Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan akan memeriksa 95 dari 152 anggota DPD terkait laporan dugaan suap tentang pemilihan Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR unsur DPD.
Hal itu disampaikan Ketua KPK, Setyo Budiyanto terkait adanya laporan masyarakat soal dugaan suap yang dilakukan 95 anggota DPD.
"(Laporan terkait) DPD sekarang tahapannya sedang diverifikasi dan divalidasi oleh tim (Direktorat) PLPM," kata Setyo kepada wartawan, Jumat, 21 Februari 2025.
Jika ditentukan bahwa laporan tersebut menjadi kewenangan KPK dan menyangkut penyelenggara negara, maka KPK akan melakukan tahapan selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan.
"Iya nanti kan mengarah seperti itu, tapi sebelum itu ada proses presentasi yang dilakukan oleh tim dari Dumas, kemudian nanti ada respons kecukupannya, kelengkapannya," tutur Setyo.
Oleh karena itu, lanjut dia, KPK berharap pihak yang memberikan informasi tersebut bisa secara terbuka menyerahkan dokumen-dokumen terkait dan didukung beberapa saksi lainnya meskipun sudah ramai di media sosial.
"Kemudian dukungan beberapa saksi yang lain, yang mengetahui atau bahkan mengalami secara langsung, mendengar, nah itu pasti dibutuhkan oleh para tim penyelidik dan Dumas. Kalau misalnya tahapan verifikasi dan validasi itu yang dilakukan Dumas akurat, ya kami juga memastikan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum," pungkas Setyo.
Pada Selasa, 18 Februari 2025, mantan staf anggota DPD periode 2024-2029 Rafiq Al-Amri, Muhammad Fithrat Irfan menyerahkan bukti rekaman suara dengan salah seorang petinggi partai politik terkait dugaan suap yang melibatkan 95 dari 152 anggota DPD.
Bukti rekaman itu disampaikan langsung Irfan didampingi kuasa hukumnya, Azis Yanuar kepada KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan.
"Pak Irvan diminta untuk menyampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan. Tadi sudah disampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan oleh pihak KPK untuk memproses pelaporan yang sudah dimasukkan oleh beliau (Irfan) pada Desember 2024 yang lalu," kata Azis kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa siang, 18 Februari 2025.
Azis menjelaskan, dalam waktu dekat ini, KPK disebut akan melanjutkan proses laporannya dengan melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait, termasuk anggota DPD maupun pihak lainnya.
"Buktinya tadi ada rekaman, rekaman pembicaraan antara Pak Irvan dengan seorang petinggi partai. Jadi di sini bukan hanya terkait DPD, ternyata ada juga petinggi partai yang diduga terlibat dalam hal tersebut. Bosnya 1 dari 95 orang yang menerima," terang Azis.
Azis menyebut bahwa, kliennya juga mendapatkan intimidasi dan ancaman karena telah membuat laporan kepada KPK.
"Kemudian juga pihak tersebut meminta Pak Irvan untuk tidak melanjutkan hal ini. Ada intimidasi dan dugaan ancaman," pungkas Azis.
Sementara itu, Irfan mengatakan, pada 6 Desember 2024, dirinya telah melaporkan salah satu anggota DPD asal Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama Rafiq Al-Amri (RAA) yang juga merupakan mantan bosnya.
"Indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang anggota Dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya," kata Irfan.
Irfan mengungkapkan, nominal uang yang diterima terkait pemilihan Ketua DPD adalah sebesar 5 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per orang. Sedangkan untuk pemilihan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD sebesar 8 ribu dolar AS per orang.
"Jad ada 13.000 (dolar AS) total yang diterima," ungkap Irfan.
Irfan menjelaskan, penyerahan uang itu dilakukan secara
door to door ke ruangan anggota DPD dalam bentuk dolar AS yang selanjutnya dikonversi ke rupiah, serta para staf anggota DPD diminta untuk disetorkan ke rekening anggota DPD masing-masing.
"Saya berempat semuanya. Saya, saudara RAA, bos saya itu, ada dua perwakilan yang dititipkan dari Ketua DPD RI yang terpilih ini. Itu diposisikan sebagai bodyguard, satu bodyguard, satu driver. Untuk mengawal uang ini, biar nggak bisa tertangkap OTT di jalanan. Jadi uang itu ditukarkan dengan suara hak mereka-mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini, memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD," pungkas Irfan.