Berita

Ilustrasi Kementerian BUMN/RMOL

Politik

Ekonom: Ada Cacat Formil dan Materil dalam Revisi UU BUMN

MINGGU, 09 FEBRUARI 2025 | 00:20 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, menilai revisi Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) memiliki cacat formil dan materil.

Secara khusus ia menyoroti ketentuan yang menyebut keputusan bisnis BUMN tidak diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak dikategorikan sebagai kerugian negara. 

Hal ini, menurut Defiyan, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menimbulkan persoalan dalam pengelolaan BUMN.


“Tidak bisa kemudian dengan alasan business judgment rule lalu terbebas dari pasal merugikan keuangan negara,” kata Defiyan kepada RMOL, pada Sabtu 8 Februari 2025.

Lanjut Defiyan, setiap keputusan bisnis harus melalui kajian komprehensif dan analisis risiko yang tajam. Jika prinsip ini dijalankan, BPK tidak bisa serta-merta menetapkan suatu keputusan bisnis sebagai penyebab kerugian negara.

Selain itu, ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan audit kalau anggota BPK mayoritas berasal dari kader partai politik. Menurutnya, kondisi ini dapat menjadikan direksi BUMN sebagai korban kepentingan politik tertentu. 

“Jika anggota BPK sebagian besar berasal dari para kader partai politik-lah yang akan membuat pemeriksaan (audit) terhadap objek business judgment rule berpotensi menjadikan para direksi BUMN 'korban' dari oknum BPK,” tuturnya.

Berbeda halnya kalau anggota BPK berasal dari kalangan profesional atau teknokrat dengan pengalaman di bidang akuntansi.

Karena itulah Defiyan menegaskan, revisi UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK perlu dilakukan, khususnya dalam hal perekrutan anggota yang harus terbebas dari afiliasi parpol. 

Selain itu, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juga perlu ditinjau ulang. Terutama terkait aturan kepemilikan negara dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Lebih jauh, ia menilai proses revisi UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN mengalami cacat konstitusional karena minimnya ruang bagi partisipasi publik. 

“Lebih dari itu, yang tidak bisa diterima secara substansial-konstitusional dari aspek formil dan materil adalah ketiadaan ruang dan partisipasi publik  atas proses revisi UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN tersebut,” tegasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya