Platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter dan dimiliki oleh Elon Musk, mengalami tiga kali gangguan besar dalam satu hari akibat serangan siber skala besar.
Gangguan tersebut dimulai pada Senin pagi, 10 Maret 2025 dan berdampak hingga Selasa pagi, 11 Maret 2025 menyebabkan jutaan pengguna di seluruh dunia kesulitan mengakses platform tersebut.
Serangan ini diduga merupakan serangan Distributed Denial-of-Service (DDoS) yang dilakukan oleh kelompok peretas bernama Dark Storm Team, menurut klaim mereka dalam sebuah unggahan di Telegram.
Dark Storm Team adalah kelompok peretas yang didirikan pada tahun 2023 dan dikenal karena kemampuannya dalam melancarkan serangan siber skala besar.
Menurut laporan dari Orange Cyberdefense, kelompok ini memiliki agenda pro-Palestina dan baru-baru ini bersumpah untuk menyerang situs web pemerintah negara-negara NATO, Israel, serta negara-negara yang mendukung Israel.
Serangan terhadap X tampaknya merupakan bagian dari operasi mereka yang lebih luas.
Dalam unggahan Telegram mereka, kelompok ini menyatakan telah "menghentikan Twitter dari jaringan" dan membagikan bukti berupa tangkapan layar yang menunjukkan kegagalan koneksi dari berbagai lokasi di dunia.
Menanggapi insiden ini, Musk menulis di platformnya bahwa serangan itu sangat besar dan dilakukan dengan modal yang besar.
"Kami diserang setiap hari, tetapi ini dilakukan dengan banyak sumber daya. Entah kelompok besar yang terkoordinasi dan/atau suatu negara terlibat," tulis Musk di X, seperti dimuat
AFP.
Dalam wawancara dengan
Fox, Musk mengklaim bahwa serangan itu berasal dari alamat IP di wilayah Ukraina dan bertujuan untuk "menjatuhkan sistem X."
Namun, ia tidak memberikan bukti lebih lanjut untuk mendukung tuduhannya.
Serangan ini terjadi sehari sebelum delegasi AS dan Ukraina bertemu di Arab Saudi untuk perundingan damai. Hal ini membuat beberapa pihak meragukan keterlibatan Ukraina dalam insiden tersebut.
"Sama sekali tidak masuk akal bagi peretas Ukraina untuk menyerang Elon Musk sehari sebelum pertemuan antara Amerika Serikat dan Ukraina," kata Alex Plitsas dari Atlantic Council.
Menurutnya, serangan ini justru bisa merugikan Ukraina yang sedang berusaha mendapatkan kembali dukungan intelijen dan bantuan dari AS.
Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih
Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41
Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat
Senin, 10 Maret 2025 | 12:58
Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung
Senin, 10 Maret 2025 | 20:00
Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?
Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51
Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe
Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30
Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara
Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18
Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah
Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58
Minta Maaf, Dirut Pertamina: Ini Tanggung Jawab Saya
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:37
Perempuan Bangsa PKB Bantu Korban Banjir di Bekasi
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:33
Perang Tarif Kian Panas, Volkswagen PHK Ribuan Karyawan
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:25
Kabar Baik, Paus Fransiskus Tidak Lagi Terkena Serangan Pneumonia Ganda
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:23
Pertamina: Harga Avtur Turun, Diskon Pelita Air, Promo Hotel
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:23
Rumah Diobok-obok KPK: Apakah Ini Ujung Karier Ridwan Kamil?
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:12
Tenaga Ahli Heri Gunawan Hingga Pegawai Bank BJB Dipanggil KPK
Rabu, 12 Maret 2025 | 13:06
KPK: Ridwan Kamil Masih Berstatus Saksi
Rabu, 12 Maret 2025 | 12:47
Raja Adil: Disembah atau Disanggah?
Rabu, 12 Maret 2025 | 12:45
Buntut Efisiensi Trump, Departemen Pendidikan PHK 1.300 Staf
Rabu, 12 Maret 2025 | 12:41
Selengkapnya