Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Pengamat: Kasus Penembakan WNI di Malaysia dan Pemerasan DWP Tidak Berhubungan

SENIN, 27 JANUARI 2025 | 16:21 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Kasus penembakkan sejumlah WNI oleh aparat keamanan Malaysia menjadi sorotan karena terjadi beberapa hari sebelum kunjungan kerja Presiden RI, Prabowo Subianto di negara itu.

Menurut Dosen Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan President University Teuku Rezasyah, insiden penembakan yang menewaskan seorang WNI dan empat luka-luka hanya kebetulan terjadi saat Prabowo melawat di Malaysia.

"Saya pikir, penembakan atas lima WNI di Malaysia, yang  terjadi bertepatan dengan Kunjungan Presiden Prabowo ke Malaysia, adalah sebuah faktor kebetulan," ujarnya kepada RMOL pada Senin, 27 Januari 2025.

Dia juga menilai kasus ini tidak memiliki kaitan dengan kasus pemerasan yang menimpa warga Malaysia di Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo Kemayoran, Jakarta pada 13-15 Desember 2024 lalu.

"Tidak ada hubungannya dengan kasus pemerasan di DWP," kata dia.

Reza mengakui bahwa selama ini hubungan diplomatik antara Malaysia dan Indonesia menghadapi banyak tantangan. Oleh sebab itu diperlukan penyelidikan mendalam terhadap kasus penembakkan tersebut agar tidak mengganggu keharmonisan dua negara tetangga.

"Perihal penembakan tersebut diatas,diperlukan penyelidikan yang mendalam, guna mengetahui faktor-faktor penyebab penembakan tersebut. Termasuk ada tidaknya kesalahan prosedur dari pihak Malaysia," paparnya.

Menurut Reza, jika dalam penyelidikan itu ditemukan kesalahan dari pihak aparat Malaysia, maka kedua negara harus setuju menegakkan aturan hukum sebagaimana mestinya.

"Hubungan bilateral yang baik menuntut kesiapan kedua belah pihak untuk mengedepankan hukum bagi penyelesaian krisis yang terjadi," kata Reza.

Lima WNI terkonfirmasi menjadi korban penembakan oleh aparat Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) saat mencoba kabur keluar negara itu melalui jalur ilegal di Selangor pada Jumat, 24 Januari 2025.

Menteri P2MI/Kepala BP2MI Abdul Kadir Karding mengatakan Kementerian Luar Negeri RI belum melakukan tugas kekonsuleran karena APMM masih melakukan pengawasan terhadap para korban.

"Kalau kontak langsung belum boleh, karena itu masih dalam pengawasan APMM. Jadi apa namanya? polisi Malaysia ya," ujarnya kepada awak media di Mandarin Oriental, Kuala Lumpur, Malaysia.

Karding menyebut akses untuk menemui WNI korban penembakkan baru dibuka oleh pemerintah Malaysia untuk Kemlu RI pada Rabu, 29 Januari 2025 mendatang.

"Dan kita baru bisa boleh diakses itu kalau enggak salah hari rabu. Kemenlu baru dibukakan akses. Jadi tentu kita menghormati proses yang ada dalam ini dalam melindungi mereka," ungkap Menteri P2MI.

Dia berharap Kemlu RI dapat melakukan upaya diplomasi yang mampu mendorong transparansi pada penanganan kasus.

"Kita juga minta kepada Kemlu untuk mendorong agar penegakan hukum yang ada di sini dibuka transparansinya. Jadi terang benderang lah proses-proses ini sehingga jauh lebih baik," kata Karding.

Direktur Perlindungan WNI (PWNI) Kemlu RI Judha Nugraha mengatakan bahwa KBRI telah menyampaikan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Malaysia agar kasus ini segera diselidiki, termasuk adanya dugaan penggunaan kekerasan berlebih atau excessive use of force yang dilakukan aparat setempat.

"KBRI juga akan mengirimkan nota diplomatik untuk mendorong dilakukannya penyelidikan atas insiden tersebut, termasuk kemungkinan penggunaan excessive use of force," kata Judha.

Sementara itu pertengahan Desember lalu, 45 warga Malaysia menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi di DWP 2024. Acara itu dihadiri oleh ribuan penonton dari berbagai negara, termasuk sekitar 400 warga negara Malaysia.

Setelah acara berakhir, sejumlah WN Malaysia melaporkan melalui media sosial bahwa mereka menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi.

Mereka mengaku dipaksa menjalani tes urine di lokasi acara dan diminta membayar sejumlah uang, meskipun hasil tes urine menunjukkan negatif narkoba.

Laporan awal menyebutkan kerugian mencapai sekitar Rp32 miliar.

Polri segera merespons laporan ini dengan melakukan penyelidikan. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menangkap 18 oknum polisi yang diduga terlibat dalam pemerasan.

Mereka berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya