Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Ketika Program MBG Memakan Korban

KAMIS, 13 FEBRUARI 2025 | 02:18 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi di TVRI dan RRI. Tak hanya dua lembaga tersebut, beberapa pekerja lainnya juga terkena dampak PHK imbas efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah.

Isu yang beredar di masyarakat, efisiensi anggaran ini dilakukan guna menunjang program makan bergizi gratis (MBG). Hal itu disampaikan Anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP, Putra Nababan di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 12 Februari 2025.

"Jangan sampai masyarakat dipaksa memilih antara program MBG atau pekerjaan mereka. Ini mismanagement narasi. Bagaimana bisa negara memberi makan anak-anak, sementara orang tuanya kehilangan pekerjaan?" tegas Putra.


Sempat beredar sebelumnya dari berbagai unggahan di media sosial yang mengungkapkan adanya PHK besar-besaran buntut dari penggunaan anggaran untuk MBG.

Hal itu seperti yang dinyatakan Suwandih, seorang pekerja di bidang event organizer (EO) yang perusahaannya tempat bekerja harus menutup operasional akibat penurunan permintaan dan pemangkasan anggaran kegiatan dari klien pemerintah maupun swasta.

“Awal tahun 2025 menjadi titik balik yang sulit bagi banyak keluarga di Indonesia, termasuk keluarga kecil saya. Kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 membawa dampak yang luas. Salah satu kebijakan positifnya adalah program makan gratis bagi siswa di sekolah, yang sangat membantu keluarga dengan anak usia sekolah. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menjadi penyebab hilangnya pekerjaan saya,” ujarnya dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu malam, 12 Februari 2025.

Selama lima tahun terakhir, ia bekerja sebagai project officer di sebuah perusahaan EO yang menangani berbagai acara, mulai dari konferensi, peluncuran produk, hingga event pemerintahan. Awalnya, 2025 terasa menjanjikan karena banyak agenda besar yang sudah masuk dalam kalender kerja.

Namun, segalanya berubah setelah kebijakan efisiensi anggaran diberlakukan. Banyak instansi pemerintah yang membatalkan atau menunda acara mereka. Klien-klien dari sektor swasta pun ikut mengencangkan ikat pinggang.

“Sebulan setelah kebijakan itu diterapkan, perusahaan mulai merasakan dampaknya. Beberapa proyek besar dibatalkan, dan pemasukan perusahaan menurun drastis. Pada bulan Maret, manajemen akhirnya mengambil keputusan berat: merumahkan lebih dari separuh karyawan, termasuk saya. Surat PHK yang saya terima menyatakan bahwa langkah ini diambil demi menjaga keberlangsungan bisnis di tengah situasi yang tidak menentu,” jelasnya.

“Saya sadar bahwa keputusan itu bukan sepenuhnya kesalahan perusahaan. Data dari Asosiasi Event Organizer Indonesia menunjukkan bahwa sejak diterapkannya Inpres No. 1 Tahun 2025, banyak perusahaan EO kecil hingga besar mengalami penurunan omzet hingga 70 persen. Industri event yang sempat pulih pasca-pandemi, kini kembali terpuruk karena pemotongan anggaran besar-besaran di sektor yang menjadi tulang punggung kegiatan kami,” beber dia.

Di lain sisi, ia mengaku anaknya senang ketika mendapatkan fasilitas makan gratis di sekolah. Program makan gratis ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan gizi anak-anak dan menurunkan angka stunting yang masih tinggi di Indonesia.

“Saya tentu bersyukur anak saya tidak lagi harus membawa bekal dari rumah setiap hari. Setidaknya, saya bisa sedikit berhemat di tengah situasi sulit ini,” ungkap dia.

Program makan gratis memang berdampak positif. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, lebih dari 10 juta siswa kini mendapat akses makan sehat setiap hari. Program ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, tetapi juga meningkatkan angka kehadiran siswa di sekolah, terutama di daerah terpencil.

Namun, bagi pekerja seperti saya, kebijakan efisiensi ini terasa berat. PHK yang saya alami bukanlah kasus tunggal. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sektor jasa, termasuk event organizer, adalah salah satu yang paling terdampak,” bebernya lagi.

“Saya hanya berharap pemerintah terus mengevaluasi kebijakan ini, agar ke depannya bisa menciptakan keseimbangan antara kesejahteraan generasi muda dan perlindungan bagi para pekerja seperti saya. Karena di balik angka-angka kebijakan, ada ribuan keluarga yang sedang berjuang untuk bangkit kembali,” pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya