geothermal di wilayah Flores.


Awalnya perwakilan Kementerian ESDM-EBTKE dan PLN memaparkan beberapa poin penting dan merespons keprihatinan Uskup Agung Ende terkait dengan program-program pemerintah yang berhubungan dengan proyek pembangunan geothermal di wilayah Flores. 

Berikutnya memaparkan kondisi dan sistem kelistrikan yang ada di Pulau Flores dan juga pembangkit listrik yang sedang dikembangkan. 

"Sikap Gereja KAE yang telah disampaikan pada 6 Januari 2025, dan ditegaskan kembali melalui Surat Gembala Tahun Yubileum 2025 serta Surat Gembala Prapaskah 2025, adalah menolak proyek pembangunan geothermal di wilayah Flores," kata Vikaris Jenderal KAE, RD Frederikus Dhedu dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa 17 Maret 2025.

Menurut Frederikus, penolakan ini lahir dari empat aspek yang menyangkut sosial, ekonomi, dan lingkungan di wilayah KAE.

Pertama, wilayah Keuskupan Agung Ende terdiri dari gunung dan bukit, serta menyisakan lahan yang terbatas untuk permukiman dan pertanian warga.

Kedua, dari aspek mata pencaharian, hampir 80 persen 80 persen umat KAE adalah petani. Usaha pertanian di KAE sangat tergantung pada curah hujan. Sebab sumber air (permukaan) tanah tidak banyak.

"Pemanfaatan sumber daya air yang tidak tepat dapat berujung pada kerusakan dan kelangkaan air serta berpotensi besar menimbulkan masalah sosial di tengah umat," kata Frederikus.

"Terakhir, dari aspek budaya, pertanian membentuk kebudayaan dan tradisi umat di wilayah KAE yang terungkap antara lain melalui struktur sosial dan ritus-ritus tradisional," sambungnya.




Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya