Berita

Riza Chalid. /Net

Politik

Korupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Terjebak Sisi Politis, Fokus Bongkar Dalangnya!

SABTU, 08 MARET 2025 | 09:41 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Kasus dugaan korupsi minyak yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp193 triliun per tahun tidak seharusnya bergeser ke ranah politik.

Menurut Analis komunikasi politik Hendri Satrio atau Hensat, fokus utama masyarakat harus tetap tertuju pada substansi kasus korupsi itu sendiri, bukan pada spekulasi atau narasi politik yang berkembang di sekitarnya.

Ia menegaskan bahwa kasus ini perlu mendapat perhatian serius karena melibatkan sejumlah tersangka, yaitu Riva Siahaan, Yoki Firnandi, Muhammad Kerry Andrianto Riza, Agus Purwono, Gading Ramadhan Joedo, Sani Dinar Saifuddin, Dimas Werhaspati, serta dua nama terbaru yang disebut, Maya Kusmaya dan Edward Corne.

"Ini adalah kasus besar dengan dampak yang luar biasa bagi negara. Masyarakat seharusnya tidak terjebak dalam sisi politisnya, tapi soroti terus dan fokus ke kasus korupsinya saja, dalangnya harus diungkap," ujar Hensat kepada wartawan, Sabtu 8 Maret 2025.

Lebih lanjut, Hensat mengamati bahwa belakangan ini muncul kecenderungan di kalangan masyarakat untuk mengaitkan kasus tersebut dengan figur-figur publik lain yang tidak disebutkan sebagai tersangka dalam kasus di perusahaan plat merah itu. Menurutnya, hal ini justru mengaburkan esensi dari penanganan kasus korupsi yang sedang berjalan.

"Ketika kasus ini ditarik ke ranah politik, perhatian publik jadi terpecah. Padahal, yang terpenting adalah memastikan keadilan ditegakkan dan kerugian negara bisa diminimalisir, tak hanya meramaikan isu politiknya," kata Hensat.

Hensat juga menekankan bahwa kasus sebesar ini bukan hanya soal angka, tetapi juga dampaknya terhadap kepercayaan publik terhadap institusi negara dan kesejahteraan rakyat.

"Pengawasan publik yang kritis sangat dibutuhkan agar kasus ini tidak tenggelam dalam agenda politik semata. Kita harus pastikan hukum berjalan sebagaimana mestinya," tegasnya.

Kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga sendiri tengah menjadi sorotan karena nilai kerugian yang fantastis dan kompleksitasnya. Penyidik masih terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas di balik praktik tersebut.

Hensat berharap, dengan fokus yang tepat dari masyarakat, kasus ini bisa menjadi momentum untuk membersihkan sektor energi dari praktik korupsi yang merugikan.

"Dalam kasus sebesar ini, politik seharusnya jadi alat untuk mencari solusi, bukan malah jadi alat untuk menyamarkan kebenaran. Masyarakat harus lebih cerdas dalam hal ini," pungkasya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung membuka peluang menjerat Muhammad Kerry Adrianto Riza dengan ancaman hukuman mati. Selain terhadap anak saudagar minyak Riza Chalid, kemungkinan yang sama juga terbuka dilakukan terhadap tersangka lain dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023.

Kasus pengemplangan duit negara yang untuk tahun 2023 saja merugikan negara Rp193,7 triliun itu di antaranya terjadi saat pandemi Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional.

Artinya, melakukan korupsi saat bencana nasional bisa diberlakukan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Pasal 2 UU Tipikor mengatur tentang sanksi tindak pidana korupsi, yaitu penjara seumur hidup, penjara maksimal 20 tahun, atau pidana mati. 

"Kita akan melihat hasil nanti selesai penyelidikan ini, kita akan melihat dulu," kata Burhanuddin usai bertemu Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis 6 Maret 2025.

Menurut Burhanuddin, apabila dalam penyelidikan ditemukan fakta-fakta memberatkan, terutama yang terkait dengan pandemi Covid-19, maka ancaman hukumannya akan diperberat.
 
"Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati," kata Burhanuddin.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Tekuk Fiorentina 2-1, Napoli Tak Biarkan Inter Tenang

Senin, 10 Maret 2025 | 01:21

Polda Jateng Tegas Larang Petasan Sepanjang Ramadan

Senin, 10 Maret 2025 | 00:59

Kluivert Tiba di Jakarta Ditemani Mantan Pemain Man United

Senin, 10 Maret 2025 | 00:41

Cegah Bencana Seperti di Jabotabek, Menteri ATR/BPN Evaluasi Tata Ruang di Jatim

Senin, 10 Maret 2025 | 00:25

Asiang Versus JACCS MPM Finance, Peneliti IPD-LP Yakin Hakim MA Lebih Adil

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:58

Beri Bantuan untuk Korban Banjir di Candulan, Okta Kumala Dewi Berharap Ada Solusi Jangka Panjang

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:41

PSU Empat Lawang Diikuti Dua Paslon, Pencoblosan pada 19 April 2025

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:20

Update Banjir dan Longsor Sukabumi: 5 Orang Wafat, 4 Orang Hilang

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:44

Menanti Keberanian Kejagung Bongkar Biang Kerok Korupsi Migas

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:30

PTPN IV PalmCo Siapkan 23 Bus untuk Mudik di Sumatera dan Kalimantan

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:18

Selengkapnya