Berita

Bambang Soesatyo/Ist

Publika

Catatan Politik Senayan

Merawat Asa Good Governance Walau Dirusak Perilaku Koruptif

Oleh: Bambang Soesatyo*
RABU, 05 MARET 2025 | 11:15 WIB

KETIKA ruang publik terus dibanjiri data dan fakta tentang semakin maraknya korupsi dalam beragam modus, cita-cita bersama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan efektif (good governance) kini tampak bagaikan isapan jempol. 

Bahkan reformasi birokrasi yang telah berjalan puluhan tahun pun terlihat gagal mereduksi perilaku koruptif banyak oknum pada sejumlah institusi negara dan institusi daerah.

Banyak elemen masyarakat seperti sudah kehabisan kata atau ungkapan untuk mengekspresikan rasa marah dan kecewa bahkan rasa sakit, saat menyimak dan memahami informasi tentang kasus-kasus korupsi terbaru. 

Dan, saat mengenangkan kembali komitmen bangsa dan riwayat kerja memberantas korupsi yang sudah berlangsung hampir tiga dekade, nyata sekali bahwa yang tampak di permukaan itu nihil. Sebagian bahkan sudah pasrah dan enggan membahas perilaku koruptif di negara ini.

Eliminasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi kehendak bersama dan dikukuhkan sebagai komitmen bangsa yang dicanangkan tahun 1998. 

Dikenal sebagai produk reformasi, yang salah satu turunannya adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kewajiban melakukan reformasi birokrasi. 

Tujuan strategisnya adalah mewujudkan good governance itu. Artinya, lebih dari tiga dekade sudah kerja pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi dilaksanakan dengan konsisten. 

Masyarakat pun mencatat bahwa sudah begitu banyak koruptor ditangkap, diadili dan dipenjara, termasuk koruptor yang pernah menjabat menteri, gubernur atau bupati hingga level oknum pejabat dan pegawai rendahan pada kementerian dan lembaga (K/L) maupun institusi daerah.

Tragis, karena semua catatan historis itu nyata-nyata tidak menumbuhkan efek jera. Alih-alih terjadi reduksi, perilaku koruptif banyak oknum pada K/L), termasuk institusi daerah, justru semakin berani, ganas, brutal dan tak jarang dilakukan dengan terang-terangan. 

Bahkan per skala, nilai korupsi pun terus menggelembung; dari puluhan atau ratusan miliar di tahun-tahun terdahulu, menjadi puluhan dan ratusan triliun per hari-hari ini. 

Dalam beberapa pekan terakhir ini saja, ruang publik nyata-nyata dijejali informasi dan berita tentang korupsi. 

Mulai dari anggaran untuk program Bantuan Sosial (Bansos). Dari total anggaran program Bansos sebesar Rp500 triliun, tak kurang dari separuhnya tidak tepat sasaran. 

Korupsi di tubuh manajemen Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merugikan negara Rp11,7 triliun; korupsi di tubuh manajemen PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) menyebabkan negara rugi Rp893 miliar. Kerugian negara dari kasus korupsi Jiwasraya mencapai Rp16,8 triliun.

Dalam kasus korupsi tata niaga timah, negara rugi sampai Rp300 triliun. Dan, ruang publik pun akhirnya harus menerima ledakan dahsyat yang disulut oleh informasi tentang kasus mega korupsi terbaru, yakni kasus mengoplos bensin yang mengakibatkan kerugian negara sampai Rp968,5 triliun. Dari mega kasus ini masyarakat sebagai konsumen pun jelas sangat dirugikan.

Di masa lalu, kasus mega korupsi yang menyita perhatian masyarakat dalam rentang waktu yang sangat lama adalah kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberikan Bank Indonesia kepada puluhan bank karena mengalami masalah likuiditas ketika terjadi krisis moneter 1998. 

BI menyalurkan BLBI sampai Rp147,7 triliun dan diterima 48 bank. Hasil audit BPK terhadap pemanfaatan dana BLBI oleh 48 bank itu mengindikasikan terjadinya penyimpangan sebesar Rp 138 triliun. 

Selain kasus BLBI, kasus lainnya adalah korupsi pembiayaan proyek e-KTP pada rentang waktu 2010-2012. Dalam proyek ini, negara rugi Rp2,314 triliun.

Tak hanya memprihatinkan, tetapi fakta-fakta ini sangat mengerikan, utamanya saat membayangkan masa depan anak-cucu bangsa. 

Jika perilaku koruptif para oknum di K/L demikian ganas seperti sekarang ini, masih adakah harapan dan kemampuan untuk mewujudkan good governance? Model reformasi birokrasi seperti apa lagi yang dibutuhkan negara agar good governance itu bisa diwujudkan? 

Patut diingatkan lagi dan juga digarisbawahi bahwa kehendak bersama mewujudkan good governance tak boleh pupus, kendati terus menerus  dirusak oleh perilaku tamak  dan koruptif dari banyak oknum yang diberi amanah melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) semua K/L dan Tupoksi semua pemerintah daerah.

Dalam konteks itu, semua K/L serta semua pemerintah daerah patut untuk membuka lagi, memahami dan memaknai pernyataan bernada imbauan dari Presiden Prabowo Subianto ketika memaparkan materi pembekalan di forum rapat pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Jakarta, akhir Januari 2025. 

Presiden, saat itu, menegaskan sambil mengingatkan bahwa semua Undang-undang (UU), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah serta produk hukum lainnya tidak akan ada makna dan artinya jika tidak ditegakkan dengan konsisten.

Terjemahan dari penegasan presiden ini adalah perintah kepada semua K/L dan pemerintah daerah untuk melaksanakan semua UU, Perpres, Peraturan Pemerintah serta produk hukum lainnya dengan benar dan baik serta konsisten. 

Tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan good governance demi kebaikan bangsa-negara, kini dan di masa depan. 

Harap juga diingat bahwa kegagalan mewujudkan good governance yang berulang-ulang bisa berakibat sangat fatal, yang biasanya akan diwujudnyatakan dengan menyuarakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan banyak komunitas kepada regulator atau K/L dan institusi daerah.

Berpijak pada rentetan fakta kasus korupsi itu, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa puluhan tahun kerja pemberantasan korupsi ternyata masih minim progres. 

Sudah menjadi fakta bahwa korupsi semakin marak dalam satu dekade terakhir, dengan ragam modus dan skala yang begitu besar jika mengacu pada nilai kerugian negara. 

Selain itu, patut pula untuk mengatakan bahwa puluhan tahun reformasi birokrasi berjalan tetap belum dapat mengeliminasi peluang tindak pidana korupsi dan juga perilaku koruptif oknum pada sejumlah K/L dan institusi daerah.

Bagi masyarakat kebanyakaan, skala korupsi yang justru terus membesar hingga ratusan triliun lebih menggambarkan tidak semua K/L dan pemerintah daerah menunjukan itikad baik memberantas korupsi di lingkungan kerja masing-masing. 

Sebaliknya, yang tampak adalah terbentuknya kelompok atau organisasi kejahatan di tubuh sejumlah K/L untuk merampok keuangan negara dan membohongi rakyat.

Dari kecenderungan seperti itu, kesimpulan lain yang layak dimunculkan adalah lumpuh atau tidak berfungsinya pengawasan internal di sejumlah K/L. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Inspektorat Jenderal (Itjen) melakukan pengawasan internal pada K/L terkesan tidak berjalan efektif.

Sebagai bagian dari upaya merawat asa mewujudkan good governance, pada waktunya nanti, pemerintah bersama DPR perlu merumuskan strategi baru pemberantasan korupsi, serta merancang model lain reformasi birokrasi untuk mengeliminasi perilaku koruptif oknum pada K/L dan institusi daerah. 

Dan, tak kalah pentingnya adalah memulihkan tupoksi Inspektorat Jenderal atau pengawasan pada semua K/L dan daerah.

*Penulis adalah Anggota DPR RI

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Tekuk Fiorentina 2-1, Napoli Tak Biarkan Inter Tenang

Senin, 10 Maret 2025 | 01:21

Polda Jateng Tegas Larang Petasan Sepanjang Ramadan

Senin, 10 Maret 2025 | 00:59

Kluivert Tiba di Jakarta Ditemani Mantan Pemain Man United

Senin, 10 Maret 2025 | 00:41

Cegah Bencana Seperti di Jabotabek, Menteri ATR/BPN Evaluasi Tata Ruang di Jatim

Senin, 10 Maret 2025 | 00:25

Asiang Versus JACCS MPM Finance, Peneliti IPD-LP Yakin Hakim MA Lebih Adil

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:58

Beri Bantuan untuk Korban Banjir di Candulan, Okta Kumala Dewi Berharap Ada Solusi Jangka Panjang

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:41

PSU Empat Lawang Diikuti Dua Paslon, Pencoblosan pada 19 April 2025

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:20

Update Banjir dan Longsor Sukabumi: 5 Orang Wafat, 4 Orang Hilang

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:44

Menanti Keberanian Kejagung Bongkar Biang Kerok Korupsi Migas

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:30

PTPN IV PalmCo Siapkan 23 Bus untuk Mudik di Sumatera dan Kalimantan

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:18

Selengkapnya