Berita

Ilustrasi (AI/AT)

Publika

Tanda Tanya Danantara

SELASA, 18 FEBRUARI 2025 | 09:53 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

DI Nusantara, negeri yang gemar membuat gebrakan unik, lahirlah sebuah lembaga maha gagah: Danantara. Nama yang terdengar seperti mantera sakti ini diklaim sebagai akronim dari Daya Anagata Nusantara, yang berarti “kekuatan masa depan Nusantara.”

Namun, bagi yang skeptis, nama ini lebih mirip “Dana Antara”—antara siapa dan siapa? Antara rakyat dan oligarki? Atau antara impian dan kenyataan? Tapi ini bukan sekadar mimpi. Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Danantara pada 24 Februari, dengan aset senilai Rp14.700 triliun—angka yang cukup untuk membeli mimpi kita semua.

Lembaga ini diklaim sebagai simbol “era baru kemandirian bangsa,” bertujuan mendanai megaproyek tanpa ketergantungan pada investasi asing. Terdengar heroik. Kita patut bangga jika benar kita sudah mandiri.


Tapi ada satu pertanyaan kecil: dana sebesar itu datang dari mana? Apakah itu uang yang sudah ada atau hanya angka aset di atas kertas?

Presiden menyebutkan sumber dana antara lain dari dividen BUMN, yang tahun lalu mencapai Rp300 triliun. Jika dihitung, butuh 49 tahun untuk mengumpulkan Rp14.700 triliun—dengan asumsi seluruh dividen BUMN disalurkan ke Danantara tanpa menyisakan sepeser pun untuk APBN. Maka, pertanyaannya: apakah ini dana yang riil atau sekadar proyeksi optimistis?

Lebih menarik lagi, Danantara tidak sekadar lembaga investasi. Ia juga akan mengambil alih seluruh BUMN, termasuk raksasa seperti Pertamina, PLN, Telkom, dan lainnya. Dengan kata lain, BUMN yang selama ini menopang ekonomi negara akan “dibubarkan,” digantikan oleh satu entitas yang langsung berada di bawah presiden.

Kalau begitu, buat apa masih ada Kementerian BUMN? Apakah ini berarti menterinya bisa pensiun dini dan fokus menanam hidroponik di rumah? Ataukah kementerian itu hanya akan menjadi simbol belaka—seperti raja tanpa mahkota, ada dalam struktur tapi tanpa kuasa?

Lebih jauh, kepala Danantara kabarnya akan dijabat oleh Rosan Roeslani—pengusaha batubara yang juga mantan tim sukses Prabowo. Wakilnya? Pandu Sjahrir, keponakan Luhut Binsar Pandjaitan, juga pengusaha batubara. Maka, ini dana abadi untuk rakyat atau dana kolosal untuk energi fosil?

Secara konsep, Danantara memang mirip “sovereign wealth fund” (SWF) di Norwegia, Singapura, atau Uni Emirat Arab. Tapi ada perbedaan mendasar: di negara-negara itu, pengelolaan dana dilakukan secara transparan dan diawasi ketat oleh parlemen.

Di Indonesia? Danantara langsung berada di bawah presiden, tanpa mekanisme pengawasan yang jelas. Sebelumnya, BUMN masih melapor ke Kementerian BUMN dan diawasi DPR. Sekarang? Satu tangan mengendalikan ribuan triliun rupiah tanpa filter.

Dengan struktur seperti ini, apakah presiden masih kepala negara atau sudah CEO dari mega-korporasi negara? Jika besok-besok Danantara merugi, siapa yang bertanggung jawab? Atau, lebih tepatnya, siapa yang bisa meminta pertanggungjawaban?

Salah satu keunikan khas pemimpin negeri ini adalah: bangun dulu, aturan belakangan. Danantara adalah contoh nyata. Lembaganya sudah berdiri, pejabatnya sudah dilantik, asetnya sudah diklaim, tetapi dasar hukumnya masih samar-samar.

Seharusnya, entitas sebesar ini dibentuk berdasarkan undang-undang yang matang, melalui pembahasan di DPR, dengan sistem pengawasan ketat. Tapi yang terjadi: bentuk dulu, ribut belakangan. Hingga kini, belum jelas betul dasar hukum pengembangan Danantara.

Ini seperti membangun restoran mewah tanpa dapur dan koki, lalu berharap makanan enak muncul sendiri di meja. Jika nanti terjadi skandal atau penyalahgunaan, siapa yang bisa mengontrol? Apakah para pengawasnya, yang salah satunya disebut-sebut adalah Jokowi?

Selama ini, pengawasan pemerintahan ada di tangan wakil rakyat di DPR/MPR. Perusahaan, yayasan, dan ormas pun punya mekanisme kontrol yang jelas. Tapi Danantara? Karena sosoknya tidak jelas apakah bagian pemerintahan, perusahaan, atau yayasan, maka tak jelas pula siapa yang mengontrolnya.

Tak ada yang menolak ide investasi jangka panjang demi masa depan bangsa. Tapi ketika semua mekanisme pengawasan tak jelas, ketika dana negara dikendalikan oleh satu entitas tanpa checks and balances, kita tidak sedang membangun ekonomi rakyat —kita sedang menciptakan monster finansial yang bisa beroperasi tanpa batasan.

Sebelum kita beramai-ramai merayakan Danantara sebagai era baru kemandirian ekonomi Indonesia, ada baiknya kita bertanya:

Apakah ini mesin pertumbuhan ekonomi atau cara baru untuk mengonsolidasi kekuasaan finansial di tangan segelintir elite?

Apakah ini benar-benar untuk kemandirian bangsa atau sekadar memperpanjang umur industri energi fosil yang kian dipertanyakan?

Apakah ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat atau justru melahirkan oligarki baru dengan legitimasi negara?

Atau, ini hanya alat politik untuk mengumpulkan pundi-pundi sebagai modal memuluskan ambisi kekuasaan menuju Pemilu 2029?

Kita bertanya sebanyak ini dan menunggu jawabannya, sebab sejarah telah mengajarkan: banyak negara jatuh bukan karena kekurangan dana, tetapi karena uang rakyat dikelola tanpa akuntabilitas.

Jadi, apakah Danantara akan menjadi kapal yang membawa kita ke masa depan gemilang, atau Titanic yang karam oleh ambisi penguasa?

Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Tapi jika kita tidak waspada dari sekarang, mungkin jawabannya sudah bisa ditebak.

*Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an



Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya