Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono/Ist
Era sekarang tidak mudah menjadi penulis karena banyak tantangan dan kendala yang dihadapi, mulai dari plagiarisme hingga royalti.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dalam audiensi dengan penulis perempuan muda Indonesia dengan topik “Ibu Punya Mimpi, Perempuan Berkisah: Penulis Indonesia Mendunia Tak Terbatas” di Gedung MPR RI, pada Rabu 12 Maret 2025.
"Apalagi di era digital saat ini. Pertama, rendahnya tingkat literasi Indonesia. Menurut peringkat UNESCO tahun 2021, Indonesia berada di peringkat 100 dari 208 negara,” kata Ibas dikutip Kamis 13 Maret 2025.
Ibas turut menyoroti isu plagiarisme, royalti, hingga hibah literasi dan ketersedian ragam buku bacaan.
“Ini menunjukan kurangnya minat baca yang berdampak pada lemahnya apresiasi karya tulis. Tidak hanya berbicara yang ada di Jakarta dan di kota-kota besar, tetapi di seluruh pelosok Tanah Air,” kata Ibas.
Tak hanya itu, menurut Ibas, teknologi yang dapat mempermudah akses namun juga bisa menjadi distraksi digital media sosisal, terkadang menjadi penghambat fokus menulis dan membaca.
Belum lagi kendala lainnya, yaitu plagiarisme yang merugikan.
“Plagiarisme, pembajakan buku masih cukup marak. Merugikan penulis yang bergantung pada royalti. Hak cipta kerap diabaikan dan mengancam kesejahteraan para penulis," kata Ibas.
Akibatnya, lanjut Ibas, penulis pemula akan kesulitan mengembangkan keahliannya dalam menulis.
“Jadi tidak hanya di dunia musik, tapi di dunia cipta karya buku ini juga masih perlu kita dengar, kita carikan solusi terbaiknya, dan kita pikirkan bagaimana yang menguntungkan untuk semua pihak,” kata Ibas.
Ibas kemudian memaparkan UU 28 Tahun 2014 yang memberikan kepastian hukum. Termasuk insetif pajak final 0,5 persen untuk penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun.
“Kalau pajaknya terlalu tinggi, terlalu mahal, membuat motivasi dari para penulis itu terdegradasi (menurun),” kata Ibas.