Berita

Ilustrasi/Ist

Bisnis

Ekonom: Paket Insentif Pasca Kenaikan PPN 12 Persen Tak Berdampak Panjang

SELASA, 17 DESEMBER 2024 | 21:24 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah pasca kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dianggap kurang efektif dalam memberi dampak positif jangka panjang bagi masyarakat. 

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Menurutnya, insentif yang ditawarkan pemerintah cenderung mengulang kebijakan sebelumnya tanpa adanya pembaruan. 

“Insentif dan stimulus pemerintah hampir mengulang dari insentif yang sudah ada. PPN perumahan Ditanggung Pemerintah (DTP), PPN kendaraan listrik dan PPh final UMKM 0,5% sudah ada sebelumnya. Bentuk bantuan juga bersifat temporer seperti diskon listrik dan bantuan beras 10kg yang hanya berlaku 2 bulan, sementara dampak negatif kenaikan tarif PPN akan dirasakan dalam jangka panjang," kata Bhima kepada RMOL pada Selasa 17 Desember 2024.


Menurut Bhima, kebijakan insentif berbasis DTP yang bisa dicabut sewaktu-waktu ini justru akan menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. 

Dari sisi penerimaan negara, Bhima menilai kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen juga tidak akan memberikan kontribusi signifikan. Namun, dampak psikologisnya terhadap daya beli masyarakat dan dunia usaha dinilai lebih besar. 

"Data pertumbuhan pengeluaran konsumen untuk Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang hanya naik 1,1 persen menunjukkan daya beli masyarakat masih lemah. Kenaikan tarif ini justru memperburuk kondisi kelompok berpenghasilan rendah yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari," tambah Bhima.

Lebih lanjut, pengamat ekonomi ini juga menyoroti waktu pengumuman kenaikan PPN yang dinilai kurang tepat, yaitu menjelang libur Natal dan Tahun Baru. 

“Momentum pengumuman tidak tepat saat produsen cenderung menaikkan harga lebih tinggi dari biasanya. Hal ini berpotensi memperburuk beban pengeluaran masyarakat di tengah lonjakan konsumsi akhir tahun,” kata Bhima.

Pemerintah, kata Bhima seharusnya memperluas basis pajak, menerapkan pajak kekayaan dan memberantas celah penghindaran pajak untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat. 

“Kenaikan PPN sebaiknya dikaji kembali agar tidak memperburuk kesejahteraan masyarakat, terutama di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih rentan,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya