Berita

Ilustrasi (AI/AT)

Publika

Bicara Tanpa Menusuk

JUMAT, 14 FEBRUARI 2025 | 07:31 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

KITA semua pasti pernah mengalami situasi ketika kata-kata terasa lebih tajam dari pedang. Pedang, paling tidak, kalau sudah menusuk akan segera terasa sakitnya. Tapi kata-kata? Kadang menyelinap diam-diam ke dalam hati, lalu mengendap bertahun-tahun, menyiksa tanpa terlihat. 

Inilah mengapa Nonviolent Communication (NVC) atau komunikasi tanpa kekerasan, menjadi sesuatu yang begitu penting —dan betapa sayangnya, sering diabaikan. Saya sudah mencoba memperkenalkan dan mempraktikkan model komunikasi ini di lingkungan pesantren. Hasilnya? Lingkungan sosialnya jadi harmonis dan bebas perundungan.

Berangkat dari teori Marshall Rosenberg tentang NVC, ada empat proses dalam komunikasi tanpa kekerasan: pengamatan faktual, perasaan, kebutuhan, dan permintaan. Berbicaralah berdasarkan pengamatan faktual, bukan penghakiman; libatkan perasaan alias bersimpati; ungkapkan kebutuhan; dan terakhir ajukan permintaan sebagai solusi.

Namun, dalam tradisi Islam, komunikasi ternyata bukan sekadar masalah teknik atau metode seperti di NVC, melainkan juga perkara moral dan spiritual. Maka, mari kita lihat bagaimana konsep komunikasi tanpa kekerasan ini sejalan dengan ajaran al-Qur’an, khususnya tentang jenis-jenis "qawl" (perkataan) yang dimuatnya.

Pertama, Qawlan Sadidan (??????? ????????): Berkatalah yang Tegas dan Jujur. Firman Allah Swt dalam Al-Qur'an, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar (sadid)." (Qs. Al-Ahzab [33]: 70)

Dalam NVC, tahap pertama adalah pengamatan —melihat fakta dan menyampaikan perkataan berbasis fakta tanpa interpretasi emosional. Nah, di sinilah qawlan sadidan berperan. Artinya, kita harus berbicara tegas, jujur, mengemukakan fakta hasil pengamatan, yang tidak menyakiti. Namun, di sini kita sering tergelincir.

Contoh perkataan buruk yang menyakitkan: "Aduh, bajumu hari ini seperti gorden nenekku!" Padahal, kalau mengikuti qawlan sadidan, kita cukup berkata: "Warna bajumu batik Cirebonan, ada cerita di balik pemilihannya?" Tegas? Iya. Jujur? Tentu. Tapi tidak menusuk seperti belati.

Kedua, Qawlan Kariman (??????? ????????): Berkata dengan Penuh Kemuliaan. Allah Swt berfirman, yang artinya: "Dan janganlah engkau mengatakan kepada kedua orang tuamu perkataan 'ah', dan jangan membentak mereka, tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (karim)." (Qs. Al-Isra’ [17]: 23)

Tahap kedua dalam NVC adalah perasaan —mengungkapkan apa yang dirasakan dengan cara yang baik, alias memberi simpati kepada lawan bicara, apa pun kondisinya. Sayangnya, sering kali kita berkata terlalu jujur tanpa memikirkan apakah kata-kata kita menghormati orang lain.

Contoh buruk: "Pak, ibu… cara berpikir kalian itu jadul banget." Padahal, jika mengikuti qawlan kariman, kita akan berkata penuh simpati: "Pak, Bu, saya menghargai pengalaman hidup kalian. Tapi saya merasa lebih nyaman dengan cara ini. Bagaimana menurut kalian?" Sama-sama jujur, tapi yang satu berbunyi seperti gugatan, yang satu lagi terdengar seperti undangan untuk berdiskusi.

Ketiga, Qawlan Ma’rufan (??????? ???????????): Berkata yang Baik dan Pantas. Ini disebutkan dalam Al-Qur'an, yang artinya: "Dan mereka yang (memelihara hartanya) tidak mengharapkan balasan atau terima kasih, tetapi (memberikan bantuan) karena mencari wajah Tuhan yang Maha Tinggi. Maka kelak mereka akan mendapat keridaan (Allah). Dan lidah mereka mengucapkan perkataan yang baik (ma'ruf)." (Qs. Al-Baqarah [2]: 263)

Dalam NVC, tahap ketiga adalah mengidentifikasi kebutuhan —memahami kebutuhan kita dan orang lain sebelum berbicara. Ini selaras dengan makna qawlan ma’rufan, yaitu berkata dengan baik dan pantas, bukan sekadar asal bicara.

Contoh perkataan buruk: "Duh, anak-anak zaman sekarang nggak ada sopan-sopannya!" Lebih baik katakan dengan qawlan ma’rufan, seperti: "Saya merasa lingkungan yang penuh rasa hormat itu penting. Bagaimana kita bisa membangun kebiasaan yang lebih sopan?" Alih-alih menyalahkan, kita mengajak mencari solusi.

Keempat, Qawlan Layyinan (??????? ????????): Berkata dengan Lembut. Disebut dalam Al-Qur'an, yang artinya: "Maka berbicaralah kepadanya (Firaun) dengan perkataan yang lemah lembut (layyin), mudah-mudahan dia ingat atau takut." (Qs. Thaha [20]: 44)

Tahap terakhir NVC adalah permintaan, bukan tuntutan. Qawlan layyinan mengajarkan kita berbicara dengan kelembutan, bahkan kepada seorang Firaun sekalipun. Tapi lihatlah cara kita berbicara di media sosial —bukan hanya jauh dari layyin, tapi sering lebih ganas dari pasukan Perang Badar!

Contoh buruk: "Bodoh banget sih, masa gitu aja nggak ngerti?" Mari coba dengan qawlan layyinan, seperti: "Aku merasa ini konsep yang agak rumit. Boleh aku jelaskan dengan cara yang lebih sederhana?" Dampaknya jauh lebih baik, bukan?

Menerapkan Nonviolent Communication dan prinsip qawl dalam Islam bukan berarti menjadi orang yang selalu "yes-man" atau menahan diri dari berkata jujur. Sebaliknya, inilah seni berbicara dengan penuh kesadaran, keseimbangan, dan kebaikan. Jika lidah bisa menjadi pedang, maka dengan komunikasi yang benar, lidah juga bisa menjadi obat.

Maka, sebelum berbicara, tanyakanlah pada diri sendiri: Apakah kata-kata saya ini sadid? (Jujur dan tegas); Apakah ini karim? (Mulianya terjaga); Apakah ini ma’ruf? (Sesuai dengan kebaikan dan pantas); Dan apakah ini layyin? (Disampaikan dengan kelembutan).

Kalau jawabannya "tidak" untuk salah satunya, mungkin lebih baik diam. Seperti kata pepatah Arab: "Jika perkataanmu bukan emas, lebih baik diam dan jadilah perak."

Atau dalam versi modernnya: Kalau tak bisa berkata baik, setidaknya jadilah seperti sinyal WiFi —diam tapi tetap memberi manfaat!

*Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an



Populer

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

UPDATE

Respons Dedi Mulyadi soal Penggeledahan di Rumah Ridwan Kamil

Rabu, 12 Maret 2025 | 03:30

Bakamla Gagalkan Penyelundupan 60 Ribu Ekor Baby Lobster Senilai Rp1 Miliar

Rabu, 12 Maret 2025 | 03:12

Lonjakan Arus Mudik Diperkirakan Terjadi pada 28 Maret 2025

Rabu, 12 Maret 2025 | 02:50

Trump Akan Kembali Batasi Warga dari Negara Muslim Masuk AS

Rabu, 12 Maret 2025 | 02:30

Jojo dan Putri KW Melaju ke 16 Besar All England 2025

Rabu, 12 Maret 2025 | 02:10

NTP Menurun, Komisi IV DPR Minta Kementan Perhatikan Kesejahteraan Petani

Rabu, 12 Maret 2025 | 01:53

Stabilkan Harga Bapok, Operasi Pasar Diminta Digelar Lebih Masif

Rabu, 12 Maret 2025 | 01:35

Undang Menko Airlangga, DPP Bapera Bakal Santuni 20 Ribu Anak Yatim di Jakarta

Rabu, 12 Maret 2025 | 01:17

Elemen Masyarakat Sumsel Apresiasi Kejari Muba Tahan Pengusaha Haji Halim Ali

Rabu, 12 Maret 2025 | 00:59

Legislator PDIP Soroti Kasus Proyek Digitalisasi Pertamina-Telkom

Rabu, 12 Maret 2025 | 00:34

Selengkapnya