Berita

Ilustrasi

Dunia

Pakistan dan China Diduga Sedang Kalibrasi Ulang Hubungan Diplomatik

SELASA, 10 DESEMBER 2024 | 23:23 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

Pakistan dan China yang selama ini dikenal sebagai "sekutu yang selalu siap sedia disinyalir tengah mengkalibrasi ulang hubungan diplomatik mereka. Hal ini didorong oleh rasa frustrasi Beijing terhadap ketidakmampuan Islamabad menjamin keselamatan warga negara dan berbagai proyek Tiongkok di Pakistan.

Duta Besar Tiongkok di Islamabad, Jiang Zaidong, menyindir pemerintah Pakistan yang dinilai meremehkan warga negara Tiongkok yang menjadi korban dalam sejumlah serangan teroris di Pakistan.    

"Tidak dapat diterima jika kami diserang dua kali hanya dalam waktu enam bulan," ujar Dubes Zaidong.


"Presiden Xi Jinping peduli dengan keamanan rakyat Tiongkok dan mengutamakan kehidupan rakyat. Dia terutama peduli dengan keamanan rakyat Tiongkok di Pakistan,” sambungnya.

Sebuah artikel di Modern Diplomacy yang ditulis Dimitra Staikou mengatakan, Tiongkok dan Pakistan memiliki hubungan yang berakar pada kepentingan bersama, kebutuhan strategis, dan kolaborasi ekonomi.

Sejak tahun 1960-an, kedua negara telah membina hubungan di berbagai bidang, termasuk kerja sama militer, pembangunan infrastruktur, dan melawan pesaing regional, terutama India. Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC), landasan Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) Tiongkok yang ambisius, merupakan lambang kemitraan tersebut.

Diluncurkan pada tahun 2015, CPEC telah melihat investasi melebihi 62 miliar dolar AS, menjanjikan pembangunan infrastruktur, proyek energi, dan konektivitas perdagangan. Sebagai balasannya, Tiongkok telah meraup akses ke pelabuhan strategis seperti Gwadar dan koridor ekonomi ke Laut Arab.

Namun, kemitraan tersebut semakin diuji, terutama karena ancaman keamanan di Pakistan telah meningkat, yang berdampak langsung pada kepentingan Tiongkok.

Kemarahan Beijing terutama bermula dari serangan berulang yang menargetkan warga negara Tiongkok dan proyek-proyek di Pakistan, khususnya di provinsi Balochistan yang bergejolak. Selama beberapa tahun terakhir, kelompok separatis seperti Tentara Pembebasan Balochistan (BLA) telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap insinyur, pekerja, dan infrastruktur Tiongkok.

Kelompok-kelompok ini memandang investasi Tiongkok di wilayah tersebut sebagai eksploitatif, menuduhnya mengabaikan masyarakat lokal sambil mengambil untung dari sumber daya provinsi tersebut.

Kesabaran Tiongkok tampaknya mulai menipis. Kurangnya kemajuan nyata dalam mengekang serangan terhadap warga negaranya dan proyek-proyek infrastruktur telah menyebabkan pernyataan yang tidak biasa tajam dari Beijing.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Tiongkok secara eksplisit menyuarakan kekhawatiran atas ketidakmampuan Pakistan untuk memberikan perlindungan yang memadai.

Dalam teguran publik yang jarang terjadi, diplomat Tiongkok mengkritik penanganan Pakistan terhadap pengaturan keamanan.

Hal ini terjadi di tengah laporan bahwa Beijing telah mempertimbangkan untuk menahan investasi CPEC lebih lanjut hingga perbaikan nyata dilakukan.

Sikap seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya, mengingat pendekatan Tiongkok yang secara historis berhati-hati dalam menangani masalah dengan sekutunya secara terbuka.

Selain soal keamanan, ketegangan ekonomi juga muncul.

Krisis keuangan Pakistan yang sedang berlangsung telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuannya untuk membayar kembali pinjaman Tiongkok di bawah CPEC.

Beijing, yang menghadapi tantangan ekonominya sendiri pasca-Covid-19, tampaknya enggan memberikan dana talangan tanpa syarat.

Hal ini telah menyebabkan dinamika yang lebih transaksional dalam hubungan mereka, menggantikan persahabatan sebelumnya dengan pragmatisme. Balochistan tetap menjadi titik api dalam hubungan Pakistan-Tiongkok.

Meskipun kawasan tersebut penting bagi CPEC, tantangan sosial-politiknya—mulai dari pemberontakan separatis hingga ketidakpuasan lokal—menimbulkan rintangan yang signifikan.

Ketidakmampuan Pakistan untuk mengatasi masalah-masalah ini merusak kredibilitasnya sebagai mitra, sehingga membuat Beijing frustrasi.

Meningkatnya minat Tiongkok untuk menyeimbangkan kemitraan regionalnya juga berkontribusi pada dinamika yang berkembang.

Meskipun Pakistan tetap penting, Beijing telah menjajaki hubungan yang lebih erat dengan India, khususnya dalam perdagangan dan teknologi. Pergeseran ini, meskipun tidak kentara, dapat menandakan kalibrasi ulang strategi Tiongkok di Asia Selatan, yang semakin memperumit hubungannya dengan Pakistan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya